Perkembangan keilmuan Islam tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan buku. Buku menjadi simpul penting dalam kemajuan serta perkembangan keilmuan Islam. Ia menjadi semacam tonggak utama yang menopang pertumbuhan ilmu, mulai dahulu hingga saat ini. Tanpa adanya buku, niscaya proses pertukaran pengetahuan dan transmisi keilmuan antargenerasi tidak akan pernah berjalan sempurna.
Diantara salah satu hal yang juga erat kaitannya dengan buku dan perkembangan pengetahuan Islam adalah budaya meminjam buku. Semenjak awal hal ini juga sangat membantu perkembangan keilmuan Islam. Mengingat semangat keilmuan Islam didorong oleh semangat untuk menyampaikan ilmu; kepada siapapun.
Namun dalam hal ini beberapa ulama mempunyai sikap yang beragam. Diantara mereka ada yang sangat antusias dalam meminjamkan buku-buku milik mereka. Sebagian juga ada yang berkenan meminjamkan koleksinya, akan tetapi dengan beberapa syarat. Bahkan tak jarang ada sebagian ulama yang bersikap tegas tidak meminjamkan bukunya sama sekali.
Tentu terdapat berbagai alasan yang mendasarinya. Akan tetapi semua itu justru semakin mewarnai khazanah sejarah keilmuan Islam yang kaya. Dengannya kita bisa memperoleh teladan bersikap sesuai konteks yang ada. Tidak serta merta memegang teguh prinsip dasar yang tidak sesuai dengan realita. Hebatnya lagi dalam urusan pinjam-meminjam buku ini sebagian ulama bahkan memandang sebagai kegiatan yang istimewa. Tak jarang mereka menggubah bait-bait syair indah yang berkaitan dengan kegiatan positif ini. Tak heran jika banyak sekali ditemukan syair-syair indah yang terhimpun dalam berbagai kitab sastra arab klasik.
Berikut beberapa tipe-tipe ulama ulama dalam meminjamkan buku sebagaimana tertulis dalam kitab Adab I’arat al-Kutub karya Syekh Umar al-Hadusyi:
Ulama yang Gemar Meminjamkan Buku
Sikap yang satu ini agaknya menjadi, sikap dari kebanyakan para ulama. Bagaimanapun meminjamkan buku merupakan salah satu cara dalam menyebarkan ilmu. Seseorang yang meminjamkan buku secara tidak langsung juga memberikan ilmu yang ia miliki. Salah satu ulama yang sangat gemar meminjamkan buku adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, salah seorang ulama besar yang mempunyai karya fenomenal syarah Shohih Bukhari. Diriwayatkan ia mempunyai banyak sekali koleksi buku yang ia simpan rapi di perpustakaan pribadinya. Ia pun juga sempat dipercaya sebagai penjaga perpustakaan Mahmudiyyah, karena pengetahuan literaturnya sangat kaya.
Walaupun bertugas sebagai petugas perpustakaan, akan tetapi setiap kali ada muridnya yang hendak meminjam buku di perpustakaan, Ibnu Hajar selalu menawarkan untuk meminjam bukunya terlebih dahulu, sebelum meminjam di perpustakaan..
لَا تَأْخُذْ مِنْ كُتُبِ الخِزَانَةِ اِلَّا مَا لَيْسَ فِى كُتُبِي
“Jangan meminjam di perpustakaan, kecuali koleksi buku yang saya tidak punya!” ungkap Ibnu Hajar.
Meminjamkan Karena Takut Termasuk Golongan Menyembunyikan Ilmu
Golongan ini relatif memandang bahwa meminjamkan buku termasuk sarana untuk menyampaikan ilmu. Menyampaikan ilmu sendiri dalam kacamata Islam merupakan hal yang sangat dianjurkan. Rasulullah sendiri pernah bersabda:
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ ثُمَّ كَتَمَهُ، أُلْجِمَ يَوْمَ القِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
“Barangsiapa yang ditanya perihal ilmu kemudian menyembunyikannya (tidak menjawabnya). Maka dia akan dikekang dengan kekangan neraka nanti di hari kiamat.”
Oleh sebab itu para ulama tidak segan meminjamkan bukunya kepada teman serta muridnya dengan sukarela. Sebagaimana salah seorang ulama pernah membuat syair ketika ia diminta untuk meminjamkan bukunya. Sembari memberikan buku ia mengucapkan bait indah ini.
إِذَا اسْتَعَرْتَ كِتَابِي وَانْتَفَعْتَ بِهِ # فَاحذَرْ وَقَيتَ الرَّدَى مِنْ أَنْ تُؤَخرَهُ
فَارْدُدْهُ لِي سَالِماً إِنّي شُغِفْتُ بِهِ # لَوْلَا مَخَافَةَ كَتْمِ العِلْمِ لَمْ تَرَهُ !
“Ketika engkau meminjam bukuku dan memanfaatkannya, jangan sampai engkau justru menunda untuk mengembalikannya. Kembalikan padaku dalam keadaan baik sebagaimana semula, karena sungguh aku sangat mendambakannya. Jika bukan karena aku takut ‘menyimpan ilmu’ niscaya tak akan kupinjamkan itu”
Meminjamkan setelah Dipaksa
Imam Syafi’i pernah hendak meminjam buku kepada salah seorang gurunya; yakni Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Namun permintaan itu tak kunjung mendapat jawaban dari Muhammad al-Syaibani. Merasa kesal menunggu jawaban, akhirnya Imam Syafi’i berinisiatif mengirimkan surat berisikan syair sindiran’ kepada Imam Muhammad bin al-Hasan:
العِلمُ يَنْهى أهلَهُ * أن يَمنَعوهُ أهلَهُ
لَعَلَّه يَبذُلُهُ * لِأَهْلِهِ لَعَلَّهُ
“Ilmu itu pasti akan mencegah pemiliknya dari tindakan menghalangi ilmu (untuk disampaikan) kepada ahli ilmu (yang lain). Siapa tahu pemilik ilmu itu akan memberikan kepada ahlinya, siapa tahu”
Setelah dibaca, Imam Muhammad bin al-Hasan kemudian pun merasa bersalah. Ia baru tersadar pentingnya meminjamkan buku kepada orang lain setelah diingatkan oleh Imam Syafi’i. Ia kemudian pun memberikan buku-bukunya kepada Imam Syafi’i melebihi dari apa yang ia minta.
Salah seorang Qadhi atau penghulu di Andalus bernama Isa bin Futhain dikenal tidak pernah meminjamkan kitabnya sama sekali. Akan tetapi jika ada seseorang yang memaksanya ia pun akan meminta kepada orang tersebut untuk membawa seorang penyalin buku agar ia menyalin buku tersebut ditempat sebelum dibawa. Sebelum itu beliau juga memastikan dan mengkroscek ulang apakah tulisan yang disalin sudah sesuai dengan yang asli atau tidak.
Meminjamkan dengan Syarat Bisa Menjaganya
Beberapa ulama sangat mencintai buku-bukunya. Disisi lain mereka juga sangat ingin apa yang telah ditulisnya dalam bukunya bisa bermanfaat untuk orang lain. Oleh sebab itu ketika ada seseorang yang hendak meminjam bukunya mereka mensyaratkan atau memverifikasi orang yang meminjam buku tersebut. Untuk memastikan bahwa orang yang meminjam tersebut benar-benar bisa dipercaya.
Dalam kitab Taqyid al-Ilmu Imam Khatib al-Baghdadi menceritakan; dahulu sebagian ulama ketika ada orang yang hendak meminjam bukunya terlebih dahulu, ulama tersebut mengajukan satu permintaan. Permintaan itu adalah memerintahkan orang yang meminjam membawa salah satu buku koleksinya. Jika buku yang ia bawa terlihat bagus, rapi dan terawat. Ulama tersebut akan meminjamkan bukunya. Sebaliknya jika ternyata sang peminjam membawa bukunya yang lusuh, penuh coretan dan tidak karu-karuan tentu ia tidak akan meminjamkannya.
Hal tersebut adalah satu langkah preventif ulama agar buku yang dipinjamkan bisa terjaga dan terawat dengan baik. Sebagian ulama lain bahkan sengaja memberikan himbauan sekaligus ancaman di sampul buku dengan tulisan agak provokatif:
يَا رَبِّ مَنْ حَفِظَ كِتَابِي فَاحْفَظْهُ وَمَنْ اَضَاعَهُ فَلَا تَحْفَظْهُ
“Wahai Tuhan orang yang merawat kitab ini, Rawatlah orang ini sebagaimana ia merawat bukuku. Jika ia menyia-nyiakan dan mengabaikan kitab ku maka tolong jangan berikan perlindungan kepadanya”
Siapapun orang yang meminjam dan membaca tulisan tersebut, bisa dipastikan akan berpikir dua kali untuk tidak mengembalikan atau tidak merawat buku yang dipinjam. Mungkin cara ini bisa anda pakai untuk meminimalisir hilangnya buku ketika dipinjam teman. (AN)