
Jika ada yang bertanya, bagaimana filsafat Islam mampu sedikit jawaban terhadap dunia modern? Maka kita harus berpikir tentang krisis yang dekat. Yakni krisis kemanusiaan.
Krisis ini merupakan salah satu problem besar dalam dunia modern kita. Berbagai peristiwa kejahatan, kekerasan, dan pelanggaran dapat dijadikan contoh krisis kemanusiaan. Manusia mengidap penyakit semacam krisis eksistensialisme–dan itulah faktanya.
Krisis ini menyebabkan manusia kehilangan hakikat hidupnya; mulai dari makna kehidupan, kehampaan spiritualitas, dan tujuan hidupnya. Kondisi ini berasal dari gugatan manusia modern terhadap Tuhan.
Padahal, kemanusiaan menjadi subjek penting dalam kajian humanisme.
Dalam kerangka ini, manusia ditempatkan pada ruang bebas dan dibekali kemampuan tanpa harus dibatasi oleh doktrin-doktrin keagamaan. Dalam aspek tertentu, agama dianggap sebagai penghalang bagi keterlibatan manusia dalam dunianya.
Ia mengambil langkah radikal dengan menolak segala bentuk keyakinan religius dan peranannya dalam kesadaran manusia, sebagaimana dilakukan oleh humanis ateistis.
Humanisme berkaitan erat dengan pemberadaban manusia. Orang-orang Eropa yang menyadari dirinya sebagai penemu konsep “kemanusian universal” merasa bahwa ia seolah berkewajiban memperadabkan manusia di luar dirinya. Terlebih lagi dengan munculnya gagasan evolusi seperti dikemukakan oleh Darwin dalam On The Origin of Species (1859) dan tersingkapnya rahasia-rahasia alam tidak hidup, gairah memperadabkan semakin mendapat pengukuhan. Boleh jadi, inilah embrio lahirnya kolonialisme.
Humanisme Terkikis?
Humanisme lahir memang sebagai upaya pengentasan krisis kemanusian. Naziisme dan komunisme adalah sejenis humanisme karena memandang manusia sebagai pusat sejarah.
Suatu subyek yang dapat mengubah sejarah melalui kebebasan dan kemampuan-kemampuan kodratinya. Namun, ketika manusia dipersempit pada ras atau kelas tertentu, humanisme mereka berubah menjadi teror yang mengalienasi, mengintimidasi, dan bahkan mendestruksi manusia konkret dengan kekhasan individual dan keragamannya.
Bagaimana proyek kolonialisme bekerja, misalnya, sangat kontradiktif dengan tujuan awal humanisme. Dengan demikian, humanisme adalah alasan menciptakan kejahatan kemanusian itu sendiri.
Banyaknya wajah konflik di dunia modern menuntut para ilmuwan untuk terus melakukan refleksi atas kondisi tersebut. Termasuk dalam bidang filsafat yang menjadi induk dari pengetahuan dan sains modern. Pengetahuan dan sains modern sendiri diilhami dari filsafat yang sudah ada sebelumnya.
Dalam penelusurannya lebih jauh, problem-problem dunia modern disebabkan pemisahan kesatuan-organik ilmu pengetahuan dan sains modern dengan filsafat. Di mana filsafat digantikan dengan metode ilmiah.
Hal ini terbukti karena pemisahannya tersebut menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan, ekologi, krisis keyakinan dan sebagainya seperti yang disebutkan di atas.
Pemutusan sains dengan filsafat seperti melepaskan sains dari religiusitas dan transendentalisme itu sendiri.
Plato pernah mengatakan bahwa manusia ibarat “teks”, tetapi ditulis dengan huruf yang terlalu kecil sehingga tidak terbaca, dan tugas filsafat “memperbesar” tulisan itu. Pemisahan filsafat dari sains menjauhkan sains dari manfaat filsafat itu sendiri. Hal ini yang menghasilkan wajah sains modern lebih sekuler (bahkan filsafat modern pun turut condong sekuler).
Kekacauan ini tentunya ikut menyentuh kehidupan masyarakat muslim. Masyarakat dunia Islam turut menerima dampak dari adanya berbagai problem-problem dunia modern.
Menurut Mulyadhi Kartanegara, berbagai persoalan ilmiah-filosofis yang melanda umat Islam datang dari pandangan ilmiah-filosofis dunia Barat yang bersifat sekuler. Hal ini terjadi sebab berbagai teori ilmiah, atas nama metode ilmiah (pengganti filsafat), menyerang pondasi-pondasi kepercayaan agama.
Filsafat Islam
Tuhan dalam dunia pemikiran Barat telah lama dibunuh sehingga Tuhan tidak perlu dibawa dalam kegiatan ilmiah. Berbagai ilmu pengetahuan modern tumbuh dengan pandangannya tanpa keterkaitan dengan Tuhan.
Sains modern berubah menjadi lebih sekuler. Bukan hanya sains modern, filsafat modern juga turut menjadi sekuler.
Dengan demikian, yang pada awalnya filsafat sudah dianggap tabu oleh agama, makin dipandang sebagai lawan. Namun, bagi filsafat Islam, filsafat bisa menjadi tameng dan pelindung bagi agama.
Dalam upayanya untuk itu filsafat menjawab tantangan modern secara filosofis dan rasional. Karena hanya dengan cara seperti itu, filsafat Islam dapat menunjukkan eksistensinya di dunia modern.
Islam merupakan agama yang menempatkan akal pada posisi yang terhormat, dengan demikian Islam dapat dijelaskan secara rasional dan logis. Melalui kemampuan rasionalnya, filsafat Islam dirasa mampu menjawab tantangan modern yang menganggap agama sebagai musuh dari pengetahuan sebab tidak dapat dipelajari oleh nalar.
Sehingga, agama dapat disandingkan dengan pengetahuan. Mengingat tidak sepenuhnya perspektif bahwa agama berlawanan dengan filsafat itu benar. Dengan demikian, filsafat masih dapat mengambil kebaikan dari agama tentang nilai dan norma. Mengingat etika menjadi bagian penting saat menelaah problem-problem modern.
Filosof-filosof muslim seperti al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd mampu menjawab argumen tentang eksistensi Tuhan. Dengan pendekatan logis yang didasari Al-Qur’an tokoh-tokoh tersebut mampu mengatasi gugatan Tuhan di era ini.
Bukan hanya itu, Serangan terhadap wahyu bisa dijawab oleh berbagai teori pewahyuan yang telah dikemukakan oleh banyak pemikir Muslim sejak dari al-Ghazali, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Taymiyyah, Ibn Rushd, dan Mulla Sadra.
Demikian juga serangan terhadap validitas pengalaman mistik dan religius dalam dunia modern, juga telah dijawab secara mendalam, misalnya, oleh Mehdi Ha’iri Yazdi. Misalnya, Muhammad Iqbal, filsuf yang berasal dari India tersebut mampu melahirkan reposisi Tuhan dalam filsafat di era modern ini. Di mana ajaran Islam dapat sejalan dengan rasionalisme dan epistemologi sains namun, tetap merujuk pada Al-Qur’an.
Dengan kemampuan mengkolaborasikan rasionalitas, metode kritis, analitis dan analitik Al-Qur’an (menurut Iqbal) filsafat Islam diharapkan mampu melakukan rekonstruksi ulang paradigma modernisme dalam rangka mengembalikan nilai-nilai transendental dan holistik.
Mengingat hanya langkah ini yang dapat ditempuh sebagai upaya pencarian solusi atas berbagai problem dan krisis modernisme.
Selain itu, terkait pandangan sains modern yang membunuh Tuhan, filsafat Islam harus mampu melakukan perumusan ulang terkait pemahaman agama yang dapat mengintegrasikan secara utuh dan tanpa adanya pengelompokan antara visi Ilahi dan visi manusiawi.