PBB atas dasar penyerahan Inggris membentuk Komite Khusus untuk Palestina (UNSCOP) pada 15 Mei 1947. Setelah beberapa kunjungan ke Palestina dan berbagai investigasi, UNSCOP dalam laporannya merekomendasikan skema pembagian wilayah Palestina dalam masa transisi (peralihan Inggris ke PBB) selama dua tahun.
Wilayah Palestina akan dibagi menjadi dua, satu untuk negara Arab merdeka seluas 11.000 km persegi dan satu lagi untuk negara Yahudi merdeka seluas 15.000 km persegi. Kota Suci Yerusalem dan Bethlehem (kota kelahiran Yesus) akan tetap di bawah kendali PBB. Usulan ini ditolak kedua belah pihak. Bangsa Arab dan Yahudi kecewa tidak mendapatkan Yerusalem sebagai bagian wilayahnya.
Sebetulnya, kelompok Yahudi moderat sepakat dengan pembagian tersebut. Penolakan hanya datang dari kelompok Yahudi radikal dan kelompok Zionis. Sedangkan, bangsa Arab kecewa mendapatkan porsi yang lebih kecil. Padahal, mayoritas yang tinggal di Palestina adalah bangsa Arab. Mereka juga khawatir PBB tidak menjadi hak-hak mayoritas bangsa Arab.
Setelah Inggris memutuskan angkat kaki pada 14 Mei 1948 dan tidak bersedia memerintah Palestina bersama PBB, Presiden AS kala itu, Harry Truman mengajukan proposal baru yang menolak rencana pembagian wilayah Palestina. Dalam proposal itu, AS mengusulkan PBB langsung memerintah Palestina. Kekacauan tak terelakkan yang mengakibatkan korban jiwa berjatuhan di mana-mana.
Tepat pada hari Inggris angkat kaki dari tanah Palestina, David Ben Gurion (Ketua Komunitas Yahudi di Palestina) memproklamirkan berdirinya negara Israel modern di Museum Tel Aviv. Dalam proklamasi tersebut Ben Gurion sama sekali tidak menyebutkan batas negara Israel. Sehari setelah proklamasi, negara-negara Arab mendeklarasikan perang terhadap Israel.
Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Yordania dan Arab Saudi mengirimkan pasukannya untuk menyerang negara yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Perang Arab-Israel pecah pada 15 Mei 1948. Koordinasi antara pasukan Arab ini tidak berjalan baik. Dalam perkembangannya, militer Israel mengungguli koalisi tentara Arab.
Setelah perang selama sembilan bulan, gencatan senjata disepakati antara Israel dengan koalisi Arab pada Mei 1949. Israel berhasil menguasai mayoritas wilayah Palestina sebagai hadiah pemenang perang. Sementara itu, Mesir mendapatkan Jalur Gaza dan Yordania mendapatkan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Perang selalu merugikan, apalagi bagi mereka yang kalah. Ratusan ribu warga Arab harus keluar dari daerah yang dikuasai oleh Israel. Para pengungsi ini terpaksa tinggal di kamp-kamp di Tepi Barat (Yordania) dan Jalur Gaza (Mesir). Ada pula yang mengungsi ke negara-negara Arab tetangga. Mereka tidak diizinkan untuk kembali lagi ke tanah leluhurnya. Pernah mereka berusaha untuk kembali, tetapi ditangkap dan dideportasi oleh pemerintah Israel. (Bersambung ke bagian empat).