Mengajari Tanpa Berkhotbah, Mengasihi Tanpa Membedakan: Sri Paus dalam Ingatanku sebagai Muslimah

Mengajari Tanpa Berkhotbah, Mengasihi Tanpa Membedakan: Sri Paus dalam Ingatanku sebagai Muslimah

Mengajari Tanpa Berkhotbah, Mengasihi Tanpa Membedakan: Sri Paus dalam Ingatanku sebagai Muslimah

17 Desember 1936, di Kota Buenos Aires, Argentina lahirlah seorang laki-laki bernama Jorge Mario Bergoglio. Pria yang 77 tahun kemudian menjadi Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma di seluruh dunia. Nama Fransiskus ia pilih sebagai nama untuk kepausannya. Konon, ia mengilhami Santo Fransiskus dari Assisi yang lekat dengan kesederhanaan serta kasih sayangnya kepada semua makhluk hidup, termasuk Binatang dan tumbuhan.

Bergoglio muda tentu mengalami ragam dinamika dalam hidupnya. Ia bukan orang yang sejak muda telah menempuh pendidikan di Seminari, tetapi sebelumnya ia adalah seorang sarjana kimia yang bekerja disebuah laboratorium dan sebelum bekerja di laboratorium, ia pernah menjadi seorang tenaga kebersihan. Baru pada tahun 1958 ia bergabung ke Serikat Jesus setelah mendapat panggilan setelah merayakan musim semi.

11 tahun setelah bergabung dengan Serikat Jesus dan tentunya setelah menuntaskan beragam pendidikan, Bergoglio akhirnya ditahbiskan menjadi seorang Pastor pada Desember 1969. Dari awal perjalanannya menjadi gembala, ia selalu konsisten berpihak kepada yang miskin dan terpinggirkan. Sejak ditunjuk menjadi Uskup Agung, ia telah menolak untuk tinggal di kediaman khusus Uskup Agung, melainkan ia tinggal di apartmen sederhana. Kesederhanaan itu benar-benar telah mengalir bersama dengan darah dalam tubuhnya. Hingga ditahbiskan menjadi Paus -yang tidak hanya sebagai pemimpin tertinggi Agama Katolik Roma- Tetapi juga sebagai pemimpin Negara Vatikan, ia pun tetap menolak tinggal di tempat tinggal yang telah disiapkan, ia memilih tinggal di apartment biasa.

Pada suatu waktu, ia pernah menerima hadiah sebuah mobil mewah tetapi mobil tersebut justeru ia lelang dan hasilnya ia gunakan untuk dana amal. Keberpihakan Fransiskus pada yang lemah selalu nampak dari perilaku sehari-harinya. Ia, Fransiskus juga selalu menggaungkan pentingnya persaudaraan insani antar sesama manusia. Selama menjabat sebagai Paus, sudah beberapa dokumen kemanusiaan yang ia inisiasi, antara lain : Dokumen Human Fraternity, Deklarasi Istiqlal dan Ensiklik Fratelli Tutti. Ketiga dokumen tersebut, isinya kurang lebih adalah seruan untuk terus saling mengasihi dan hidup berdampingan tanpa mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang telah Tuhan kehendaki.

Pada tahun 2019, saya menjadi mahasiswa yang tengah menempuh studi jangka pendek pada bidang dialog lintasagama melalui beasiswa Nostra Aetate Foundation yang didanai langsung oleh pemerintah Negara Vatikan. Melalui program tersebut, saya tidak sebatas menyelami secara teori bagaimana menjalin hubungan antaragama, tetapi saya juga belajar untuk mempraktikkannya, salah satunya melalui teladan yang dilakukan oleh Paus Fransiskus.

Salah satu hal yang cukup menyentuh hati tentang Paus Fransiskus adalah perihal do’a, disaat tidak sedikit orang beranggapan bahwa hanya boleh mendo’akan orang-orang yang seiman, Paus justeru dengan senang hati mendo’akan siapa saja. Suatu ketika, saya berkesempatan berjumpa dengan beliau, saya memperkenalkan diri dan mohon dido’akan untuk saya dan untuk perdamaian Indonesia yang kala itu sedang gencar dengan politik identitas. Dengan lembut, Paus Fransiskus mengatakan kalau akan mendo’akan apa yang saya sampaikan. Dari situ, hati saya merasa semakin diteguhkan, bahwa do’akanlah siapa saja tanpa perlu melihat latarbelakangnya karena tidak ada do’a yang tak didengar oleh Yang Maha Kuasa.

Program beasiswa nostra aetate yang diteruskan di era kepemimpinan Paus Fransiskus, juga menjadi wujud betapa terbuka Paus Fransiskus kepada semua orang yang hendak belajar untuk Tidak membangun tembok, tetapi membangun jembatan. Jembatan kemanusiaan yang saling menopang satu sama lain sehingga (harapannya) tiada lagi yang tertinggal.

Selain berpihak kepada manusia, Paus Fransiskus juga menyerukan untuk seluruh umat manusia peduli terhadap alam raya dan seisinya serta menggunakan sumberdaya alam dengan penuh kebijaksanaan tanpa keserakahan hanya demi meraup keuntungan finansial. Seruan tersebut ia rangkum melalui sebuah dokumen bernama Ensiklik Laudato Si’ yang menegaskan bahwa sumber kerusakan alam adalah perilaku manusia yang hanyut dalam nafsu ingin menguasai untuk memperoleh pundi finansial.

Sebagai pemimpin agama Katolik Roma, Paus Fransiskus benar-benar mencitrakan sosok Yesus Kristus yang senang mengasihi sesama. Pun, Paus tidak pernah juga mengkavling surga hanya untuk kaumnya. Ia selalu berhasil meyakinkan kita semua bahwa Tuhan adalah Sang Maha Kasih yang mengasihi semua ciptaanNya.

Senin, 21 April 2025 menjadi hari penuh duka, tidak hanya untuk umat katolik di seluruh dunia tetapi juga untuk banyak orang lainnya. Di usianya yang ke-88 tahun, Paus Fransiskus telah menuntaskan dharma hidupnya dengan sebaik-baiknya. Berkat yang ia miliki pun telah ia bagikan kepada banyak makhluk tanpa perlu bertanya, siapa Tuhan yang diimani makhluk tersebut.

Bapak progresif dan revolusioner itu kini telah beristirahat dalam damai, sedamai kasih yang senantiasa ia tebarkan. Legacynya adalah teladan mulia yang patut untuk terus diteladani dan diwartakan ke seluruh penjuru bumi.

Selamat jalan Paus Fransiskus, selamat berjumpa Sang Kristus di singgasana Surga.

Jorge Mario Bergoglio (Paus Fransiskus)

1936 – 2025