Sekali Lagi, Mengapa Evakuasi Warga Palestina Justru Menguntungkan Israel?

Sekali Lagi, Mengapa Evakuasi Warga Palestina Justru Menguntungkan Israel?

Sekali Lagi, Mengapa Evakuasi Warga Palestina Justru Menguntungkan Israel?
Puing-puing di Gaza (Naaman Omar/apaimages/WAFA via Wikimedia Commons)

Seorang nenek duduk sembari mengumpulkan susu dari sapi miliknya. Seketika, ujung pistol seorang tentara mengarah ke kepalanya. “Ayo cepat tinggalkan tempat ini” ujar tentara tersebut. Perintah evakuasi karena tragedi Chernobyl ini diabaikan saja oleh sang nenek. “Setelah apa yang aku lihat, jadi aku harus pergi sekarang karena sesuatu yang tidak terlihat?” sahut nenek.

Jawaban tegas sang nenek berasal dari pengalamannya sebagai penyintas banyak tragedi sebelumnya, mulai dari revolusi, Bolshevik, kelaparan besar masa Stalin, hingga Perang Dunia. Makanya, radiasi yang bercampur di udara akibat tragedi Chernobyl  pun diabaikan. Aksi nenek tetap menetap mungkin terasa salah, namun kita bisa belajar bahwa tanah air tidak sekedar tempat tinggal.

Perbincangan antara tentara dan nenek di atas mungkin sekali hanya imaji belaka. Namun, dalam obrolan mereka terselip bagaimana rekaman kehidupan seseorang tentang tanah dan kampung halaman. Presiden Prabowo beserta para pembantunya seharusnya belajar dari obrolan tersebut. Kenapa?

Keinginan Prabowo untuk mengevakuasi 1000 penduduk Palestina, untuk bisa memberikan pengobatan, bisa menjadi blunder. Jika sudah keluar, banyak pengungsi Palestina gagal kembali ke tempat asalnya. Perbatasan yang dikuasai pihak Israel, biasanya, mengagalkan mereka. Belum lagi, Harapan Presiden jelas tidak menekankan pada kemerdekaan atau perdamaian sama sekali.

***

Salah satu intelektual paling lantang bersuara soal Palestina adalah  Edward Said. Bagi Said, tanah air bukan sekadar entitas geografis atau nasional yang statis, melainkan sebuah konstruksi politik, budaya, dan ingatan yang sering dipengaruhi oleh kekuasaan kolonial dan narasi dominan.

Di antara karya populer Said adalah Orientalisme. Buku ini  menjelaskan bagaimana Barat (Eropa & Amerika) menciptakan citra tentang “Timur” (termasuk dunia Islam dan Asia) sebagai “the Other” yakni sesuatu yang eksotis, terbelakang, dan perlu dijajah. Konsep tanah air bagi masyarakat terjajah (seperti Palestina, Aljazair, atau India) kemudian dibentuk melalui resistensi terhadap narasi kolonial ini.

Narasi serupa kita jumpai di kelompok Islamis populis biasanya mengglorifikasi Palestina menjadi urusan agama. Sehingga, kita sering mengeksklusi keragaman kelompok perlawanan untuk kemerdekaan Palestina. Padahal, ada banyak kelompok terlibat menentang penjajahan di Palestina, dari agama, etnis, hingga asal negara.

Bagi Said, Apa yang terjadi di Palestina bukan sekadar sengketa teritorial, melainkan contoh nyata dari kolonialisme pemukim yang dibungkus dalam narasi budaya dan agama. Dalam pandangan Said, Israel bukanlah negara yang lahir dari “tanah tak bertuan,” melainkan hasil dari proyek kolonial modern yang didukung oleh kekuatan Barat.

Said melihat Zionisme sebagai gerakan menggunakan mitos budaya dan agama untuk melegitimasi pengambilalihan tanah Palestina. Narasi seperti “tanah yang dijanjikan” atau “bangsa tanpa tanah untuk tanah tanpa bangsa” dianggapnya sebagai konstruksi yang sengaja menghapus keberadaan masyarakat Palestina yang telah hidup di sana selama berabad-abad.

Akhir-akhir ini, senjata dan peluru pun turut andil. Bahkan, banyak wilayah Palestina dibombardir dengan beragam amunisi, untuk mendesak penduduk pindah dan keluar dari wilayah tersebut. Di titik inilah, kita sudah seharusnya menolak keinginan Prabowo mengevakuasi 1000 penduduk Palestina. Sebab, wilayah yang selama ini ditempati bisa dengan mudah diambil para penjajah Israel.

***

Obrolan nenek dan tentara di atas menyiratkan evakuasi bisa jadi mengaburkan memori soal tanah air. Bayangkan, jika ucapan sang nenek kita dengar dari mulut penduduk Palestina kala ditawarkan untuk dievakuasi pihak Indonesia. Kita seharusnya bergerak aktif dan mendukung kemerdekaan Palestina.

Evakuasi malah bisa memuluskan jalan bagi penjajahan dan pendudukan, apa yang selama ini dilakukan oleh pihak Israel. Hal ini seharusnya disadari oleh Prabowo dan para pembantunya. Jika tidak, maka kita tidak sedang berkontribusi pada perdamaian dunia, sebagaimana diamanatkan di Undang-undang dasar. Kita malah menumbuhkan pendudukan paksa wilayah Palestina.

Entah apa dalam pikiran Prabowo kala memilih untuk mengevakuasi penduduk Palestina. Sebagai negara, Indonesia seharusnya semakin keras bersuara untuk kemerdekaan Palestina, bukan sebaliknya. Peran kita terus dikuatkan, bukan malah mendorong aksi aneh, seperti evakuasi.

Paus Fransiskus, bahkan, sebelum wafat masih sempat bersuara lantang untuk melawan penjajahan, dan mendorong menghentikan perang di Palestina. Satu langkah terakhir sang Paus yang sudah seharusnya kita ikuti. Keinginan evakuasi Prabowo yang sudah disampaikan ke Pemerintah Amerika harus ditarik dan gagal dilaksanakan.

Evakuasi warga Palestina adalah blunder politik. Ia mengabaikan banyak pelajaran dari kependudukan Israel atas tanah Palestina. Indonesia harus berani menuntut penghentian pendudukan, bukan membantu pembersihan etnis terselubung. Jangan ganti peran sebagai pembela kemerdekaan dengan jadi ‘tukang pindah’ korban penjajahan.

Fatahallahu alaina futuh al-arifin