Menelaah Hubungan AS dan Israel Pasca Kemenangan Joe Biden

Menelaah Hubungan AS dan Israel Pasca Kemenangan Joe Biden

Kemenangan Joe Biden dalam Pilpres Amerika Serikat membawa babak baru hubungan As dan Israel. Akankah membawa kabar baik bagi Palestina?

Menelaah Hubungan AS dan Israel Pasca Kemenangan Joe Biden

Hasil suara pemilihan presiden Amerika Serikat telah keluar dengan Joe Biden menjadi pemenang dalam kontestasi Pilpres AS 2020. Biden unggul atas Donald Trump dengan meraih 306 suara berbanding dengan sang petahana yang mendapatkan 232 suara. Situasi ini membuat Biden menang telak dan menorehkan sejarah dalam Pilpres AS, yakni mendapatkan suara lebih dari electoral vote, 270 suara.

Kemenangan Biden bakal menjadi perubahan bagi situasi di AS. Kebijakan Biden akan sangat menentukan bagaimana pemerintahan AS kedepan. Tidak hanya itu, kebijakan AS atas Timur Tengah juga tak lepas dari bagaimana ia memimpin AS. Apalagi Biden sebelumnya pernah menjadi wakil presiden Barack Obama. Sedikit banyak ia telah berpengalaman dalam membaca situasi Timur Tengah. Menarik untuk ditunggu upaya apa såja yang bakal dilakukannya selama menjabat sebagai presiden AS.

Strategi dan kebijakan luar negeri AS atas Timur Tengah tentu kedepan akan sangat berbeda, terutama hubungan dan kerjasama antara AS-Israel. Sebelumnya, Donald Trump sangat dekat dengan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu. Akan tetapi, akhirnya Trump kalah dalam Pilpres AS tahun ini. Praktis hubungan kedua negara tersebut juga bakal berbeda, meski keduanya adalah sekutu abadi.

Lantas, bagaimana kebijakan Biden atas Timur Tengah? Kita tengah menanti apakah akan ada perubahan besar bagi situasi Timur Tengah. Kepemimpinan Biden akan lebih baik dari Trump atau justru sebaliknya?

Perolehan suara Biden atas kontestasi Pilpres AS 2020 menjadi salah satu pencapaian luar biasa. Pasalnya, kemenangan telak tersebut telah membawa dirinya menjadi presiden AS untuk periode kedepan. Kemenangan Biden juga bakal membuat Trump harus sedih dan kecewa. Rupanya Trump gagal melanggengkan kekuasaannya mendudukui Gedung Putih.

Duet Joe Biden-Kamala Harris adalah kekuatan besar dalam mengemban tugas besar memimpin AS kedepan. Biden yang telah berumur 77 tahun dan satu-satunya presiden AS yang menjabat di usia itu. Namun, hal itu bukan menjadi masalah besar, asal perubahan nyata yang lebih baik akan terjadi bagi rakyat AS dan kebijakan luar negeri AS atas negara-negara lainnya.

Selain itu, kemenangan Biden-Kamala juga menjadi torehan sejarah dalam Pilpres AS. Sebab, Kamala adalah satu-satunya wakil presiden perempuan yang menjabat. Sebelumnya, Hillary Clinton yang berkontestasi dengen Trump berpeluang mencetak sejarah sebagai presiden perempuan pertama di Pilpres 2016. Pada akhirnya ia harus kalah untuk menjadi presiden AS.

Artinya, Pilpres AS tahun ini menjadi tonggak sejarah selama perhelatan Pilpres AS sebelumnya. Kamala Harris sebagai perempuan keturunan Jamaika-India juga merupakan representasi sekaligus harapan baru bagi kelompok imigran dan kulit hitam di AS yang selama kepemimpinan Trump banyak mengalami pelecehan rasial.

Kemenangan Biden-Kamala merupakan kemenangan rakyat AS. Meskipun secara mengejutkan Trump masih mampu meraup suara banyak dan bersaing secara ketat dengan Biden. Tetapi, perolehan suara dalam electoral vote sudah menunjukkan hasilnya, bahwa Biden-Kamala adalar pilihan mayoritas rakyat AS.

Kebijakan luar negeri AS di bawah pemerintahan Biden akan sangat memengaruhi bagaimana situasi hubungan dan kerjasama antar negara, khususnya negara-negara Timur Tengah. Kemenangan Joe Biden sebagai Presiden AS diprediksi akan memaksa Israel membuka dialog baru tentang pendekatan terhadap solusi Palestina.

Tidak hanya itu, menarik untuk memantau kesepakatan Abraham atau Abraham Accord yang telah dibangun oleh Trump sebelumnya. Apakah kesepakatan ini akan berlanjut di masa kepemimpinan Biden? Lalu, apa strategi dan kebijakan Biden dalam merespon isu normalisasi Arab-Israel? Apakah hubungan dan kerjasama antara AS-Israel akan terus berjalan baik di masa Biden? Sebab, di masa kepemimpinan Trump, AS sangat dekat dengan Israel melalui Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

Bahkan, isu yang lebih dikhawatirkan Israel adalah kemungkinan ada perubahan sikap AS terhadap Iran. Seperti diketahui, bahwa tercapainya kesepakatan nuklir Iran (JCPOA) pada 2015 adalah saat Joe Biden menjabat Wakil Presiden AS pada era Presiden AS Barack Obama. Itu artinya kemungkinan kesepakatan nuklir Iran-AS di masa kepemimpinan Biden terbuka lebar.

Dampak kemenangan Joe Biden dalam Pemilu AS juga dapat merugikan Partai Likud yang sangat dekat dengan Presiden Trump dan menguntungkan saingan politiknya, partai Biru-Putih pimpinan Benny Gantz. Selain itu, kemenangan Biden tampaknya bisa berdampak pada situasi politik domestik Israel. Ada dua kemungkinan terkait politik domestik Israel yang bakal dilakukan di masa kepemimpinannya.

Pertama, pemerintah persatuan nasional Israel terus berlanjut dan Benyamin Netanyahu bakal terus menjabat sebagai perdana menteri. Sehingga, sampai pada giliran Benny Gantz menjabat perdana menteri yang dijabat secara bergiliran antara Netanyahu dan Gantz.

Kedua, pemerintah persatuan nasional bakal dibubarkan dan digelar pemilu dini di Israel. Partai Biru-Putih pimpinan Benny Gantz berharap mendapat suara lebih baik dalam pemilu dini nanti dengan memanfaatkan Joe Biden sebagai presiden baru AS.

Prediksi demikian patut diajukan sebagai upaya menakar bagaimana kebijakan selama Biden berkuasa. Artinya, masih banyak kemungkinan terjadi dibalik itu semua, sesuai situasi dan kondisi serta kepentingan yang melingkupinya. Tidak hanya itu, persoalan lain yang mengemuka, apakah kepemimpinan Biden bakal membuat situasi di Timur Tengah akan lebih baik atau justru sebaliknya? Pertanyaan ini akan terjawab seiring waktu berjalan dan kita tengah menunggu gebrakan dan kebijakan Biden di awal ia memimpin.

Sekali lagi, terpilihnya Joe Biden-Kamala Harris di Pilpres AS 2020 menarik untuk diamati bersama. Dunia tengah menanti bagaimana kebijakan pemerintah AS kedepannya, bakal top atau flop?