Beberapa hari yang lalu, viral cerita seorang korban pelecehan di acara konser musik yang akhirnya musisi seperti Kunto Aji memberikan solusi dengan mengangkat layar dengan gif SOS khusus untuk mengetahui keadaan darurat dan jika membutuhkan pertolongan.
Pelecehan seksual sayangnya bukan cerita langka, hampir semua perempuan pernah mengalaminya, entah di kantor, di transportasi publik, di sekolah bahkan di tanah suci. Sialnya lagi, victim-blaming alias menyalahkan korban seringkali jadi respon pertama. “Pakai baju apa?”, “Salah sendiri pergi malam-malam sendirian”, “kenapa mau aja digituin?”. Padahal kita semua tahu korban pelecehan seksual itu benar-benar siapa saja, dari anak kecil sampai nenek-nenek. Padahal tidak semua orang bisa merespon dengan melawan, ada mekanisme otomatis manusia yanng berbeda-beda ketika mengalami bahaya: fight (melawan), flight (kabur) dan freeze (diam membeku).
Komnas Perempuan mengupayakan hal ini dengan memperjuangkan lewat RUU-PKS, tetapi banyak sekali hambatan dan tuduhan yang tidak relevan, seperti pembolehan LGBTQ dan kumpul kebo. Ketidakberhasilan RUU-PKS tembus menjadi undang-undang sah membuat perjalanan menuju perjuangan melawan kekerasan seksual rasanya masih jauh.
Mirisnya, masyarakat kita masih memaklumi perilaku melecehkan, wajar laki-laki katanya, bukannya mengedukasi laki-laki untuk menahan diri, malah menyalahkan perempuan karena lewat, bahkan karena ada, wanita adalah sumber fitnah kan? Padahal buat perempuan, laki-laki juga sumber fitnah.
Kadang, sebagian kita masih memandang seolah agama dan kemanusiaan itu seolah tidak beriringan, sesuatu yang tidak manusiawi tetapi dianggap boleh dalam agama menjadi boleh, seperti argumen-argumen orang yang membolehkan adanya perkosaan dalam rumah tangga, dalam agama tidak boleh menolak keinginan suami katanya, padahal pemeluk agama ya manusia, dan esensi agama adalah kemanusiaan.
Kata Nabi, Perempuan tidak boleh bepergian sendirian jauh dan lama tanpa mahram, tetapi hal itu menjadi indikator bahwa situasi tidak aman bagi perempuan untuk sendirian, jika kita tidak bertindak tegas terhadap pelaku pelecehan seksual, tidak akan ada tempat aman bagi perempuan, tidak di tempat ramai, tidak pula di tempat sepi. Kita harus berhenti menganggap pelecehan seksual sebagai suatu kewajaran.
Perempuan memang wajib menutup aurat, Laki-laki juga wajib menundukkan pandangan. Ketika perempuan tidak menutup aurat bukan berarti laki-laki boleh lalai untuk tidak menundukkan pandangan, pun sebaliknya. Karena menciptakan lingkungan aman dan nyaman adalah kewajiban kita semua.
Saya harap impian saya untuk Indonesia yang aman untuk perempuan tidaklah muluk, tempat di mana saudara-saudara dan anak-anak kita bisa hidup dengan nyaman karena kita semua saling menjaga, bukan ketika ada yang lemah malah ambil kesempatan untuk berbuat jahat, karena katanya laki-laki itu kaya kucing, dikasih ikan tidak menolak. Semoga laki-laki di negeri kita tidak seperti kucing ya, tetapi benar-benar manusia yang memanusiakan sesamanya.