“Bangsa Indonesia sangat mencintai Islam”, demikian kata Syekh Taufiq Ramadhan al-Buthy saat berbicara dengan kami di hotel Sultan tadi malam. Hal ini dibuktikan dengan keteguhan bangsa Indonesia (Nusantara) yang tidak luntur keislamannya meski sudah dijajah beberapa abad oleh bangsa lain yang non muslim. Para penjajah tidak mampu menjauhkan ajaran Islam dari negeri ini (Indonesia), mereka tidak bisa mengubah identitas keislaman penduduk negeri ini. Bangsa Indonesia tetap memeluk Islam dengan suka rela.
Syekh Taufiq adalah ulama yang alim dan kharismatik di daulah Syam (kawasan Syam yang meliputi Suria, Libanon, Palestina dan Yordania). Beliau menjabat sebagai ketua Dewan Ulama di daulah Syam dan ulama Sunni yang menjadi penasehat Presiden Suriah, Basyar al Assad.
Wajahnya teduh dan sejuk, bicaranya lembut, tidak meledak ledak sepeti orator yang provokatif. Sikapnya sangat terbuka dan familiar. Meski seorang ulama besar beliau tidak jaim dengan menjaga jarak. Bahkan kepada sahabat Paox yang berambut gimbal beliau bisa menerima tanpa jarak. Suasana akrab inilah yang membuat siapa saja betah ngobrol dengan beliau.
Selain menguasai khazanah pemikiran Islam, beliau ternyata menguasai sejarah Nusantara, terutama yang terkait dengan Islam. Beliau menjelaskan, Diponegoro adalah seorang ulama yang menguasai fiqh madzhab Syafi’i yang gigih berjuang melawan penjajah Belanda.
Menurut Syekh Taufiq perjuangan Diponegoro ini merupakan kelanjutan perjuangan Trunojoyo yang telah lebih dahulu menyatukan Nusantara meski akhirnya kalah karena pengkhianatan dari dalam. Selanjutnya beliau menguaraikan sejarah para ulama Nusantara yang alim, arif dan ikhlas mermperjuangan Islam di negeri ini. Penguasaan sejarah Nusantara ini membuat kami semakin kagum pada Beliau.
Menurutnya, perjuangan para ulama Nusantara telah membuat bangsa ini menerima Islam dengan penuh kesadaran. Mereka tertarik pada akhlak islami yang dicontohkan oleh para Wali dan ulama penyebar Islam yang arif, tidak menghujat, memami apalagi menebar fitnah.
Dengan cara ini akhirnya mereka bisa menerima ajaran dan akidah Islam secara sukarela. Jadi bangsa ini memeluk Islam bukan karena peperangan dan paksaan. Karena itu ajaran yang mereka terima mudah masuk dalam pikiran dan hati sanubari kemudian terejawantahkan dalam laku hidup. Mereka menjalankan ajaran Islam dengan penuh suka cita dan bahagia, karena tanpa paksaan, ancaman dan intimidasi. “Islam di negeri ini sangat indah” demikian tegasnya.
Waktu sudah semakin malam, mendekati jam 23.00 tapi obrolan makin hangat dan asyik. Lebih-lebih ketika mbak Yeni menyampaikan joke-joke gus Dur. Beliau merespon joke dengan tertawa lepas sehingga suasana makin akrab. Gus Amak dan gus Fathir yang menyerjemahkan obrolan berperan sangat luar biasa sehingga suasana menjadi sangat cair dan penuh kehangatan. Apalagi beliai adalah pengagum sosok Hus Dur. Beliau sangat hormat pada Gus Dur.
Wajah beliau menjadi sedikit sendu ketika berbicara soal konflik Suriah. “Bangsa ini harus tetap waspada dan hati-hati,” ucap beliau lirih namun dalam dan tegas dengan raut muka yang tetap teduh. Peristiwa konflik di Timur Tengah khususnya Suriah bisa menjadi ibrah (pelajaran) bagi bangsa ini khususnya ummat Islam. Di sana terjadi sekelompok orang mengatas namakan Islam untuk memerangi Islam. Mereka membunuh para ulama yang alim dan mukhlis yang mengabdikan hidup hanya untuk mengajarkan agama.
Syekh Taufiq menggambarkan kebrutalan kaum teoris fundamentalis melakukan bom bunuh diri yang merenggut nyawa ayahandanya sendiri, Syekh Muhammad Said Ramadhan al Buthy dan putra Syekh Taufiq sendiri. Peristiwa biadab yang terjadi di tempat suci dan dalam majelis suci. “Atas nama perdamaian mereka justru membuat kerusakan. Dengan nama kebebasan mereka justru menjadikan ummat sebagai budak politik bangsa lain,” demikian ucap beliau dengan nada suara bergetar.
Selanjutnya, dengan panjang lebar beliau menjelaskan berbagai intrik politik yang tetjadi di negerinya. Dari cerita itu saya bisa melihat bagaimana kebiadaban ISIS yang sudah menggunakan agama sebagai legitimasi menebar teror dan kekerasan. Terlihat nyata bagaimana kebusukan politik HT (Hizbut Tahrir) yang menggunakan simbol agama untuk memenuhi ambisi politik duniawi.
Dengan licik mereka menggunakan malimat tauhid dan simbol Islam untuk menipu ummat. Yang lebih mengerikan, gerakan yang terlihat suci itu ternyata dikendalikan oleh kekuatan luar. Dan ummat islam seolah hanya menjadi pion yang diadu dengan sesamanya.
Masih terekam dengan jelas dalam memori Syekh Taufiq, di bawah bendera la ilaha ilallah mereka menghancurkan masjid, membunuh para ulama. “Kontribusi macam apa yang diberikan oleh kejahatan-kejaharab seperti itu kepada agama dan ummat?” Tanya beliau tegas bernada menggugat.
Secara implisit beliau menyampaikan kekhawatirannya atas Indonesia. Karena hampir semua tanda-tanda konflik di Suriah sekarang sedang terjadi di Indonesia. “Di negeri kami semua itu sudah terjadi dan masa itu sekarang sudah hampir terlewati. Kini Suriah sedang berupaya bangkit menata diri lepas dari konflik. Di sini, di Indonesia belum terjadi tapi tanda-tandanya sudah ada dan makin jelas terlihat. Maka berhati hati dan waspadalah agar apa yang terjadi di Suriah tidak terjadi di negeri ini,” demikian pesan Syekh Taufiq.
Mendengarkan cerita Syekh Yaufiq saya jadi berpikir: hanya orang biadab yang menggunakan ayat untuk menipu ummat demi kepentingan politik dan kekuasaan. Hanya penista agama yang tega menjadikan masjid sebagai mimbar provokasi, menebar fitnah dan kebencian atas nama agama dan Tuhan. Orang-orang yang melalukan inilah yang sebenarnya pengkhianat bangsa dan penista agama karena tega menjerimuskan sesamanya dalam pusaran konflik.
Terima kasih mbak Yeni dan mas Fariz yang telah memberikan kami menimba ilmu dan berguru pada ulama besar yang menjadi saksi hidup sejarah dengan ilmu yg luas dan sikap yang arif. Semoga kita makin cerdas dan waras menghadapi situasi. Tabik.