Islam pada mulanya bukanlah agama mayoritas di Indonesia. Islam bukan agama asli nenek moyang masyarakat Nusantara pada waktu itu. Islam di sini bisa dikatakan sebagai agama pendatang, bukan agama pribumi. Islam datang ke Indonesia berkat para pendakwah yang menyebarluaskan agama Islam di Nusantara. Pertanyaannya kemudian adalah dari mana para pendakwah itu berasal?
Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama: Timur Tengah & Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVII mengemukakan beberapa teori untuk menjawab pertanyaan di atas. Teori pertama menyebut penyebar Islam pertama di Indonesia dari India. Pandangan ini kebanyakan dikemukakan oleh sarjana Belanda.
Pijnappel disebut Azra sebagai sarjana pertama yang mengemukakan teori ini. Dia mengatakan Islam Nusantara berasal dari wilayah Gujarat dan Malabar. Menurutnya, Islam Indonesia dibawa oleh orang-orang Arab bermadzhab Syafi’i yang sudah menetap lama di India, kemudian datang ke Indonesia untuk menyebarkan Islam.
Pendapat ini diperkuat oleh Snouck Hurgronje dan Moquette. Dalam pandangan Snouck, ketika Islam terbesar di wilayah India, sebagian besar profesi muslim di sana adalah sebagai pedagang. Mereka kemudian datang ke Indonesia untuk menyebarluaskan Islam. Setelah kedatangan orang India, baru orang-orang Arab datang ke Nusantara.
Moquette melontarkan bukti lain. Dia menemukan kesamaan batu nisan di Samudera Pasai, salah satu kerajaan Islam Nusantara, dan batu nisan di makam Maulana Malik Ibrahim Gresik dengan batu nisan yang ada di Cambay, India.
Naquib Al-Attas mengatakan, memang benar adanya kesamaan batu nisan di beberapa wilayah Nusantara. Batu nisan itu diambil dari India, karena jaraknya lebih dekat ketimbang Arab atau wilayah Timur-Tengah lainnya. Al-Attas menguatkan pandangan yang menyebut Islam Nusantara berasal dari Arab, bukan wilayah India.
Di antara bukti yang disuguhkan ialah para pendakwah pertama yang datang ke Indonesia, namanya identik dengan nama Arab, Arab-Persia, atau Timur-Tengah secara umum, bukan nama-nama orang India. Artinya, unsur Timur-Tengahnya lebih kuat dibanding unsur India.
Ada juga yang menyatakan Islam Nusantara berasal dari Bengal, seperti yang dikemukakan Fatimi. Tapi pendapat Fatimi ini terbantahkan dengan bukti adanya perbedaan karakter beragama masyakarat Nusantara dengan Bengal. Misalnya, muslim Nusantara sebagian besar mengikuti Madzhab Syafi’i, sementara muslim Bengal sebagian besar mengamalkan madzhab Hanafi.