
Bimaristan al-Manshuri sebagai sebuah institusi rumah sakit yang didirikan oleh Sultan al-Manshur Qalawun di Kairo, Mesir pada tahun 1284 M merupakan sebuah rumah sakit yang memiliki keunggulan dalam hal pelayanan kesehatan berupa biaya pengobatan yang gratis bagi semua kalangan pasiennya baik yang kaya maupun yang miskin.
Bahkan, apabila pasiennya telah sembuh, pihak Bimaristan yang justru memberikan pakaian dan uang pesangon kepada pasien tersebut sebagai pengganti sejumlah penghasilannya yang hilang akibat sakit. Meski demikian, Bimaristan al-Manshuri tetap memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang begitu bagus sehingga dikenal sebagai rumah sakit terbaik di dunia Islam pada masa itu.
Hal itu dapat terjadi karena Bimaristan al-Manshuri memiliki hal menakjubkan dari sisi pembiayaannya, yakni menggunakan wakaf yang dikelola secara produktif sebagai sumber utama pendanaannya. Dalam sejarah Islam, bimaristan pada umumnya didirikan oleh seorang penguasa dan karenanya sumber utama pendanaannya berasal dari harta wakaf sang penguasa itu sendiri. Hal tersebut juga berlaku pada kasus Bimaristan al-Manshuri.
Untuk memastikan agar harta wakafnya tetap berjalan dan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari, Sultan Qalawun menetapkan wakaf untuk hartanya pada Bimaristan al-Manshuri dalam bentuk beberapa bagian dokumen akad wakaf.
Catatan mengenai dokumen akad wakaf tersebut kini masih disimpan di Arsip Nasional Mesir dan menjadi salah satu dari sekian banyaknya dokumen tertua yang tersimpan di sana. Akan tetapi, sayangnya, dokumen tersebut masih ditulis dengan menggunakan Aksara Diwani yang sebagian tulisannya telah memudar akibat usianya yang juga sudah tua.
Alhasil, Muhammad Amin, seorang doktor pengajar sejarah Islam abad pertengahan di Universitas Kairo, pada tahun 1976 berhasil mengalihaksarakan dan menerbitkan catatan mengenai dokumen akad wakaf tersebut ke dalam huruf Arab modern agar isi dari dokumen tersebut bisa tersampaikan secara jelas kepada para khalayak pembaca.
Lantas, ia pun menempatkannya sebagai lampiran pada tulisan seorang sejarawan Mamluk, Ibnu Habib al-Halabi, pada karyanya Tadzkirat an-Nabih fi Ayyam al-Manshur wa Banih di jilid pertama dengan judul Watsa’iq Waqf as-Sulthan Qalawun ‘alal Bimaristan al-Manshuri (Dokumen Wakaf Sultan Qalawun pada Bimaristan al-Manshuri).
Sayangnya dari beberapa bagian dokumen akad wakaf tersebut hanya ada dua yang berhasil diidentifikasi olehnya secara lengkap. Dokumen tersebut adalah dokumen akad wakaf tertanggal 12 Shafar 685 H (9 April 1286 M) dan dokumen akad wakaf tertanggal 21 Shafar 685 H (18 April 1286 M).
Berdasarkan catatan dua dokumen akad wakaf tersebut, harta wakaf Sultan Qalawun pada Bimaristan al-Manshuri, diproduktifkan dan dikelola dengan cara disewakan (akad al-ijarah).
Hal itu bisa dilihat pada dokumen akad wakaf Sultan Qalawun tertanggal 12 Shafar 685 H (9 April 1286 M) di baris nomor (238) hingga baris nomor (240), yang mana di situ dijelaskan perihal ketentuan dari Sultan Qalawun kepada nazhir mengenai bagaimana cara untuk mengelola harta wakafnya, yakni sebagai berikut:
وسيأتي ذكر مفصلا فيه مبينا ومشروحا معينا، على الناظر في هذا الوقف والمتولي عليه يؤجر العقار من هذا الوقف المذكور، وما شاء منه، بنفسه أوبنائبه، مدة ثلاث سنين فما دونها بأجرة المثل فما فوقها، ويأجر الأرضي مدة ثلاث سنين فما دونها بأجرة المثل فما فوقها، ولا يدخل عقدا على عقد.
Itu juga disebutkan pada dokumen akad wakaf Sultan Qalawun yang lain tertanggal 21 Shafar 685 H (18 April 1286 M) di baris nomor (53) hingga baris nomor (55), tentang hal yang serupa, yakni sebagai berikut:
وتحديده فيه، على لِلناظر في هذا الوقف والمتولي عليه تأجير ذلك بنفسه أوبنائبه مدة ثلاث سنين فما دونها بأجرة المثل فما فوقها، ولا يدخل عقدا على عقد.
Adapun harta Sultan Qalawun yang disebutkan pada dokumen akad wakaf tersebut jumlahnya terbatas hanya pada enam jenis properti saja yaitu sebuah kebun buah, tiga buah pasar al-Qaisariyyat, sebuah tempat pemandian, dan sebuah tempat ruko untuk disewakan yang semuanya berlokasi di sepanjang area Bainal Qashrain di Kairo, Mesir.
Selain itu, menurut penuturan sejarawan Mamluk lainnya, an-Nuwairi dalam karyanya, Nihayatul Arab fi Funun al-Adab pada jilid 31, harta lainnya yang diwakafkan oleh Sultan Qalawun pada Bimaristan al-Manshuri juga berada di wilayah Syam dalam bentuk berupa tanah pertanian, sumur air, pasar-pasar, toko-toko, penginapan-penginapan, dan pemandian-pemandian.
Menariknya, masih menurut penuturan an-Nuwairi yang kebetulan pernah menjadi nazhir pada Bimaristan al-Manshuri, jumlah wakaf tersebut justru bertambah pada periode setelah wafatnya Sultan Qalawun.
Hal itu dapat terjadi karena wakafnya dikelola dengan cara yang transparan yakni adanya pemisahan wewenang untuk mengelola keuangan bimaristan secara ketat antara pihak yang menerbitkan jumlah nominal pengeluaran uang (mubasyir idarah) dengan pihak yang mencairkan pengeluaran uang (mubasyir shunduq).
Alhasil, itulah yang membuat terjadinya tindak penyelewengan maupun korupsi dari para pegawai bimaristan bisa diminimalisir sehingga memungkinkan wakaf produktif pada Bimaristan al-Manshuri dapat tetap terus bertahan hingga pada masa-masa sesudahnya selama berabad-abad.
Maka dari secercah penggalan kisah sejarah di atas, sudah sepatutnya bisa dijadikan pembelajaran bagi rumah sakit Islam hari ini untuk dapat meniru konsep sistem pendanaan rumah sakit yang serupa, sehingga para pasien yang datang berobat tidak perlu untuk membayar sama sekali, atau paling tidak menjadikan biaya pengobatan menjadi sangat terjangkau tetapi dengan tetap mempertahankan kualitas pelayanan yang baik.
(AN)