Nama Imam al-Bukhari (194-256 H), sudah tidak asing lagi. Banyak dari kita mendengar nama ini dalam periwayatan hadis. Baik dalam buku, jurnal, majalah, infografis, quote, hingga dalam kutipan hadis di kalender. Lantas tertarikah kita mengenal lebih dekat tokoh yang dikagumi Bung Karno ini? Mulai dari latar belakang keluarga, perjalanan intelektual (rihlah ilmiah), hingga sumbangan keilmuannya bagi dunia Islam.
Faktor apa yang menyebabkan Kitab Shahih al-Bukhari lebih populer. Bagaimana cara dan proses Imam al-Bukhari menyeleksi hadis shahih. Bagaimana respon ulama klasik dan kontemporer terhadap karya ini. Serta bagaimana ilmuwan Barat (orientalis) intens mengkaji hadis-hadis dalam Shahih al-Bukhari.
Untuk mengantarkannya, buku anggitan KH.Ali Mustafa Yaqub (1952-2016) layak kita baca. Buku berjudul “Imam al-Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis” (1988) ini secara bernas dan cadas mengulas seluk beluk di atas. Disajikan dengan bahasa yang ringan, namun sarat kedalaman. Merujuk ragam referensi klasik dan kontemporer. Memosisikan Imam al-Bukhari dalam pandangan ulama Timur ataupun kesarjanaan Barat. Termasuk di dalamya adalah pandangan Ignaz Goldziher (1850-1921), Maurice Bucaille (1920-1998), dan Ahmad Amin (1886-1954).
Terkait hal ini, setidaknya ada 3 hal menarik yang akan kita dapati. Pertama, ulasan Kiai Ali Mustafa Yaqub terkait biografi Imam al-Bukhari. Bagian ini banyak merujuk kitab “Hadyu al-Sari” karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H), kitab “Kasyf al-Dhunun” karya Haji Khalifah (1017-1068 H), dan kitab “al-A’lam” karya Imam al-Zirikli (1893-1976).
Dicatat bahwa sosok ayah adalah salah satu faktor yang membuat kepakaran Imam al-Bukhari. Jauh hari sebelum Imam al-Bukhari lahir, Imam Ismail, selaku ayah dari Imam al-Bukhari telah banyak “tirakat” dan mencari keberkahan doa ulama hadis di masanya. Tahun 179 H, saat menunaikan ibadah haji, Imam Ismail menyempatkan diri “sowan” kepada Imam Malik bin Anas (93-179 H), Imam Adullah bin al-Mubarak (118-181 H), dan lain sebagainya.
Kedua, pemaparan Kiai Ali Mustafa Yaqub terkait proses dan cara penyeleksian kitab Shahih al-Bukhari. Butuh waktu 16 tahun, Imam al-Bukhari menyusun kitab Shahihnya. Setiap hadis yang telah diteliti kevalidannya, beliaua awali dengan sholat 2 rakaat sebelum akhirnya mantab menuliskannya. Menjadi bagian dari 7275 hadis terpilih dalam kitab Shahih al-Bukhari. Secara sistematis, disajikan ke dalam 100 kitab. Terbagi ke dalam 3450 bab. Jika dihitung rata-rata, setiap kitab terdapat 72 hadis. Setiap bab terdiri dari 2-3 hadis. Masing-masing hadis ini telah diteliti sedemikian hingga, dipastikan bahwa sanadnya adalah tersambung. Diriwayatkan oleh perawi yang kredibel dan terpercaya.
Ketiga, meskipun demikian,dalam perjalanannya, kitab Shahih al-Bukhari tidak luput dari kritik. Di antaranya adalah kritik dari Imam al-Daraqutni (385 H) dan Imam Abu Ali al-Ghassani (498 H). Keduanya mempermasalahkan keberadaan beberapa nama perawi. Di era modern, kritik terhadap kitab Shahih al-Bukhari juga disampaikan oleh pengkaji Islam dari Barat. Baik kritik yang fokus pada sanad ataupun matan. Namun demikian, kritik ini telah banyak mendapatkan respon balik dari ulama dan cendekiawan lain di masanya masing-masing.
Terlepas dari hal itu, diskursus keilmuan untuk mengkaji kitab Shahih al-Bukhari senantiasa menarik banyak kalangan. Di antaranya adalah terdapat 57 judul kitab syarah. Bejilid-jilid ditulis oleh ulama generasi setelah Imam al-Bukhari. Masing-masing berupaya menjabarkan kadungan hadis dalam Shahih al-Bukhari. Ditambah lagi dengan banyaknya kitab ta’liq (catatan pinggir) dan mukhtashar (ringkasan) dari kitab Shahih al-Bukhari.