Bulan Muharram atau bulan Suro memiliki sejarah penting bagi perjalanan Islam di dunia, terutama pada tanggal 10 Muharrom atau yang biasa disebut hari Asyura’. Al-Hafizh Ibnu Nashir al-Din al-Dimasyqi dalam bukunya Majmu’ fihi Rasail menyebutkan 3 peristiwa yang terjadi pada tanggal 10 Muharram.
Pertama, Allah menyelamatkan Nabi Nuh dari banjir bandang dan keluar dari kapalnya di atas gunung Judi setelah bumi ditenggelamkan selama 5 bulan. Para pakar sejarah meyakini bahwa banjir bandang tersebut melanda seluruh negeri yang ada di permukaan bumi. Dengan adanya banjir itu, semua orang kafir tenggelam sehingga Allah tidak menyisakan satu orang kafir pun di muka bumi.
Adapun panjang kapal Nabi Nuh menurut informasi dari Ibnu Jarir al-Thabari adalah 1200 hasta (540 meter) dan lebarnya 600 hasta (270 meter). Kapal itu dibuat 3 lantai. Lantai pertama untuk hewan ternak dan binatang buas. Lantai dua untuk manusia, dan lantai tiga untuk macam-macam burung.
Sementara menurut Ibnu Abbas, Nabi Nuh berada di kapal itu bersama 80 orang dengan keluarganya masing-masing. Mereka berada di kapal selama 150 hari. Allah mengarahkan kapal itu ke Makkah lalu kapal tersebut berputar-putar mengelilingi Baitullah selama 40 hari. Allah kemudian mengarahkan kapal itu berlabuh di bukit Judi.
Nabi Nuh dan para pengikutnya mulai naik ke kapal pada hari kesepuluh di bulan Rajab dan berlayar mengarungi air bah selama 150 hari hingga akhirnya kapal itu berlabuh di bukit Judi selama satu bulan. Mereka keluar dari kapal pada tanggal 10 Muharram.
Kedua, Allah selamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari tentara Fir’aun dan Allah menenggelamkan Fir’aun bersama tentara-tentaranya di laut merah. Menurut keterangan dari Ibnu Katsir yang mengutip pendapat beberapa mufassir menjelaskan bahwa Fir’aun berada di tengah-tengah pasukan berkudanya yang berjumlah 100.000 kuda jantan berwarna hitam. Adapun jumlah keseluruhan pasukan yang menyertainya 1.600.000 orang. Sementara jumlah Bani Israil yang dikejar tentara Fir’aun berjumlah 600.000 orang.
Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah, pada hari itu (10 Muharram), Nabi Musa yang diikuti Bani Israil menjalan puasa. Sebagaimana diceritakan Abu Hurairah bahwasanya Nabi saw. pernah berjalan melewati orang-orang Yahudi yang sedang berpuasa pada hari Asyura, lalu Nabi bertanya, “Puasa apa kalian?.” Mereka menjawab, “Hari ini Tuhan menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari tenggelam, sementara Fir’aun dan tentara-tentaranya ditenggelamkan. Pada hari ini juga, Tuhan melabuhkan kapal Nuh bi bukit Judi. Oleh sebab itu, pada hari ini Nuh dan Musa berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan mereka. Nabi pun bersabda, “Aku lebih berhak atas Musa dan lebih berhak untuk berpuasa pada hari ini. Selanjutnya Nabi bersabda kepada para sahabatnya, “Siapa di antara kalian berniat puasa pagi hari ini, hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Siapa diantara kalian terlanjur memakan makanan yang dihidangkan keluarganya, maka ia juga menyempurnakan sisa waktu hari ini untuk berpuasa.” HR. Ahmad
Ketiga, Husain, cucu Nabi saw. terbunuh di Karbala oleh para penghianat Kuffah, pasukan Yazid bin Mu’awiyah. Para pembunuh tersebut di antaranya bernama Syamir bin Dzi al-Jausyan, Husain bin Numair, Zur’ah bin Syarik al-Tamimi, Khauli bin Sa’ad al-Asbahi, Sinan bin Anas, dan Mahfaz bin Tsa’labah. Peristiwa terbunuhnya Husain di Karbala terjadi pada Jum’at, 10 Muharram 61 H (10 Oktober 680 M) dalam usia 58 tahun.
Al-Thabarani dalam bukunya Maqtal Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib mengisahkan bahwa suatu ketika, Husain bin Ali masuk ke kamar Nabi yang ketika itu sedang menerima wahyu. Lalu Husain meloncat ke atas pundak Nabi dan bermain-main di atas punggung beliau. Maka kemudian Jibril bertanya, “Wahai Muhammad, apa engkau mencintainya?.” Nabi pun menjawab, “Wahai Jibril, bagaimana aku tidak mencintai cucuku?.” Jibril lantas berkata kembali, “Sesungguhnya, setelah kamu wafat nanti umatmu akan membunuhnya.”
Jibril kemudian mengambil tanah berwarna putih dan memberikannya kepada Nabi seraya berkata, “Wahai Muhammad, di tanah inilah cucumu akan dibunuh. Tanah itu namanya Thaf (Karbala).” Ketika Jibril sudah pergi, Nabi Muhammad keluar dengan membawa tanah itu sambil berkata, “Wahai ‘Aisyah, Jibril memberitahu aku bahwa Husain, cucuku akan dibunuh di tanah Thaf dan sesungguhnya setelah kepergianku nanti, umatku akan menghadapi fitnah.”
Setelah itu, Nabi keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya yang kebetulan hari itu sedang berkumpul, di antaranya Ali, Abu Bakar, Umar, Hudzaifah, Ammar, dan Abu Dzar sambil menangis. Mereka pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkanmu menangis?”. Beliau menjawab, “Jibril memberitahu aku bahwa setelah aku pergi nanti cucuku Husain akan dibunuh di tanah Thaf. Dia membawa tanah ini dan memberitahu aku bahwa tanah ini nantinya akan menjadi tempat peristirahatan terakhir untuknya.”