Nama lengkapnya adalah Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Mahmud bin Ahmad. Ia diberi gelar Syihabud din dan Syaikhul Islam, ia juga biasa dipanggil Abu Fadhl dan Abul ‘Abbas. Ibnu Hajar lahir pada 22 Sya’ban 773 H di tepi sungai Nil, Mesir. Nama Ibnu Hajar dinisbatkan pada suatu kabilah bernama Kinan yang berasal dari ‘Asqalan, sebuah kota di pesisir Syam, Palestina.
Ibnu Hajar berasal dari keluarga yang mencintai ilmu. Ayahnya, Nuruddin merupakan seorang ahli fikih, ilmu bahasa Arab dan sastra. Nuruddin juga banyak membuat sya’ir, salah satu syairnya terkumpul dalam kitabnya “Diwan al-Haram”.
Ayahnya wafat pada bulan Rajab 777 H. Sedangkan ibunya telah wafat ketika Ibnu Hajar masih balita. Ibnu Hajar melewati masa kecilnya sebagai yatim-piatu dan tidak mengenyam pendidikan hingga berumur lima tahun. Namun, Imam Ibnu Hajar diberkahi kecepatan dalam menghafal sejak kecil. Ia dapat menghafal setengah hizb Qur’an (seperempat juz) dalam satu hari. Diriwayatkan bahwasanya beliau pernah menghafal surat Maryam dalam satu hari.
Imam Ibnu Hajar belajar tajwid dan menyelesaikan hafalan Qur’an pada umur sembilan tahun bersama Syihab Ahmad Al-khayuthi. Lalu beliau pindah ke Mekah pada umur 12 tahun dan belajar di sana. Ibnu Hajar belajar hadis untuk pertama kali di Mekah kepada Qadhi Al-hafizh Jamaluddin Ahmad Al-Makki dengan mempelajari kitab ‘Umdatul Ahkam, lalu kembali ke Mesir.
Pada umur 17 tahun, Ibnu Hajar menuntut ilmu kepada Syaikh Syamsuddin Muhammad bin ‘Ali al-Misri. Beliau mempelajari Ushul fiqh, fikih, bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu lainnya. Setelah beberapa tahun, Ibnu Hajar belajar sejarah. Ilmu inilah yang kemudian membuatnya dekat dengan Ilmu Ahwalu Ar-Ruwat.
Julukan syaikhul semakin gemilang seiring bertambahnya umur. Ia mampu mengantongi banyak ijazah atas kitab-kitab hadis seperti Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Sunan Ad-Darimi dan Jami’ Shahih karya Imam Bukhori. Segala hal yang diraih oleh sang Imam tak lepas dari rahmat Allah Swt.
Kesungguhan dan ketekunan sang Imam dalam menuntut ilmu membuahkan hasil gemilang yang masih dapat kita rasakan hingga sekarang. Di antara kebiasaan Ibnu Hajar dalam menuntut ilmu dan keindahan akhlaknya adalah: cepat dalam membaca hal-hal yang baik, cepat dalam menulis kebaikan, berteman dengan orang yang baik sesama penuntut ilmu, tidak ragu-ragu terhadap para pembesar, menginvestasikan seluruh waktu untuk belajar dan meneliti, rendah hati dalam menuntut ilmu, dan mampu menulis sambil mendengar.
Tidak hanya itu, ia juga selalu bersikap ramah terhadap orang asing dan penuntut ilmu, memelihara buku-buku dengan baik, sangat memuliakan guru, rajin shalat tahajud dan berpuasa, rajin membaca Al-Quran dan mencintai orang-orang shaleh, serta selalu mengamalkan apa yang telah dipelajari.
Ibnu Hajar belajar dari banyak guru, jumlah gurunya bahkan melebihi 200 orang. Para Imam dan Syaikh di zamannya mengakui kecerdasan dan kekuatan hafalan Ibnu Hajar. Salah satunya adalah apa yang disampaikan oleh Imam ibnu Al-Haim, “Ibnu Hajar adalah orang dengan kecerdasan mutlak, tidak ada yang melampaui kecerdasannya pada masa itu.
Selain itu, Imam Al-Bulqini, seorang mujtahid ‘alim memuji Ibnu Hajar dan berkata kepada Ibnu Hajar, “Engkau adalah seorang hafidz yang mutqin (teliti), kamu tidak meragukan apapun tentangmu.” Berkata pula Imam Al-Iraqi mengomentari kitab Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar,”Kitab ini adalah karangan seorang hafidz, mutqin, kritikus, dan seseorang yang dapat berhujjah, yaitu Syihabuddin Ahmad bin Ali As-Syafi’i, semoga Allah memberikan manfaat padanya karena faidah-faidahnya.
Tahun 852 H, Sang Syaikhul Islam mulai mengalami sakit pada bulan Dzulqa’dah. Walaupun begitu Imam Ibnu Hajar masih menghadiri majelis imla dan sholawat, masih ikut melaksanakan shalat jumat dan bahkan tidak meninggalkan shalat berjamaah. Ia pun akhirnya wafat bersama awan mendung disertai hujan gerimis pada tahun 852 H.
Jenazahnya diantarkan oleh ribuan jamaah yang tak terhitung jumlahnya. Wafatnya Syaikhul Islam ini membuat umat Islam dirundung kesedihan lantaran kehilangan salah satu ulama terbaik umat ini. Diriwayatkan dari imam Al-Baihaqi, bahwa Ibnu Hajar telah mengislamkan banyak ahlu zimmi di masa tersebut.
Warisan beliau sangat terkenal dalam bidang keilmuan dan kepenulisan Islam terutama dalam ilmu hadis, di antara karya beliau adalah Fathul Barii Syarh Shahih Bukhari, Buluhgul Maraam min Tahqiqil Ahkam, Tahdzibut Tahdzib, dan masih banyak lagi karya-karya beliau yang sangat bermanfaat dan masih terus digunakan hingga sekarang.
Kisah Ibnu hajar sangat apik dan sarat dengan hikmah. Beliau sangat gigih dalam menuntut ilmu dari usia belia meskipun dengan keadaan yatim piatu. Keberkahan yang Allah Swt. curahkan kepada Ibnu Hajar adalah hikmah yang begitu nyata bahwa Allah tidak pernah menyia-nyiakan amalan orang-orang yang bersungguh-sunggih. Karena ilmu hanya akan menempel pada orang yang siap menyerahkan seluruh hidupnya untuk mencarinya, ilmu itu sangat pencemburu, ia tidak akan sudi dekat dengan orang-orang yang setengah-setengah hati datang padanya.
Ilmu mempunyai dua musuh paling berbahaya, yaitu malu dan sombong, malu bertanya mengakibatkan tersesat di jalan, sedangkan kesombongan hanya akan mengantarkan manusia pada keterbelakangan karena penolakan pada pembaruan dan perkembangan.
Wallahu A’lam.
Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di Majalahnabawi.com