Resepsi Putri Anies Baswedan Digelar Tiga Hari Berturut-turut, Begini Kata Hadis Nabi

Resepsi Putri Anies Baswedan Digelar Tiga Hari Berturut-turut, Begini Kata Hadis Nabi

Resepsi Putri Anies Baswedan Digelar Tiga Hari Berturut-turut, Begini Kata Hadis Nabi

Resepsi putri Anies Baswedan, Mutiara Annisa Baswedan dengan suaminya Ali Saleh Alhuraybi berlangsung selama tiga hari berturut-turut, Jum’at (29/7) hingga Minggu (31/7). Alasannya adalah agar tidak terjadi penumpukkan tamu, sehingga tamu dibagi menjadi tiga kloter. Lantas bagaimana hukum menggelar resepsi pernikahan selama tiga hari berturut-turut dengan alasan agar tamu tidak menumpuk dalam satu hari?

Hadis Celaan Resepsi di Hari Ketiga

Ternyata, ada hadis Nabi yang membahas tentang durasi hari resepsi pernikahan atau walimatul urs. Berikut redaksi hadis tersebut:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْوَلِيمَةُ أَوَّلَ يَوْمٍ حَقٌّ وَالثَّانِيَ مَعْرُوفٌ وَالثَّالِثَ رِيَاءٌ وَسُمْعَةٌ

“Rasulullah SAW bersabda, ‘Walimah yang diadakan pada hari pertama itu benar, pada hari kedua itu baik, sementara pada hari ketiga adalah riya dan sum’ah (ingin dipuji).'” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan lainnya)

Setelah dirujuk dalam kitab-kitab hadis primer, hadis tersebut diriwayatkan oleh beberapa sahabat dengan adanya sedikit perbedaan dalam redaksinya. Di antara sahabat yang meriwayatkan adalah Abu Hurairah, Zuhair bin Utsman, Ibnu Mas’ud, Ibn Abbas dan Anas bin Malik. Sayangnya meskipun hadis tersebut memiliki banyak jalur periwayatan, namun seluruhnya dihukumi dhaif.

Akan tetapi, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari berhati-hati dalam menilai kualitas hadis tersebut karena banyaknya jalur periwayatan dari beberapa sahabat (syawahid).

وهذه الأحاديث وإن كان كل منها لا يخلو عن مقال فمجموعها يدل على أن للحديث أصلا

“Meskipun hadis-hadis ini tidak lepas dari penilaian negatif ulama, tapi jika melihat kumpulan jalur hadisnya dapat disimpulkan bahwa hadis ini boleh jadi bersumber dari Nabi SAW.”

Hukum Menggelar Resepsi Berhari-Hari

Hadis ini juga tetap dijadikan hujjah oleh mazhab Syafi’i dan Hanbali, dengan menghukumi makruh pada walimah di hari ketiga. Berbeda dengan mazhab Maliki juga Imam al-Bukhari yang tidak menjadikan hadis ini sebagai dasar dan membolehkan walimah digelar dalam beberapa hari bahkan dianjurkan seminggu bagi yang berkecukupan. (Lihat: Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Daarul Ma’rifah, 9/243)

Terlepas dari perbedaan pendapat yang ada terkait keabsahan hadis di atas sebagai landasan hukum, mari kita fokus mendiskusikan isi redaksi (matan) hadis. Memang secara tekstual, hadis tersebut jelas mencela walimah yang diadakan hingga tiga hari lamanya. Dengan mengklaim bahwa walimah pada hari ketiga adalah riya dan sum’ah. Namun, tidak serta merta kita dapat mengamalkan permukaan teks hadis ini tanpa memahami konteks hadis dan aspek lainnya. Masih dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menukil pendapat beberapa pendapat ulama mengenai hadis ini:

وقال العمراني إنما تكره إذا كان المدعو في الثالث هو المدعو في الأول وكذا صوره الروياني واستبعده بعض المتأخرين وليس ببعيد لأن إطلاق كونه رياء وسمعه يشعر بأن ذلك صنع للمباهاة وإذا كثر الناس فدعا في كل يوم فرقة لم يكن في ذلك مباهاة غالبا

“Al-Amrani berpendapat, walimah di hari ketiga makruh kalau tamu undangan pada hari ketiga sama dengan tamu undangan di hari pertama. Inilah gambaran dari pendapat ar-Ruyani. Pandangan ini dianggap keliru oleh sebagian ulama mutaakhirin, padahal tidak keliru. Karena kemungkinan adanya riya dan sum’ah itu jika walimah tiga hari dimaksudkan untuk bermegah-megahan (bukan karena banyaknya tamu). Namun jika para tamu undangan sangat banyak, kemudian dibagi setiap harinya satu kloter, maka itu tidak mengindikasikan adanya unsur bermegah-megahan.”

Kesimpulan Hukum Resepsi Putri Anies Baswedan

Jadi sudah jelas, tidak selamanya resepsi pernikahan yang digelar tiga hari berturut-turut adalah bentuk riya dan kesombongan. Seperti dalam kasus resepsi putri Anies Baswedan yang beralasan untuk menghormati tamu undangan agar tidak membludak dalam satu hari. Dari hadis ini kita juga belajar agar tidak mudah menyingkirkan begitu saja hadis dhaif. Lebih dari itu, hendaknya memahami hadis tidak dari permukaannya saja, melainkan dari sisi konteksnya juga. Wallahu A’lam.