Dalam berkehidupan beragama, umat Islam dituntut untuk menjalani segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala laranganya. Salah satu perintahnya ialah agar umat Islam selalu mengonsumsi sesuatu yang halal, dan laranganya untuk mengonsumsi sesuatu yang haram. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (المائدة: 88)
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Q.S al-Maidah: 88).
Walaupun pada ayat di atas tidak ada redaksi yang menjelaskan tentang larangan mengkonsumsi sesuatu yang haram secara eksplisit, pada tinjauan ushul fikih, apabila ada sesuatu yang diperintah, maka otomatis juga ada pelarangan dari sesuatu yang berlawanan dari perintah tersebut. Dalam bahasa Arabnya yaitu:
الأمر بالشيء نهي عن ضده
Penerapannya, ketika kita diperintah untuk mengonsumsi sesuatu yang halal saja, maka kita juga dilarang untuk mengkonsumsi lawan dari yang halal, haram.
Ketika agama memberi peringatan tentang konsumsi sesuatu yang haram, maka umat Islam dituntut selalu berhati-hati dan berusaha maksimal mungkin untuh menjauhinya. Sudah banyak ulama yang menjelaskan tentang bahaya dari mengkonsumsi sesuatu yang haram, salah satunya ulama dari Indonesia yang juga pernah menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal almaghfurllah K.H Ali Mustafa Yaqub.
Dalam bukunya, Kriteria Halal Haram untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut Al-Qur’an dan Hadis, setidaknya ada tiga alasan mengapa kita dilarang untuk mengonsumsi sesuatu yang haram, yaitu:
Pertama, tertolaknya amal ibadah. KH. Ali Musthafa Yaqub berdalil dengan sebuah hadis yang berbunyi:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:” أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ”.
“Rasulullah SAW bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seeprti diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: {Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan}. Dan Allah juga berfirman: {Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami berikan kepadamu}. Kemudia Rasulullah SAW menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai, dan berdebu. Orang itu mengangkat tanganya ke langit seraya berdoa: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makananya dari barang yang haram, minumanya dari yang haram, pakaianya dari yang haram, dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya?.” (H.R Muslim)
Inti dari hadis di atas, ialah doa seorang hamba yang menkonsumsi sesuatu yang haram, itu tidak dikabulkan di sisi Allah SWT. Ali Musthafa Yaqub juga menjelaskan bahwa doa adalah ibadah, beliau berdalil dengan sebuah hadis:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Sesungguhnya Rasullah SAW bersabda: “Sesungguhnya doa adalah ibadah.” (H.R Ahmad)
Bisa diambil kesimpulan dari dua hadis di atas, apabila doa ditolak disebabkan konsumsi sesuatu yang haram, maka semua ibadah pun sama, yaitu tertolak sebab mengkonsumsi sesuatu yang haram. KH Ali Musthafa Yaqub juga menukil perkataan Imam Ibnu Kasir, “Konsumsi sesuatu yang halal, itu menjadi sebab dari terkabulnya doa dan Ibadah, sedangkan mengkonsumsi sesuatu yang haram menjadi sebab tercegahnya doa dan ibadah.”
Kedua, mendapatkan siksa neraka. Kiai Ali Musthafa Yaqub berdalil dengan sebuah hadis:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :إِنَّ اللَّهَ أَبَى عَلَيَّ أَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ لَحْمًا نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ.
“Rasulullah SAW bersabda: “Sesunggunya Allah menolak atasku untuk memasukan ke dalam surga daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka nereka lebih utama untuknya.” (H.R Hakim)
Sesuatu yang kita makan, akan menjadi bagian dari tubuh kita. Tubuh yang terdiri dari makanan haram, tidak suka untuk beribadah dan mentaati Allah SWT, justru lebih suka untuk bermaksiat kepada-Nya. Seluruh gerak tubuh, aktivitasnya, dan perbutanya, semua akan menjadi berbuah keharaman, jika sumber tenanganya berasala dari makanan yang haram. Tubuh seperti inilah yang berhak untuk mendapatkan siksa di neraka kelak.
Ketiga, membahayakan tubuh. Tidak bisa diragukan, ketika Allah SWT menghalalkan kepada kita sesuatu yang baik-baik, maka itu semua untuk kebaikan kita semua, sedangkan ketika diharamkan sesuatu yang buruk, maka itu semua untuk mencegah bahaya yang akan mengancam untuk diri kita. Ini semua adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hambanya. (AN)
Wallahu a’lam.