Sepeninggalan Nabi Saw, Aisyah menjadi salah satu rujukan kaum muslimin tatkala mereka menghadapi permasalahan keagamaan. Dalam al-Ijābah li Īrādi Mastadrakathu Āisyah ‘alas Shahābah dituliskan, Abu Musa al-Asy’ari Ra pernah berkata, “Setiap kali kami, para sahabat menghadapi kesulitan dalam memahami suatu hadis, kami sering bertanya kepada Aisyah. Ia pun selalu mampu menjawabnya.”
Aisyah sudah mulai berfatwa sejak masa khilafah Abu Bakr RA, Umar RA, Utsman RA dan seterusnya hingga ia menutup usia. Maka tak heran bila putri Ummu Rumman ini dinobatkan sebagai salah satu sahabat yang paling banyak berfatwa.
Baca juga: Ketika Ulama’ Enggan Berfatwa
Perlu diketahui, di masa Umar, tak sembarang orang boleh berfatwa, hanya orang-orang terpilihlah yang diperbolehkan berfatwa, salah satunya adalah Ummul Mukminin Aisyah RA. Ini menunjukkan bahwa Umar RA pun mengakui kedalaman ilmu istri Rasulullah Saw ini.
Di masa itu, ada 130 orang lebih sahabat yang berfatwa, namun di antara mereka hanya tujuh yang fatwanya paling banyak, yaitu Umar bin Khattab Ra, Ali bin Abi Thalib Ra, Abdullah bin Umar Ra, Aisyah Ummul Mukminin Ra, Zaid bin Tsabit Ra, Abdullah bin Umar Ra, dan Abdullah bin Abbas Ra.
Tak hanya banyak berfatwa, Aisyah juga merupakan sahabat perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadis. Bahkan putri as-Shiddiq ini menempati posisi keempat di antara para sahabat lain yang paling banyak meriwayatkan hadis. Terhitung sebanyak 2.210 pernah diriwayatkan Aisyah -Perawi hadis terbanyak pertama adalah Abu Hurairah, kedua Abdullah bin Umar, ketiga Anas bin Malik dan keempat Aisyah binti Abu Bakr.
Baca juga: Ini Pesan-Pesan Rasul SAW Saat Pernikahan Fatimah RA
Murid-murid Aisyah
Ada puluhan sahabat yang meriwayatkan hadis dari Aisyah, beberapa di antaranya, Ayahandanya, Abu Bakr, Umar bin Khattab, Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abu Musa al-Asy’ari, Saib bin Yazid, dan Shafiyyah binti Syaibah. Sedangkan murid Aisyah dari kalangan tabiin ada sekitar 150 orang. Beberapa di antaranya Said bin al-Musayyab, Amr bin Maimun, Alqamah bin Qais, Masruq, dan al-Aswad bin Yazid.
Bayangkan, usia Aisyah masih begitu muda, bahkan kala itu bangsa Arab masih begitu kental terhadap budaya patriarkhi, mereka sering kali tidak memperhitungkan pendapat dan pengetahuan yang dimiliki perempuan. Namun Aisyah mampu membuktikan bahwa keilmuan perempuan bisa menjadi rujukan, perempuan boleh berfatwa dan boleh pula mengajar. (AN)
Wallahu a’lam bisshawab
Baca juga tulisan lain tentang muslimah bekerja di sini.
*Artikel ini kerjasama Islamidotco dengan Rumah KitaB