Asy-Syifa binti Abdullah: Sahabat Perempuan yang Diperintah Rasulullah untuk Mengajarkan Pengobatan Tradisional Kepada Hafshah

Asy-Syifa binti Abdullah: Sahabat Perempuan yang Diperintah Rasulullah untuk Mengajarkan Pengobatan Tradisional Kepada Hafshah

Asy-Syifa binti Abdullah merupakan seorang sahabat dari golongan perempuan yang memiliki keahlian di bidang pengobatan tradisional. Rasulullah pernah memerintahkan kepadanya untuk mengajarkan keahliannya kepada Hafshah.

Asy-Syifa binti Abdullah: Sahabat Perempuan yang Diperintah Rasulullah untuk Mengajarkan Pengobatan Tradisional Kepada Hafshah
Ilustrasi seorang perempuan yang memanah.

Rasulullah SAW pada zamannya memiliki beberapa shahabiyah (sahabat dari golongan perempuan) yang ikut menyaksikan, mendukung, dan membantunya dalam berdakwah. Melalui ilmu dan kebaikan, mereka ikut berkontribusi terhadap kesejahteraan kaum muslimin. Salah seorang shahabiyah yang patut diketahui karena berperan penting dalam dakwah Rasulullah adalah Asy-Syifa binti Abdullah.

Mengenal Asy-Syifa binti Abdullah

Nama lengkapnya adalah Asy-Syifa binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah. Beliau berasal dari keluarga Ibnu Abdu Syam yang merupakan keluarga terkemuka. Ibunya bernama Fatimah binti Wahab bin Amr bin A’id bin Imran Al-Mahkzumiyyah, dan ayahnya bernama Abdu Syams. Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa nama asli Asy-Syifa adalah Laila.

Nama Asy-Syifa binti Abdullah berkaitan dengan kata syifa (الشفاء) yang berarti obat atau penawar. Ia lebih terkenal dengan panggilan ‘Asy-Syifa’ karena melalui tangannya (dan dengan izin Allah SWT), ia dapat membantu untuk menyembuhkan orang sakit. Asy-Syifa sendiri merupakan ahli pengobatan dan ahli baca tulis sejak zaman Jahiliyah.

Dalam kitab Nisa Haula ar-Rasul, disebutkan bahwa Asy-Syifa memeluk Islam pada masa awal penyebaran Islam di Makkah, tepatnya sebelum Rasulullah dan kaum muslimin ke Madinah. Ia juga termasuk ke dalam golongan muhajirin awal yang hijrah ke Madinah setelah Rasulullah menerima perintah dari Allah untuk berhijrah.

Dia juga termasuk wanita yang disebut di dalam firman Allah,

“Wahai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk berbaiat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang makruf, maka terimalah baiat mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS: Al-Mumtahanah:12).

Ibnu Hajar dalam kitabnya al-Ishabab menggambarkan Asy-Syifa sebagai salah seorang cendekia dari kalangan wanita. Ia termasuk satu dari sedikit shahabiyah yang bisa membaca dan menulis. Pengetahuan yang dimilikinya juga di atas rata-rata, khususnya dalam bidang pengobatan tradisional. Ia pun menjadi guru baca tulis bagi kaum muslimin lainnya.

Ahli Pengobatan Tradisional

Seperti yang telah disebut sebelumnya, Asy-Syifa binti Abdullah memiliki kemampuan pengobatan tradisional.  Salah satu pengobatan tradisional yang ia kuasai adalah Ruqyah Namlah, yaitu pengobatan terhadap luka-luka yang menjalar di sisi badan dan anggota tubuh lainnya.

Rasulullah melihat bahwa metode pengobatan Asy-Syifa sesuai dengan ketentuan Islam dan tidak mengandung unsur syirik. Beliau sangat mengagumi kemampuan dan kebaikan hati Asy-Syifa, hingga akhirnya memberikan sebuah rumah khusus (semacam klinik) yang tidak jauh dari pemukiman kaum muslimin. Rasululullah berharap Asy-Syifa dapat mengamalkan ilmunya dengan membantu menyembuhkan kaum muslimin yang sedang sakit.

Asy-Syifa menempati rumah tersebut bersama anaknya, Sulaiman bin Abu Khatmah, dan suaminya, Abu Khatmah bin Ghanim Al-Quraisyi Al-Adawi. Anak dan suaminya juga turut membantu Asy-Syifa dalam menjalankan amanah yang diberikan oleh Rasulullah itu.

Tidak hanya itu, Rasulullah juga pernah memerintahkan Asy-Syifa untuk mengajari salah seorang istrinya, Hafshah binti Ummar bin Khatab, tentang pengobatan tradisional. Sebagaimana sabda beliau: “Wahai Syifa’, ajarkanlah kepada Hafshah cara mengobati penyakit sebagaimana engkau mengajarinya menulis.”

Selain dipercaya untuk melakukan pengobatan tradisional oleh Rasulullah, Asy-Syifa juga dipercaya oleh Khalifah Umar bin Khatab sebagai pengurus manajemen pasar Madinah. Hal itu karena ia memiliki kecerdasan dan ide-ide yang cemerlang. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat menyebutkan bahwa Asy-Syifa merupakan seorang Qadhi Hisbah atau pengawas pasar di lingkungan Madinah. Ia diberi wewenang untuk perizinan usaha.

Asy-Syifa juga menjadi seorang perawi hadits. Ia meriwayatkan beberapa hadits dari Rasulullah secara langsung maupun yang ia dengar dari sahabat lainnya. Beberapa perawi yang meriwayatkan hadis dari jalur Asy-Syifa, antara lain: Sulaiman bin Abu Khatmah (anaknya), Abu Bakar dan Utsman (cucunya), Abu Ishaq, hingga Hafshah (Ummul Mukminin).

Bukti Peran Perempuan dalam Dakwah Rasulullah

Sepeninggal Rasulullah, Asy-Syifa binti Abdullah tetap setia mengerahkan segenap ilmu dan tenaganya untuk membantu kaum muslimin. Semua itu dilakukan hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun ke-20 Hijriyah.

Perjalanan Asy-Syifa sebagai shahabiyah Rasulullah yang berkiprah di luar rumah tidak membuat kewajiban utamanya menjadi seorang istri dan ibu terbengkalai. Ia mampu menyeimbangkan antara kewajiban di rumah dan kewajiban di luar rumah.

Inilah kisah mulia salah seorang shahabiyah terbaik Rasulullah yang berperan penting dalam membantu menyebarkan ilmu, dakwah dan ajaran Islam. Kisah ini juga dapat memberi pelajaran bahwa perempuan juga mampu berkontribusi dalam hal apapun bagi kehidupan suatu kaum. Kisah ini juga menguatkan pandangan bahwa Islam membolehkan perempuan mengambil peran di luar rumah dengan syarat-syarat tertentu dan tidak meninggalkan kewajiban utamanya. [NH]