Alkisah, di zaman Rasulullah SAW, ada seorang suami yang memberi wasiat kepada sang istri agar tidak meninggalkan rumah selama suaminya melakukan safar atau perjalanan keluar. Wasiat ini harus dilaksanakan termasuk ketika terjadi sesuatu apapun. Kisah ini sebagaimana tertera dalam kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam Ghazali.
Setelah sang suami bepergian keluar, ternyata datang kabar kepada sang istri tersebut bahwa ibunya sedang sakit parah. Mendapat kabar bahwa ibunya sakit, sang istri pun tetap memegang teguh amanah sang suami untuk tidak meninggalkan rumah. Hingga akhirnya, kabar tentang wafatnya sang ibu sampai kepada sang istri tersebut. Namun sang istri tetap tidak berani melanggar perintah sang suami.
Setelah itu, datanglah sebuah berita dari Rasulullah Saw kepada sang istri tersebut bahwa ibunya yang telah meninggal mendapatkan ampunan Allah Swt karena anaknya tetap menjaga ketaatan kepada sang suami.
Hingga suatu waktu, sang istri salehah tersebut memberikan wasiat kepada anak perempuannya. Ia pun berkata sebagai berikut:
Putriku, jaga dan pelihara serta perhatikanlah sepuluh perkara yang menjadi kewajibanmu terhadap suamimu, yakinlah jika kamu melaksanakan hal ini, akan menjadi investasi ganjaran dan pahalamu.
Yang pertama dan kedua adalah qona’ah. Yaitu sikap menerima dengan senang hati, keadaan suamimu dan apapun serta berapapun pemberian suami. Mendengarkan penuh dengan rasa hormat ketika suami berbicara, serta mentaatinya di luar perkara maksiat.
Adapun yang ketiga dan keempat yaitu menjaga tatapan suami agar senantiasa memandangmu penuh kemesraan dan kebahagian. Jangan berlaku dan bersikap yang bisa membuat pandangan suamimu menjadi pandangan kemarahan dan kemurkaan. Jaga dan perhatikan badanmu, jangan sampai suamimu mencium aroma tidak sedap darimu. Beraroma wangilah ketika engkau akan menghadap suamimu.
Kemudian yang kelima dan keenam adalah perhatikan waktu makan dan waktu tidur atau istirahat suamimu. Karena dalam keadaan sangat lapar atau kurang tidur, cenderung membuat suami lebih sensitif emosinya atau mudah emosi.
Sedangkan yang ketujuh dan kedelapan yaitu menjaga dengan penuh amanah, harta suami serta memelihara hubungan baik dengan keluarga besar pihak suami.
Dan yang kesembilan dan kesepuluh adalah jangan engkau membantah perintah dan keinginannya. Dan jangan engkau sebarkan apa yang menjadi rahasianya. Maka sesungguhnya ketika engkau membantahnya, atau berlaku dengan sikap yang menyebabkan kecemburuan atau perasaan tidak nyaman dalam hatinya. Dan jika engkau menyebarkan apa yang menjadi rahasia suamimu, maka aku tak kan merasa aman atau tenang akan kemarahan suamimu.
Jaga dan jadilah engkau seorang penghibur kala suamimu dalam keadaaan terpuruk atau bersedih, dan Jadilah engkau seorang yang bersedih kala suamimu dalam kegembiraan atau dalam artian bertindak sebagai pengerem.
Oleh karena itu, ketika seorang perempuan sudah menjadi seorang istri, maka kewajibannya adalah berbakti kepada sang suami. Walaupun perempuan di era sekarang bisa melakukan berbagai hal, namun kewajibannya ketika menjadi seorang istri harus atau sebisa mungkin tetap dilaksanakan. Hal tersebut tidak lain supaya dalam rumah tangga terbangun sebuah keluarga yang harmonis, sakinah, mawaddah wa rahmah dan ridhoi Allah Swt.
Wasiat-wasiat kepada istri di atas bukan berarti mengekang seorang perempuan atau seorang istri untuk selalu berada di rumah mengabdi kepada suaminya. Karena Islam sendiri membolehkan seorang perempuan untuk mempunyai kiprah dan peran lebih dalam berbagai hal, dengan catatan tanpa mengabaikan kewajiban-kewajibannya ketika menjadi seorang istri dan seorang ibu.
Hal tersebut tidak lain, karena perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak. Ketika seorang perempuan bisa memberikan pendidikan dan sebuah contoh yang baik, tentu anak-anaknya kelak akan mudah menirunya. Karena ketika sang ibu memberikan sebuah teladan yang baik, adalah bagian dari sebuah pendidikan akhlak. Dan tentunya, menjadi teladan yang baik bukan hanya harus dilakukan oleh perempuan saja. Akan tetapi sebaliknya, lelaki atau para suami juga harus memberikan teladan yang baik juga.
Jika dalam kisah di atas seorang istri tidak berani melanggar perintah suaminya, walaupun untuk mengunjungi ibunya yang meninggal, bisa jadi karena pada masa dahulu, belum ada alat komunikasi seperti saat ini. Mungkin saja kalau sudah ada, ketika sang istri meminta izin kepada suaminya pun akan diperbolehkan.