Obituari: Melihat Paus Fransiskus dari Jendela Seorang Muslim Indonesia dan Kepeduliannya untuk Palestina

Obituari: Melihat Paus Fransiskus dari Jendela Seorang Muslim Indonesia dan Kepeduliannya untuk Palestina

Obituari: Melihat Paus Fransiskus dari Jendela Seorang Muslim Indonesia dan Kepeduliannya untuk Palestina
Paus Fransiskus didampingi oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar (kanan) dan Uskup Agung Jakarta Mgr Kardinal Ignatius Suharyo (kiri) saat menandatangani ”Deklarasi Bersama Istiqlal 2024” di Plaza Al-Fattah, Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (5/9/2024).(INDONESIA PAPAL VISIT COMMITTEE/KOMPAS.com/ANTONIUS ADITYA MAHENDRA)

Sebagai muslim di Indonesia, apa yang membuat Paus Fransiskus istimewa dan wafatnya sosok itu, hari ini usai paskah begitu menyesakkan dada?

Jika Anda masih bingung, kenapa kita negeri muslim besar dunia begitu gembira ketika Paus datang ke Indonesia beberapa waktu lalu, maka sejujurnya Anda mungkin belum benar-benar membuka rumah dengan lebar.

Ada faktor keteladanan seperti yang banyak diulas publik dan ketika ia berada Indonesi begitu terlihat. Sosok pemimpin agama Katolik itu menunjukkan bagaimana seharusnya bersikap sebagai pemimpin dan agamawan: ogah bermewah-mewah dan progesif melakukan perlawanan.

Satu hal penting, Paus Fransiskus yang datang ke negeri mayoritas muslim besar seperti Indonesia juga menyiratkan pesan penting. Yakni soal posisi Indonesia sebagai salah satu juru damai dunia.

Juru Damai 

Sosok Paus asal Argentina itu terlibat dalam beberapa pertemuan penting dengan para pemimpin Islam dan dunia, serta mencerminkan komitmennya untuk membangun dialog antaragama. Ia percaya, agama bisa ikut menyumbang kepada dunia.

Ia pun mengajak dunia untuk dialog, bukan perang sebagai alat negosiasi antar sesama manusia.

“Jangan lupa satu hal ini, peperangan adalah sebuah kekalahan. Permusuhan di antara kita adalah sebuah kekalahan untuk kita,” katanya di Jakarta, Rabu, 4 September 2024.

Saat ini, perang masih berlangsung seperti perang Rusia-Ukraina dan genosida Israel di bumi Palestina seperti tak ada habisnya.

Sosok bernama Jorge Mario Bergoglio dan dikenal sebagai sosok progresif ini tidak diam begitu saja meihat hal ini dan bukan sekadar berkata-kata.

Pada Februari 2019 lalu, Paus Fransiskus melakukan kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab. Di sana, ia bertemu dengan Sheikh Ahmed el-Tayeb, Imam Besar Al-Azhar.

Al-Azhar sendiri memegang kunci pengaruh di dunia muslim, tak terkecuali Indonesia.

Saat itu, Paus Fransiskus dan Sheikh Ahmed el-Tayeb menandatangani sebuah dokumen penting bagi peradaban dunia dan jadi momen bagi agama-agama berfleksi, apakah agama bisa jadi solusi masa depan dunia atau justu sebaliknya: jadi masalah?

Baca juga: Tanda Tangani Deklarasi Istiqlal, Paus Fransiskus: Kekayaan Indonesia Bukan (Hanya) Sumber Data Alamnya Tapi Juga Kerukunannya

Paus dan Sheikh Al-Azhar pun bersama-sama berdeklarasi, gandengan tangan dan menyuarakan testamen berjudul Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama di Abu Dhabi.

Sebuah Peristiwa yang bersejarah di era modern ini.

Dokumen tersebut merupakan deklarasi bersama yang menekankan persaudaraan manusia, perdamaian, dan toleransi.

Di dalamnya, Paus Fransiskus dan Sheikh el-Tayeb menyerukan kepada umat beragama di seluruh dunia untuk meninggalkan kekerasan dan ekstremisme, serta berkomitmen untuk mempromosikan persaudaraan, toleransi, dan koeksistensi damai.

Bagi keduanya, agama-agama seharusnya menjadi sumber persatuan, bukan pemecah belah, dan bahwa setiap orang berhak hidup dalam damai, terlepas dari keyakinan mereka.

Ada sejumlah poin penting dalam dokumen itu, yakni pengakuan atas hidup sebagai anugerah, komitmen dalam kebebasan bergama dan satu lagi adalah, penolakan terhadap kekerasan berbau agama.

Satu poin lagi, untuk mencapai hal itu dan masuk poin selanjutnya, bagaimana dialog menjadi penting.

Baca juga: Ketika Paus Fransiskus Mengunjungi Istiqlal, Saya Melihat Lagi Obrolan di Film Two Popes yang Mengubah Wajah Dialog Antar Agama Dunia

Dalam dialog, ada persamaan hak dan penghormatan kepada yang berbeda. Titik itu menjadikan agama jadi tokoh sentral perdamaian dunia.

Dunia lantas menyambutnya dan jadi pintu  dalam upaya membangun perdamaian global dan mengurangi ketegangan antaragama.

Dokumen kemudian menjadi panduan bagi banyak inisiatif lintas agama di berbagai belahan dunia.

Selain itu, menjadi jembatan untuk menerabas ketegangan antara Katolik dan Islam di dunia yang terjadi lama, serta jadi arah baru hubungan antar agama untuk membentuk masa depan dunia yang lebih baik.

Perang Hanya Menimbullan Korban, Palestina Harus Ditolong

Tiga hari sebelum wafat, ia berpidato dalam momen paskah umat Katolik dan berpesan agar hasrat manusia untuk berperang dihentikan. Ia pun meminta agar semua phak bersama-sama menghentikan peperangan di Rusia-Ukraina dan mengajak untuk menolong Palestina.

Bahkan, ketika menyebut penderitaan yang jadi korban di Palestina, ia ingin agar peperangan dihentikan.

“Saya menyampaikan kedekatan saya dengan penderitaan rakyat Israel dan Palestina,” ujarnya seperti dilansir dari Reuters.

Bagi Paus, peperangan adalah kekalahan manusia.

“Saya mendesak semua pihak yang bertikai: hentikan peperangan, bebaskan sandera, dan bantu rakyat yang kelaparan demi masa depan yang damai.”

Kini, sosok itu berpulang. Pribadi yang teguh memegang kunci dialog sebagai peranan penting bangun dunia.

Selamat jalan,  Paus. Salam buat Gus Dur di sana.