Istri Pemaaf Meski Dizalimi, KH. Ma’ruf Khozin: Maaf Mas, Cari Pintu Surga Jalur Lain Saja

Istri Pemaaf Meski Dizalimi, KH. Ma’ruf Khozin: Maaf Mas, Cari Pintu Surga Jalur Lain Saja

Istri Pemaaf Meski Dizalimi, KH. Ma’ruf Khozin: Maaf Mas, Cari Pintu Surga Jalur Lain Saja
K.H Ma’ruf Khozin (Sumber: Facebook Ma’ruf Khozin)

Dilansir dari laman facebook KH. Ma’ruf Khozin, beliau mengomentari potongan hadis dalam sebuah poster yang tersebar di sosial media. Poster tersebut diberi judul “Nasehat Istri Shalihah Lebih Dulu Meminta Maaf Kepada Suaminya”. Uniknya beliau menambahkan catatan di bawah poster tersebut “Asal suaminya seperti Assidiq”.

Berikut redaksi hadis yang tertera dalam poster tersebut :

Nabi SAW bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullah!” Nabi SAW menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.”

Kiai Ma’ruf Khozin bertutur bahwa awalnya beliau sangat senang melihat hadis di poster tersebut dan berniat memperlihatkan kepada istrinya. Namun setelah beliau merujuk langsung hadis tersebut dalam kitab-kitab hadis, dan membaca utuh hingga ke syarah (penjelasan) hadisnya, beliau mengurungkan niatnya itu. Karena ternyata poster tersebut hanya menampilkan setengah potong hadis terakhir, sedangkan awal hadisnya tidak.

Sebelum menyebutkan ciri-ciri istri dan perempuan ahli Surga, dalam hadis itu Rasulullah terlebih dahulu memaparkan karakteristik lelaki ahli Surga. Berikut bunyi hadis secara utuh yang penulis nukil dari Mu’jam al-Kabir karya Imam Thabarani :

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِرِجَالِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ، وَالصِّدِّيقُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ، وَالرَّجُلُ يَزُورُ أَخَاهُ فِي جَانِبِ الْمِصْرِ فِي الْجَنَّةِ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟، قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: “الْوَدُودُ الْوَلُودُ الَّتِي إِنْ ظَلَمَتْ أَوْ ظُلِمَتْ قَالَتْ: هَذِهِ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، لَا أَذُوقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى

Rasulullah SAW bersabda: “Maukah aku kabarkan tentang lelaki penghuni surga di antara kalian? Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah. Kemudian Nabi bersabda: Nabi berada di surga, orang yang mati syahid di surga, ash-shiddiq di surga, bayi baru lahir di surga, dan laki-laki yang mengunjungi saudaranya di penghujung negeri (karena Allah) di surga. Maukah aku kabarkan tentang perempuan penghuni surga di antara kalian? Mereka menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah. Lalu Nabi bersabda: Yang subur lagi penyayang, yang jika ia berlaku buruk atau diperlakukan buruk oleh suaminya, ia berkata: Ini ubun-ubunku di tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. ath-Thabarani)

Selain Imam Ath-Thabarani, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan Imam Abu Nu’aim al-Ashbihani dalam Hilyatul Auliya wa Thabaqatul Ashfiya dengan beberapa perbedaan redaksi, namun maknanya tetap sama. Adapun hukum hadis tersebut adalah dhaif karena ada rawi bernama al-Sirri ibn Ismail. Imam Ath-Thabarani menyebutkan bahwa rawi tersebut matruk (ditinggalkan karena dituduh berbohong).

Lebih lanjut, Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim ini menyoroti salah satu kategori lelaki ahli Surga dalam hadis di atas yaitu as-siddiq. Kemudian mengutip penjelasan Syekh Abdurrauf Al-Munawi dalam kitabnya Faidul Qadir yang menjelaskan makna kata as-siddiq :

(والصديق) ﺑﺎﻟﺘﺸﺪﻳﺪ ﺻﻴﻐﺔ ﻣﺒﺎﻟﻐﺔ ﺃﻱ اﻟﻜﺜﻴﺮ اﻟﺼﺪﻕ ﻭاﻟﺘﺼﺪﻳﻖ ﻟﻠﺸﺎﺭﻉ

Adapun (as-siddiq) adalah sighat mubalaghah, yakni laki-laki yang banyak jujurnya dan selalu membenarkan pada syariat.

Lalu menurut Kiai Ma’ruf Khozin, dirinya merasa tereliminasi karena masih sering berbohong dan banyak ajaran Islam yang belum bisa diamalkan. Ketua Aswaja NU Center Jawa Timur ini juga mengatakan masih banyak para suami yang belum memenuhi kewajibannya kepada istri dan banyak hak-hak istri yang dizalimi. Lalu apakah suami yang seperti itu patut menuntut hak untuk terus dimaafkan atas segala kesalahan dan kezalimannya? Beliau menutup tulisannya itu dengan jawaban yang sangat ngena, “Maaf Maszeehhh, cari pintu surga jalur yang lain saja”.

Dari sini nampaknya Kiai Ma’ruf ingin menyampaikan pesan, meskipun istri dituntut oleh syariat untuk patuh dan senantiasa meminta maaf dan memaafkan suaminya, seorang suami juga dituntut untuk menjadi suami yang jujur, baik, dan tidak zalim kepada istrinya. Selalu membenarkan pada syariat berarti taat kepada Allah dan meneladani Rasulullah SAW. Dan Nabi Muhammad adalah teladan dan suami yang paling baik terhadap istrinya.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadis sahih riwayat Aisyah dan Ibn Abbas:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibn Majah)

Maka dari itu, ada ketersalingan di antara istri maupun suami. Keduanya haruslah saling menyayangi, menghormati, dan memaafkan satu sama lain. Bahkan bila sang suami bertanggung jawab, tidak zalim, dan berlaku baik terhadap istrinya, maka mungkin saja tidak ada yang perlu dimaafkan oleh sang istri. Akhirnya, terciptalah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang dapat mengantarkan keduanya menuju Jannah. (AN)

Wallahu a’lam..