Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad kiranya dapat dijelaskan oleh perjumpaan Rasulullah dengan sistem dan tiga praktik keyakinan besar yang tumbuh di Jazirah Arab pada masanya, yaitu kaum musyrik Makkah, kaum Yahudi Madinah, dan kaum Kristen Arab. Oleh karena itu, pesan-pesan Al-Qur’an nampak mencerminkan ketegangan antar tiga keyakinan besar itu dan kesadaran Nabi sebagai utusan Allah yang membawa pesan untuk disampaikan kepada orang-orang di sekitarnya,
Lebih spesifik, Al-Qur’an membincang Kristen dengan beberapa status. Misalnya, ketika Al-Qur’an membincang tentang status Kristen sebagai umat yang paling dekat dengan Islam. Ayat tersebut turun dalam satu rangkaian QS. al-Maidah: 82,
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُم مَّوَدَّةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّا نَصَٰرَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
”Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.”
Pernyataan Al-Qur’an yang berisi tentang penilaian positif terhadap Yesus dan kaum Kristen tersebut muncul dalam konteks pertemuan Nabi dengan sejumlah besar kaum Yahudi sebelum Nabi bertemu dengan umat Kristen dengan jumlah yang kurang lebih sama. Namun, umat Yahudi Madinah waktu itu menolak keras pengakuan terhadap kerasulan Muhammad.
Kemudian datanglah utusan raja Najasyi yang datang dari negeri Habasyah untuk menemui kaum Muslimin. Kemudian Nabi saw. membacakan surah Yasin kepada mereka. Setelah itu, mereka menangis dan masuk Islam semuanya seraya mengatakan, “Alangkah miripnya bacaan ini dengan apa yang telah diturunkan kepada Nabi Isa.” Kemudian, turunlah ayat tersebut.
Selain ayat tersebut, ada enam ayat lainnya yang secara umum menyiratkan citra positif Kristen dalam Al-Qur’an, yaitu QS. al-Baqarah: 62, QS. Ali Imran: 55, QS. Ali Imran: 199, QS. al-Maidah: 66, QS. al-Qashash: 52-55, dan QS. al-Hadid: 27. Sebagian dari ayat itu menggunakan istilah ahlul kitab untuk merujuk umat Kristen, yaitu mereka yang telah diberikan Kitab Suci.
Namun, beberapa kalangan ahli tafsir kontemporer kemudian mengatakan bahwa kaum Kristen atau Nasrani yang dimaksud ayat tersebut adalah ‘Kristen tertentu’. Dengan kata lain, yang disebut ‘orang Kristen’ menurut Al-Qur’an adalah ‘orang yang mengakui kenabian Muhammad dan wahyu yang diturunkan kepadanya’.
Akan tetapi, di luar beberapa komentar positif yang dikemukakan, Al-Qur’an juga menyinggung beberapa hal negatif seputar mereka. Sebagian di antaranya diungkapkan dalam konteks bahasan syirik dan kufur. Dua kata tersebut biasanya digunakan Al-Qur’an untuk merujuk pada kaum musyrik Makkah dan Arab yang menolak ajaran Nabi. Namun, beberapa ayat ternyata menggunakan itu untuk merujuk pada karakteristik peribadatan umat Kristen. Seperti misalnya QS. al-Maidah: 73,
لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۚ وَإِن لَّمْ يَنتَهُوا۟ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”
Ayat lainnya misalnya QS. al-Maidah: 72 yang menyatakan status kafir umat yang mengatakan bahwa Allah adalah Almasih, putra Maryam. Lalu QS. at-Taubah: 29 yang mengatakan bahwa para Ahlul Kitab yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus diperangi. Dalam konteks ayat ini, Kristen mulai dipandang sebagai terdakwa. Meskipun pada dasarnya ayat itu tidak mengutak-atik identitas orang Kristen, tampak jelas perubahan sikap Al-Qur’an terhadap Kristen.
Jadi, terdapat dua macam pernyataan di dalam Al-Qur’an mengenai kaum Kristen. Penggambaran positif menyebut bahwa orang Kristen, dan juga Yahudi, pada dasarnya adalah Ahlul Kitab atau Ahli Waris Kitab. Sebaliknya, penggambaran negatif menyiratkan bahwa kaum Kristen, kadang disebut bersama dengan Yahudi, dipandang sebagai kaum musyrik atau kafir. Namun yang mesti dicatat adalah bahwa kedua pernyataan tentang kaum Kristen dan Yahudi yang disebut dalam Al-Qur’an kebanyakan merujuk pada kaum Kristen dan Yahudi yang menetap di Jazirah Arab saja, bukan komunitas Kristen dan Yahudi secara umum di seluruh dunia. Pemahaman ini digunakan untuk mencerna pernyataan yang membingungkan umat Kristen yang memandang Yesus dan ibunya sebagai Tuhan dalam QS. al-Maidah: 116. Sebuah pernyataan yang tidak pernah diungkapkan oleh kebanyakan Kristen di Jazirah Arab.
Dengan demikian, pernyataan Al-Qur’an mengenai kaum Kristen harus dilihat sebagai bagian dari pembahasan bersegi tiga, karena biasanya hal itu disandingkan dengan pembahasan mengenai kaum musyrik Makkah dan kaum Yahudi. Dalam bingkai segitiga ini, Al-Qur’an kemudian menegaskan status kenabian Isa (Yesus), yang bersanding dengan penolakan pengakuan kaum Yahudi terhadap kenabiam Yesus, beserta klaim Kristen mengenai Yesus, terutama gagasan yang menyatakan bahwa Yesus, dalam pengertian apapun itu, adalah ‘anak Tuhan’.
Baca Juga, Relasi Islam & Kristen dalam Sejarah: Interaksi Awal Rasulullah SAW dengan Pengikut Yesus
Beberapa petikan ayat Al-Qur’an tentang Kristen di atas hendak menunjukkan pola hubungan yang terjalin di antara komunitas antar agama besar di Jazirah Arab dan bagaimana hubungan itu menghangat atau mendingin pada beberapa tahap perkembangan ajaran Islam. Hal ini penting sebagai bekal kita untuk menakar bagaimana bersikap terhadap umat Kristen. Dalam hal aqidah memang kita bisa mengistilahkan mereka dengan ‘kafir’ atau ‘musyrik’, namun selain bahasa itu, Al-Qur’an bahkan menggunakan bahasa yang sangat akrab, yaitu ‘ahlul kitab’ sebagai cerminan dari saudara-saudara kita dari nenek moyang yang sama.
Wallahua’lam bisshowab