Beberapa waktu lalu, mantan presiden FIFA, Sepp Blatter, menyatakan bahwa ia menyesal menunjuk Qatar sebagai host Piala Dunia 2022. Berangkat dari berbagai kontroversi yang muncul di tengah persiapan Qatar menjelang PD 2022 seperti ukuran negara Qatar yang terlalu kecil dan soal pelanggaran HAM, Blatter mengungkapkan bahwa Amerika-lah yang seharusnya menjadi penyelenggara event sepak bola paling bergengsi sejagad raya itu setelah Rusia di tahun 2018.
Namun terlepas dari berbagai polemik itu, venue masih tetap akan berlangsung. Bola akan tetap bergulir di kick off perdana PD 2022 pada 20 November 2022 antara Qatar vs. Ekuador. Menariknya, terlepas juga dari pernyataan Blatter, PD 2022 nampak membawa hikmah tersendiri bagi dunia Islam. Tanpa bermaksud menafikan segala kontroversi yang terjadi, Qatar menjadi media promosi efektif nilai-nilai Islam yang ramah kepada dunia.
Sebagai negara Islam, Qatar sangat menerapkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam setiap lini kebijakannya. Termasuk, salah satunya, ketika melarang LGBTQ selama piala dunia berlangsung. Namun, PD 2022 rupanya dimanfaatkan juga oleh Qatar untuk mempromosikan nilai-nilai Islam melalui ajang sepak bola.
Seperti yang tercantum dalam Tweet Doha News, Qatar akan memasang mural-mural hadis Nabi Muhammad di jalan-jalan besar Qatar. Hadis tersebut ditulis dalam bahasa Arab dengan terjemahan bahasa Inggris agar mampu dibaca oleh semua tamu piala dunia atau pengunjung di Qatar dari seluruh penjuru dunia.
Hadis-hadis yang dijadikan mural cukup familiar di telinga kita. Misalnya kalimat “man lā yarham, lā yurham” atau kalimat “kullu ma‘rūfin ṣadaqatun”. Kalimat pertama, menurut saya, cukup tendensius untuk menegaskan bahwa Islam pada prinsipnya adalah agama penyayang, bukan kekerasan. Pun dengan hadis kedua yang menekankan pada urgensi berbuat kebaikan terhadap sesama. Tak lupa ada tagline “the Prophet Muhammad (PBUH)” di setiap mural yang terpasang.
Selain mural, Qatar juga membuka Museum Seni Islam (Museum of Islamic Art) Doha sebagai salah satu destinasi para pengunjung di PD 2022 nanti. Dikutip dari the New York Times, Julia Gonnella, Direktur MIA, mengatakan bahwa museum tersebut berguna sebagai media belajar bagi para pengunjung dari seluruh penjuru dunia tentang Islam, khususnya mengenai kesenian Islam dari masa klasik hingga kontemporer.
Musem yang memadukan tradisi seni Islam masa lalu dan masa kini itu memiliki luas 376.740 kaki persegi sejak dibuka pada 2008. Bangunan ini merupakan karya seorang arsitek kelas dunia bernama I.M. Pei dan terletak di sebuah pulau buatan di lepas pantai utama tepi laut Doha. Gonnella menegaskan bahwa MIA merupakan satu-satunya museum di Timur Tengah yang benar-benar mencakup seluruh dunia Islam, karena sebagian museum Islam lain fokus pada Islam di negara mereka saja. MIA juga tercatat sebagai satu-satunya museum di dunia yang memberikan pandangan komprehensif tentang seni Islam di tiga benua lebih dari 1.400 tahun lalu dari abad ke-7 hingga ke-20.
MIA, misalnya, menampilkan warisan Baghdad sebagai ibu kota khilafah Abbasiyah (750-1258 M) dan warisannya pada abad ke-20 sebagai pusat budaya dan perdagangan dalam tajuk “Baghdad: Eys’s Delight”. Pameran itu dimulai sejak Oktober 2022 dan akan berlangsung hingga 23 Februari 2023.
Tentu, mural dan MIA bukanlah sajian utama di PD 2022. Namun lewat keduanya, para tamu dari lintas negara, budaya, dan agama diharapkan mendapatkan sudut pandang baru mengenai dunia Islam modern, yang kali ini diwakilkan oleh Qatar.
Dalam perspektif dialog lintas agama, agenda Qatar tersebut masuk dalam kategori “dialog non-formal” atau disebut juga “dialog budaya”. Dialog semacam ini tidak mengharuskan pertemuan formal antar pemeluk agama untuk berdiskusi dan saling mengenal di Qatar, namun cukup melalui kultur dan budaya yang ditampilkan oleh Qatar lewat perantara mural dan MIA.
Tentu, sekali lagi, tulisan ini tidak hendak menafikan berbagai polemik yang muncul selama persiapan Piala Dunia, namun untuk memberikan alternatif perspektif bahwa Qatar juga membawa misi budaya ketika menjadi host tuan rumah Piala Dunia 2022.
Perlu disadari bahwa Islam belum sepenuhnya pulih dari bayang-bayang stigma Islamophobia. Di sisi lain, Piala Dunia 2022 akan memikat milyaran orang dari seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, dalam konteks ini, kontribusi Qatar dalam mengenalkan Islam yang ramah kepada dunia menjadi patut untuk diapresiasi.