Ridha Allah SWT ada dalam ridhanya orang tua, kemarahan Allah SWT ada pada kemarahan orang tua. Do’a orang tua menembus langit. Munajat keduanya kepada sang Pemilik dunia dan seisinya selalu mengalir setiap hari. Dari lima waktu salat dan waktu sepertiga malamnya. Tidak pernah henti.
Terkadang, keduanya marah sebab perilaku kita. Namun, marahnya adalah salah satu bentuk kasih sayangnya. Karena sesungguhnya, tidak ada orang tua baik yang marah kepada anak dengan alasan duniawi dan keegoisan saja. Orang tua selalu menginginkan kebaikan putra-putrinya, walau terkadang keinginan orang tua bukanlah menjadi keinginan kita secara mutlak. Namun ketahuilah, bahwa memberikan kebahagian untuk keduanya dengan menahan ego kita adalah hal mulia yang dapat seorang anak lakukan.
Sebagai contoh, saat kita menentukan pilihan jurusan kuliah. Sebagian dari kita memiliki orang tua yang cenderung merekomendasikan jurusan ini atau jurusan itu untuk anaknya. Itulah keinginan orang tua yang mungkin sudah mereka rencanakan sejak pertama kali pernikahan mereka. Mendambakan anaknya untuk menjadi seorang dokter, ahli agama, arsitek, dosen atau bahkan astronot sekalipun. Dan pada kenyataannya, saat anak yang mereka besarkan itu dewasa, anak tersebut memiliki keinginan sendiri yang berbeda dengan orang tuanya.
Coba kita bayangkan apa yang orang tua kita rasakan, mungkin kecewa, mungkin bahagia dengan bergumam “Anakku sudah besar, ia sudah mampu menentukan pilihannya sendiri”. Namun tidak dipungkiri, kekecewaan pasti menghampiri hatinya. Lalu apa yang harus kita lakukan? Alangkah baiknya jika kita mencoba untuk mengikuti dan mencintai pilihan orang tua. Jika itu sangat menyulitkan, maka cobalah untuk berdiskusi dengan baik dan sopan dengan orang tua. Bahagikanlah orang tua dengan cara kita selagi keduanya masih hidup atau sudah tiada. Karena membuat keduanya bahagia sebab kita, itu akan menjadi pahala dan hal yang mulia.
Waktu terus berlalu, anak tumbuh menjadi orang hebat. Sibuk dengan pekerjaan, jarang menghubungi orang tua yang sudah lanjut usia, menjenguknya saat tertentu saja atau bahkan saat keduanya sakit saja. Naudzubillah. Semakin banyak mengubungi, menjenguk dan berbagi cerita dengan orang tua akan menambah keberkahan hidup dan ketengan hati kita. Dan satu hal terpenting yaitu mendoakan keduanya. Sejak kecil sampai akhir hayat kita. Jangan pernah berhenti. Karena sebab keduanya, kita hadir di dunia dengan izin Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat al-Ahqaf ayat 15:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami telah memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya. Ibunya telah mengandung dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah juga, mengandung dan menyapihnya sampai selama tiga puluh bulan. Sehingga apabila ia telah dewasa dan mencapai empat puluh tahun maka berdo’alah “ya Allah, tunjukilah aku (berikan aku ilham) untuk mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan supaya aku mengerjakan amal salih yang Engkau ridhai, dan berilah kebaikan kepadaku dan kepada anak cucuku, sesungguhnya aku bertaubat kepadamu dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.
Do’a tersebut termaktub dalam al-Qur’an sebanyak dua kali. Salah satu lainnya disebutkan dalam surat al-Naml ayat 19, do’a yang keluar dari lisan Nabi Sulayman. Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya do’a tersebut. Tercatat dua kali dari kisah dua hamba Allah SAW yang berbeda.
Imam Ibnu al-Jauzy mengatakan bahwa ada beberapa pendapat ulama tafsir terkait sebab turunnya ayat ini. Salah satunya yaitu dari Imam Atha’ meriwayatkan bahwa saat berumur 40 tahun, Abu Bakar berdo’a dengan lafadz ayat tersebut. Kemudian Allah SWT mengabulkan do’a Abu Bakar. Orang tua Abu Bakar masuk Islam dan putra serta putri Abu Bakar juga masuk islam. Karena maksud dari “nikmat” dalam do’a tersebut adalah nikmat iman dan islam. Kemudian, menurut Hasan al Basri ayat ini turun secara umum.
Al-Qurthubi menjelaskan dalam kitabnya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an yang masih merupakan riwayat dari ‘Atha’ bahwa suatu hari Rasulullah Saw dan Abu Bakar hendak pergi ke Syam untuk berdagang. Saat itu, Rasulullah SAW berusia 20 tahun dan Abu Bakar berusia 18 tahun. Kemudian, keduanya singgah di suatu tempat yang ada pohon bidara (al-sidrah) -Sebagian orang meyakini bahwa pohon tersebut saat ini ada di tengah gurun di Yordania- Rasulullah SAW mengistirahatkan tubuhnya berteduh di bawah pohon tersebut. Kemudian, Abu Bakar bertanya tentang agama kepada seorang Rahib (pendeta). Rahib tersebut justru berbalik bertanya “Siapakah laki-laki yang berteduh di bawah pohon?” Abu Bakar menjawab “Beliau Muhammad ibn Abdillah ibn Abdil Muthalib”.
Terkejutlah Rahib saat mendengar jawaban Abu Bakar. Lalu menimpali “Ini lah Nabi Allah SAW, tidak ada seorang pun yang berteduh di sana lagi setelah Nabi Isa”. Abu Bakar semakin mantap dan percaya kepada Nabi SAW saat mendengar ucapan Rahib, dan Abu Bakar berazam untuk tidak akan meninggalkan Nabi SAW. Pada saat umur 40 tahun, Nabi SAW mendapat risalah kenabian, Abu Bakar mempercayai hal tersebut dan mengimaninya, sedang umur Abu Bakar di saat itu adalah 38 tahun. Dua tahun kemudian, Abu Bakar menginjak usia yang ke 40 tahun dan berdo’a, memohon kepada Allah SWT dengan do’a berlafadzkan ayat di atas.
Lalu, apakah harus menunggu dewasa dan mencapai umur 40 tahun untuk mendo’akan orang tua dengan do’a tersebut? Tidak, dalam kitab al-Tahrir wa al-Tanwir karya Muhammad Thahir ibn ‘Asyur menjelaskan bahwa isyarat dewasa di sini menunjukkan bahwa pada saat mencapai usia dewasa, seseorang akan disibukkan oleh banyak hal, pekerjaan, anak, suami, istri dan hal-hal lain yang dapat melupakan hubungannya dengan orang tua. Pada saat usia 40 tahun seseorang akan lebih peka untuk memperbaiki dan memperbagus taubatnya kepada Allah SWT. Ibn Abbas juga menambahkan bahwa batas usia dewasa adalah 18 tahun, berlandaskan riwayat dari ‘Atha’ sebelumnya. Sehingga, ayat ini mengandung nasihat bahwa saat dewasa pun kita tidak boleh mengurangi kebaktian kita kepada orang tua sedikit pun, salah satu caranya yaitu dengan membaca do’a:
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“ya Allah, tunjukilah aku (berikan aku ilham) untuk mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan supaya aku mengerjakan amal salih yang Engkau ridhai, dan berilah kebaikan kepadaku dan kepada anak cucuku, sesungguhnya aku bertaubat kepadamu dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.
Muhammad Thahir ibn ‘Asyur menambahkan dalam kitabnya bahwa nasihat yang terkandung dalam ayat tersebut adalah supaya kita sebagai seorang anak tidak hanya sibuk dengan hajat kita sendiri, berdo’a untuk kepentingan sendiri dan lupa untuk mendo’akan orang tua. Mendo’akan orang tua adalah salah satu dari amalan yang tidak akan terputus pahalanya walaupun terhalang dengan kematian, dan Allah SWT akan mengabulkan do’a tulus seorang anak untuk kedua orang tuanya.