JAKARTA, ISLAMI.CO – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof. Muhadjir Effendy, menyebut sosok Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafii sebagai ‘Tiga Pendekar Kemanusiaan’. Sebutan itu keluar saat ia menyampaikan sambutan dalam acara Bineka Fest yang diselenggarakan oleh Maarif Institute, Rabu (30/08/2023).
“Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafii, tiga pendekar kemanusiaan yang sampai sekarang belum ada penggantinya,” ujarnya.
Sosok yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2016-2019 ini mengungkapkan rasa syukur karena berkesempatan mengenal sekaligus bertemu dengan ketiga tokoh yang disebutkan.
Ia pun menceritakan momen pertemuannya dengan Gus Dur, Cak Nur, maupun Buya Syafii.
“Gus Dur saya mengenalnya sejak beliau datang pertama dari Irak sehabis melakukan pengelanaannya, kemudian menjadi dosen di IAIN Malang,” ungkapnya.
Dalam ingatannya, Gus Dur saat itu didaulat oleh Abdul Malik Fadjar, seorang tokoh Muhammadiyah, untuk mengajar di tingkat doktoral. Padahal Gus Dur tidak memiliki gelar akademik.
“Semula banyak yang protes, nggak punya gelar kok ngajar doktoral, tapi lama-lama dia (Gus Dur) menjadi dosen favorit,” imbuhnya.
Selanjutnya, ia beralih kepada kisah pertemuannya dengan Nurcholish Madjid atau Cak Nur.
“Cak Nur, tentu saja karena saya besar di bawah organisasi yang sama dengan beliau,” bebernya.
Muhadjir mengingat momen ketika dirinya banyak berjumpa dengan Cak Nur di Jakarta. Khususnya ketika Cak Nur merintis pendirian Universitas Paramadina.
Di sela-sela pembicaraan tentang Cak Nur, ia menyebut beberapa nama tokoh yang menurutnya memiliki kontribusi besar dalam perjuangan Gus Dur, Cak Nur, maupun Buya Syafii.
“Jadi, kalau kita bicara Cak Nur, Gus Dur, Buya Syafii, jangan lupa ada orang-orang hebat di belakang beliau itu. Siapa itu? Yaitu Utomo Dananjaya, teman baiknya Cak Nur. Moeslim Abdurrahman, temannya Gus Dur, temannya mas Malik (Fadjar) dan Cak Nur juga. Kemudian Djohan Effendi. Semua sudah almarhum,” jelasnya.
Semua tokoh yang disebutkan merupakan tokoh yang tidak kalah pentingnya dalam konteks penyegaran pemikiran-pemikiran Islam di Indonesia.
“Kemudian, yang terakhir Buya Syafii Maarif. Saya kenal, sangat dekat dengan beliau ketika beliau menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, Muhadjir Effendy juga pernah menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang dalam kurun waktu 16 tahun. Tepatnya sejak tahun 2000 hingga 2016 sebelum akhirnya diangkat menjadi Mendikbud.
Di matanya, Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafii memiliki keunikan masing-masing. Tetapi, mereka bertemu dalam satu gagasan yang sama.
“Apa titik temu dari ketiga tokoh ini? Salah satunya adalah toleransi. Cak Nur dengan pikiran-pikirannya yang mendalam, Gus Dur dengan banyolan-banyolan-nya, Buya Syafii dengan statemen yang lugas, tapi (ketiganya) sama, mereka adalah pengusung toleransi. Tidak hanya untuk kepentingan Indonesia, tapi juga peradaban dunia,” tegasnya.
Acara Bineka Fest sendiri digelar dalam rangka merayakan dua dekade Maarif Institute sekaligus memperingati satu tahun kepergian Buya Ahmad Syafii Maarif. Selain Muhadjir Effendy, tokoh lain yang hadir dalam acara ini, di antaranya adalah Prof. Nasaruddin Umar, Kiai Zawawi Imron, Inayah Wahid, dan lainnya. [NH]
Baca Juga: Gus Ulil: Sekarang adalah Eranya ‘Mempribumisasikan’ Gagasan Cak Nur, Gus Dur, dan Buya Syafi’i