Kita tentu sering mendengar anjuran untuk membaca basmalah sebelum melakukan segala sesuatu. “Segala sesuatu” yang dimaksud pastinya adalah yang tidak dilarang oleh syariat. Contoh perkara yang dianjurkan untuk mengawalinya dengan membaca basmalah adalah makan, minum, belajar, hingga bekerja. Rasulullah SAW dalam salah satu hadis juga mengatakan bahwa, “setiap perkara baik, apabila tidak diawali dengan membaca basmalah, maka perkara itu terputus (keberkahannya).” Sebenarnya, mengapa kita dianjurkan untuk membaca basmalah?
Ketika menjelaskan makna isyarat dari Q.s. An-An’am [6] ayat 118, Ahmad ibn ‘Ajibah mengatakan:
ليس المراد من التسمية على الطعام أو غيره مجرد لفظه, وإنما المراد حضور المسمى, وهو شهود المنعم في تلك النعمة
Tujuan dari menyebut Asma Allah (membaca basmalah) atas makanan atau selainnya bukannya terlepas dari lafalnya. Bahwasanya tujuan dari hal itu adalah menghadirkan Sang Pemilik Nama, yaitu untuk “menyaksikan” Sang Pemberi Nikmat dalam suatu kenikmatan.
Maksudnya, ketika seseorang membaca basmalah sebelum memulai segala sesuatu, maka sesungguhnya di saat yang sama ia sedang mengingat Sang Pemilik Nama, yaitu Allah SWT. Sebagaimana kata dzikr yang maknanya tidak hanya “menyebut”, melainkan juga “mengingat”. Sebaliknya, ketika seseorang tidak membacanya, maka sesungguhnya ia sedang melupakan Allah. Padahal, dalam segala sesuatu itu terdapat kenikmatan, dan kenikmatan itu datangnya dari Sang Pemberi Nikmat.
Sebagai contoh, ketika hendak makan. Berapa kenikmatan yang ada di dalamnya? Bisa merasakan hidangan yang halal itu kenikmatan, memiliki sistem pencernaan yang baik itu kenikmatan, bisa makan dengan tenang itu juga kenikmatan. Demikian pula ketika hendak bekerja. Berapa kenikmatan yang ada di dalamnya? Bisa mendapatkan pekerjaan halal itu kenikmatan, punya badan yang sehat untuk bekerja itu kenikmatan, dan berbagai kenikmatan lainnya.
Mengingat begitu banyak kenikmatan yang kita peroleh dari Sang Pemberi Nikmat, apakah kita masih belum juga menemukan alasan mengapa kita membaca basmalah sebelum melakukan sesuatu? Karena itu, menyebut nama-Nya sebelum menikmatinya tentu menjadi keharusan. Jangan sampai, kenikmatan yang banyak itu membuat kita hanyut di dalamnya hingga lupa kepada Sang Pemberi Nikmat. Begitu pentingnya menyebut Asma Allah hingga para ahli wara` mengharamkan makanan yang ketika mengonsumsinya tidak didahului dengan membaca basmalah.
Oleh karena itu, benarlah Sabda Rasulullah yang dikutip di awal tulisan, bahwa segala sesuatu yang tidak diawali dengan membaca basmalah menjadi terputus keberkahannya. Bagaimana mungkin ilmu yang dipelajari menjadi berkah kalau ketika belajar saja kita lupa kepada Sang Pemberi Nikmat belajar? Bagaimana mungkin pekerjaan menjadi berkah kalau ketika bekerja kita lupa kepada Sang Pemberi Nikmat pekerjaan?
Dengan demikian, terlepas dari berbagai keutamaan dari membaca basmalah, mari kita mulai membiasakan untuk mengawali segala sesuatu dengan membacanya dengan niat untuk mengingat Allah. Sehingga kita bisa menjadi hamba yang senantiasa mengingat-Nya dalam setiap kenikmatan dan menghadirkan-Nya dalam setiap prosesnya. Wallahu a’lam. [NH]