Dunia kembali berduka cita dengan terjadinya penyerangan di Masjid Al Noor dan Linwood, kota Christcruch, Selandia Baru yang menewaskan 49 kaum muslim. Pelakunya, Brenton Harrison Tarrent adalah simpatisan white supremacist. Dan, selebihnya, kita mendengar manusia-manusia yang berada di dalam maupun di luar masjid tersebut hanya mampu menjerit-menjerit serta mengucap takbir dalam menghadapi serangan biadab tersebut. Dan si pelaku, Tarrent tak menghiraukan jeritan itu, ia terus memberondonginya sampai berulang-ulang.
Peristiwa yang memilukan tersebut terjadi di negeri Barat. Barangkali, sebagian dari kita akan merasa heran dan tak habis fikir kenapa aksi yang tak beradab tersebut bisa terjadi di negeri barat. Padahal, semangat peradaban modern yang mempromosikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan beragama awalnya yang mempopulerkan adalah negeri barat. Semisal melalui Declaration of Independence di Amerika Serikat atau melalui Revolusi Perancis yang menghancurkan rezim kerajaan yang feodal.
Akar Persoalan Islamophobia dan Rasisme di Barat
Barangkali tak banyak diketahui bahwa di negeri Barat kini sedang mengalami tensi sosial politik yang semakin memanas. Panasnya suhu sosial-politik tersebut di latari oleh berbagai hal. Pertama, karena adanya gelombang besar masuknya imigran asal Timur Tengah yang masuk ke wilayah Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan termasuk juga di Selandia Baru, tempat kasus penembakan itu terjadi.
Pada kasus Tarrent semisal, paska aksi penembakan tersebut muncul pemberitaan bahwa aksinya tersebut dilatari oleh kemarahannya atas krisis imigran yang banyak memasuki wilayah mereka. Demikian juga yang terjadi di Jerman, Partai Alternative für Deuchland (AfD), partai nazi sayap kanan saat pemilu yang lalu juga mengkampanyekan hal yang serupa. Ia membuat propaganda politik bahwa jika partainya menang ia akan membuat kebijakan anti imigran (26/09/2017, Tirto.Id).
Sebab kedua adalah meningkatnya kebencian terhadap kaum muslim atau Islamophobia di kalangan warga kulit putih di negeri Barat. Disebabkan oleh banyaknya imigran asal Timur Tengah yang kebetulan kebanyakan beragama Islam. Mereka kemudian mengasosiasikan kebenciannya terhadap para imigran tersebut kepada kaum muslim. Terlebih lagi, kebencian tersebut memiliki akar-akar masa lalu hasil propaganda Hitler di Jerman yang anti-semitis. Dan yang lebih jauh lagi adalah memori kolektif warga Eropa tentang doktrin pemuka agama saat Perang Salib di Abad Pertengahan.
Sebab ketiga adalah prasangka-prasangka yang timbul Barat bahwa semua kaum muslim dipersamakan dengan aksi-aksi teror yang dilakukan oleh ISIS ataupun Al-Qaeda. Serangan Osama bin Laden pada September 2001 yang menghancurkan Wolrd Trade Center (WTC) di Amerika Serikat menambah keyakinan prasangka bahwa muslim selalu diasosiasikan dengan terorisme dan kekerasan. Terlebih lagi, belakangan ini video-video ISIS saat menggorok para tawanan bule tersebut semakin mengukuhkan kecurigaan bahkan kebencian terhadap muslim.
Sebab keempat adalah munculnya banyak politisi sayap kanan yang rasis, homophobik, anti imigran dan sekaligus islamophobia. Sebagaimana di sebut di atas seperti Partai AfD di Jerman adalah partai sayap kanan yang rasis. Kemudian di Perancis ada politisi Front Nationale, Mariene Le Pen yang juga rasis dan anti imigran. Juga Geetz Wilders, politisi sayap kanan Partai Pembebasan di Belanda. Juga yang paling rasis naudzubillah mindzalik adalah Donald Trump, si Presiden Amerika Serikat (08/03/2017, Tirto.Id).
Sebab terakhir, karena ketimpangan ekonomi dan kesulitan lapangan pekerjaan di Barat. Paska kebijakan neolibalisasi pada tahun 1970-80an di Barat sejak Margareth Trecher di Inggris (Harvey, 2009). Oleh para pengamat yang berhaluan Kiri menyebut bahwa terjadi kesenjangan-kesenjangan ekonomi yang cukup dalam pada masyarakat Barat. Kaum miskin yang terpinggirkan tersebutlah yang kemudian dieksploitasi oleh politisi-politisi sayap kanan untuk diberikan propaganda anti imigran dan islamophobia sebagaimana disebutkan di atas. Terlebih lagi, dengan kedatangan banyaknya para imigran dari Timur Tengah tersebut mengancam lapangan pekerjaan mereka yang kebanyakan adalah kelas pekerja.
Dari latar persoalan demikianlah peristiwa penyerangan yang tak beradab yang dilakukan oleh Tarrent di Selandia Baru tersebut dapat dipahami. Latar persoalan ini memang kompleks, dimana masyarakat Barat merasa terancam oleh kedatangan para imigran karena sulitnya ekonomi kelas pekerja. Terlebih lagi, ide islamophobik dan rasis tersebut memang sudah ada sejak jaman dulu dan kini banyak dipropagandakan oleh para politisi sayap kanan di sana.