Syekh Ramadhan Al-Buthy adalah sosok ulama yang mempunyai pandangan berbeda terkait konflik yang terjadi di Suriah. Ketika banyak ulama yang berbondong-bondong ikut mendukung penjatuhan pemerintahan Bashar Al-Assad, justru Syekh Al-Buthy melakukan sebaliknya.
Syekh Al-Buthy mempunyai pandangan tersendiri terhadap Barat dan sangat waspada serta berhati-hati terhadap gerakan politik dari pihak luar yang ikut campur dalam kisruh Suriah. Banyak pertanyaan kemudian muncul, siapa yang bisa mengingkari keterlibatan Barat dalam penggulingan pemerintahan di negara-negara Timur Tengah? Siapa yang bersikeras dalam memegang hak veto PBB untuk mengintervensi Suriah dengan cara militer, selain Rusia? Siapa yang menyetujui bantuan persenjataan oposisi Suriah? Siapa yang melatih para pemberontak Suriah di Yordania? Tentu saja jawabannya sangat jelas, bahwa ada campur tangan Barat dan Zionis. Hal ini lah, yang kemudian menjadi alasan Syekh Al-Buthy terkesan memihak rezim yang notabenenya adalah Nusyoiriyah.
Syekh Al-Buthy yang merupakan refleksi dari pemikiran tengah, yang tentu saja mempunyai banyak pertimbangan kenapa beliau lebih memihak rezim Bashar Al-Assad daripada oposisi. Al-Buthy terlihat ingin mengambil resiko paling ringan di antara dua bahaya (akhoffu dararain).
Bagi Syekh Al-Buthy, memihak ke rezim yang dianggap zalim resiko bahayanya lebih sedikit, daripada memihak oposisi yang didukung oleh Barat dan kelompok Zionis. Karena hal tersebut, akan meloloskan kepentingan-kepentingan yang dibawa oleh Barat dan Zionis.
Khutbah Jum’at Syekh Al-Buthy pada tanggal 8 Maret 2013, telah menimbulkan banyak polemik di tengah masyarakat muslim Suriah pada waktu itu. Karena sosok Al-Buthy yang selalu mendakwahkan perdamaian, serta nilai-nilai tasawuf untuk kembali berserah diri kepada Allah SWT.
Dalam khutbah tersebut, Syekh Al-Buthy menyerukan untuk membela rezim yang berkuasa, padahal rezim yang berkuasa pada waktu itu dianggap telah banyak membuat kerusakan dan menumpahkan darah rakyat sipil yang tidak berdosa.
Untuk menjelaskan khutbahnya tersebut, Syekh Al-Buthy mengatakan dengan panjang lebar bahwa beliau sejak awal telah dituduh memihak kepada pemerintah. Tuduhan tersebut muncul karena beliau tidak setuju dengan ajakan unjuk rasa di jalan raya.
Beliau tahu bahwa semua itu hanya strategi untuk memporak-porandakan Suriah dan hal tersebut benar dan telah terjadi. Karena hal tersebut, Syekh Al-Buthy dianggap sebagai antek rezim Bashar Al-Assad. Padahal kalau dicermati, sebelum terjadi konflik Syekh Al-Buthy juga banyak mengkritik kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Bashar Al-Assad.
Konflik Suriah dalam pandangan Syekh Al-Buthy tidak lepas dari campur tangan Barat Amerika dan Zionis, dengan menjadikan kelompok Al-qaidah sebagai tangan panjangnya. Al-Qaidah, yang selanjutnya bermetamorfosis menjadi ISIS merupakan produk Barat yang kemudian dipersenjatai untuk menghancurkan negeri Suriah yang berkah.
Dalam khotbahnya yang terakhir, 15 Maret 2013, tepatnya seminggu sebelum Syekh Al-Buthy wafat (karena serangan bom yang terjadi 21 maret 2013), beliau menyatakan bahwa tidak ada pilihan lain, selain mempertahankan tanah air dari agresi Zionis.
Beliau sadar, bahwa Israel semakin tertekan dalam upaya memperluas wilayahnya di Palestina. Sehingga tidak ada pilihan lain kecuali mencaplok tetangganya yang lain, dan yang paling mungkin adalah Suriah jika dibanding Mesir dan Yordania.
Apa yang dilakukan oleh Al-Buthy adalah sebuah ijtihad politik dan juga tidak memaksakan orang lain untuk mengikutinya. Beliau hanya menekankan untuk memerangi kepentingan asing yang berlindung di balik oposisi yang mempunyai misi tertentu terhadap Suriah.
Kerusuhan yang telah terjadi di Suriah adalah fitnah, karena Rasulullah SAW juga pernah bersabda tentang fitnah yang terjadi di negeri Syam. Beliau mengatakan, “Akan terjadi sebuah fitnah di Syam, yang dimulai oleh permainan anak-anak, kemudian tidaklah reda di suatu tempat melainkan timbul lagi fitnah di tempat lain, fitnah ini tidak akan berhenti hingga terdengar panggilan dari langit, ketahuilah bahwa pemimpin kalian adalah si fulan”.
Apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW sesuai dengan apa yang terjadi sebelum konflik Suriah, yakni banyak anak-anak yang menulis yel-yel di dinding, sehingga ditangkap oleh aparat dan kemudian membuat marah masyarakat umum. Terjadilah gelombang unjuk rasa, sehingga keadaan Suriah porak-poranda seperti sekarang.
Syekh Al-Buthy telah memberikan pelajaran penting bahwa ijtihad politik seorang ulama pasti sudah melalui berbagai pertimbangan yang sangat panjang dan dalam. Sebagaimana kita ketahui, seorang ulama pasti bukan hanya menggunakan pandangan yang bersifat lahiriah saja, tetapi juga bathiniah.
Selain itu, Syekh Al-Buthy juga memberikan pelajaran penting bagi kita semua untuk tidak menjadikan fitnah sebagai alasan untuk saling menyerang, menebar kebencian, saling curiga, dan permusuhan sesama anak bangsa, termasuk kalangan ulama.
Wallahu A’lam.