Wunderman Thompson Intelligence, bekerja sama dengan Muslim Intel Lab VMLY&R Malaysia, meluncurkan laporan yang bertajuk “The New Muslim Consumer: How Rising Observance is Reshaping The Consumer Landscape in Southeast Asia and Beyond“. Laporan tersebut menyelidiki pengaruh ketaatan seseorang terhadap ajaran agama, dalam hal ini Islam, terhadap tren konsumsi di Asia Tenggara.
Sebagaimana diketahui, populasi muslim di Asia Tenggara terbilang besar. Dari total 1,9 milyar populasi muslim di seluruh dunia, sebanyak 250 juta muslim berada di wilayah itu atau setara dengan 13% total populasi dunia. Selain itu, tingkat konsumsi mereka juga terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data DinarStandard, jumlah pengeluaran muslim di Asia Tenggara mencapai sekitar 2 triliun sepanjang tahun 2021.
Laporan The New Muslim Consumer menemukan adanya perubahan pola konsumsi pada generasi muslim Asia Tenggara hari ini yang berbeda dengan pola konsumsi generasi sebelumnya. Perubahan pola konsumsi tersebut dibentuk oleh dua hal. Pertama, kebangkitan kepercayaan (resurgence of faith). Kedua, menyebarnya gaya konsumsi ala Barat (the spread of Western-style consumerism).
Pada generasi sebelumnya, pola konsumsi yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam, dalam arti memerhatikan kehalalan produk, hanyalah terbatas pada makanan. Namun, pada saat ini, seiring dengan meningkatnya kesadaran terkait kehalalan produk dan perkembangan teknologi, generasi muslim Asia Tenggara hari ini tidak hanya memerhatikan kehalalan makanan, melainkan juga pakaian, bank, pariwisata, hingga pendidikan.
Laporan ini mengungkap adanya peningkatan ketaatan terhadap ajaran agama pada generasi muslim saat ini. Dari 1.000 responden dari Malaysia dan Indonesia yang berusia di atas 18 tahun, 33% mengaku lebih taat dibandingkan dengan orang tua mereka saat di usia yang sama. Sedangkan, 45% mengaku hanya taat saja tanpa membandingkan, dan 21% mengaku tidak lebih taat dari orang tua mereka.
Hal itu kemudian membawa kepada fenomena beragam tren seperti pakaian muslim-friendly, aplikasi bank syariah, restoran halal, hingga salon khusus untuk wanita berhijab. Sertifikat halal pun menjadi penting bagi sebagian muslim, khususnya mereka yang baru pindah dari desa ke kota (urbanisasi). Dalam konteks ini ekonomi halal, para pendakwah, artis, hingga pebisnis muslim profesional kemudian ikut terjun menjadi pengusaha.
Selanjutnya, laporan juga mengungkap adanya pengingkatan tren gaya hidup halal (halal lifestyle). Terkait makanan, 90% responden menyatakan bahwa kehalalan produk menjadi pertimbangan ketika akan membeli. Kehalalan produk juga menjadi pertimbangan ketika membeli produk perawatan diri, setidaknya menurut 68% responden. Dalam hal wisata atau hiburan, 73% responden menganggap penting ketersediaan restoran halal atau hotel syariah saat akan berlibur.
Generasi muslim di Asia Tenggara juga mengadopsi teknologi untuk meningkatkan halal lifestyle mereka, termasuk menggunakan mobile apps, 42% dari responden berbelanja online setidaknya sekali seminggu, dan lebih dari 48% menggunakan layanan e-banking online seperti GoPay dan Ovo. Aplikasi media sosial, berbelanja, dan messaging adalah tiga aplikasi favorit, sementara podcast, meditasi, dan kencan adalah tiga terbawah.
Berbagai aplikasi gaya hidup halal (halal lifestyle app) telah diluncurkan. Di antaranya adalah aplikasi Alami. Aplikasi ini merupakan aplikasi pinjaman online yang berbasis syariah untuk bisnis kecil. Tidak hanya itu, aplikasi tersebut juga menyediakan fitur pengingat waktu sholat dan Al-Qur`an digital. Aplikasi halal lainnya adalah Joompa, sebuah dating app, aplikasi untuk mencari jodoh, yang khusus untuk muslim. [NH]