Gus Yahya pernah berkesempatan memaparkan alasan Indonesia tidak menjadi negara Islam.
Forum Religion of Twenty (R20) yang diselenggarakan di Bali pada 2-3 November 2022 mengangkat tema Revealing and Nurturing Religion as a Source of Global Solutions: A Global Movement for Shared Moral and Spiritual Values (Menyatakan dan Menjaga Agama sebagai Sebuah Sumber Solusi Global: Gerakan Global untuk Menebar Nilai Moral dan Spiritual).
Pada tayangan Satu Meja The Forum Kompas TV “R20 dan Arah Politik NU” (Rabu, 3/11/2022), Jurnalis Senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo, menanyakan kepada KH Yahya Cholil Tsaquf (Gus Yahya) sebagai salah satu inisiator forum R20 perihal tema tersebut.
“Dulu itu, saya pernah di satu kesempatan di luar negeri, saya ditanya orang. NU ini organisasi terbesar dari negara muslim terbesar di dunia, kenapa kalian tidak mau negara Islam? Itu pertanyaannya,” ujar Gus Yahya.
Kemudian Gus Yahya menjawab bahwa para pendiri bangsa dari latar belakang yang berbeda-beda, berbeda agama, berbedea ideologi berkumpul. Lalu mereka harus berpikir tentang satu platform bersama yang bisa membuat semua orang bersatu.
“Yang mereka lakukan adalah, mereka mencari nilai-nilai yang paling mulia dari setiap latar belakang kelompok itu. Dari setiap kelompok itu, apakah dari agama, atau dari ideologi yang lain untuk bisa diterima bersama. Sehingga menjadi satu visi tentang satu format atau cita-cita peradaban yang mulia bagi Indonesia. Nah, ternyata ketemu, kita bisa nemu Pancasila. Itu kan sebetulnya adalah nilai-nilai paling mulia yang bisa diterima oleh semua kelompok,” terang Gus Yahya.
Lebih lanjut Gus Yahya mengatakan kenapa tidak melakukan hal yang sama dalam pergaulan global. Bicara tentang ekonomi yang mulia, bicara tentang politik yang mulia.
“Sehingga ekonomi tidak hanya perebutan sumber daya, perebutan keuntungan, ekonomi tidak hanya perebutan kekuasaan. Tetapi kita berpikir tentang nilai-nilai yang mulia yang tentu diwujudkan melalui ekonomi, politik, dan lain-lain. Dan agama-agama bisa menyumbang dalam menginspirasikan nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai kemuliaan itu tadi,” jelasnya.
Sebelumnya Gus Yahya menjelaskan bahwa dunia sekarang ini sedang dihadapkan pada dinamika yang luar biasa intens terhadap agama-agama, dan adanya kesadaran sejak lama tentang perlunya dialog antar agama. Akan tetapi selama ini hasilnya kurang bisa dirasakan, konflik antar agama masih terjadi.
“Kami sampai pada kesimpulan, bahwa diperlukan satu model dialog antar agama yang berbeda dari yang selama ini ada, yang lebih mengedepankan kejujuran tentang masalah yang ada. Jadi, kita yakin bahwa perlu ada pembicaraan yang jujur di antara para pemimpin agama-agama ini. Supaya kita tahu bagaimana caranya menghentikan berbagai macam masalah yang bersumber dari agama, yang kenyataannya sampai sekarang masih saja muncul,” kata Gus Yahya.
Gus Yahya mengatakan gagasan tentang perlunya dialog jujur di antara pemimpin agama itu sudah sejak lama yaitu sekitar tahun 2016/2017, dan berkembang di dalam satu jaringan internasional.
”Sebetulnya ini gagasan yang berproses sejak cukup lama, paling tidak 2016-201. Bahkan gagasan tentang perlunya dialog jujur diantara pemimpin agama ini sudah berkembang di dalam satu jaringan internasional yang terus menerus memproses elemen-elemen di dalam topik ini, wacana di dalam topik ini,” pungkasnya. (AN)