Dulu Ma’la adalah nama salah satu perkampungan di Mekkah. Nabi Muhammad tinggal di perkampungan ini sebelum beliau hijrah ke Madinah. Dinamakan Ma’la karena berada di dataran tinggi kota Mekkah, bersebelahan di bukit Jabal al-Sayyidah (gunung Sayyaidah Khadijah), daerah Hajun yang letaknya tidak jauh dari Masjid al-Haram.
Abu Abdillah Muhammad bin Ishaq al-Fakihi dalam kitabnya Akhbaru Makkah fi Qadim al-Dahri wa Haditsihi mencatat bahwa di era Jahiliyyah dan awal kemunculan Islam, di sebelah kanan Hajun, terdapat sebuah bukit bernama “Bukit Abi Dubb”, nama seorang laki-laki dari suku Suwa’ah bin Amir bin Sha’sha’ah yang menempati bukit tersebut. Sementara di sebelah kiri, terdapat bukit Shafi al-Sabab yang diperluas ke jalur al-Dakhir dan Khirman.
Ma’la kemudian dikenal dengan kompleks pemakaman tertua di Mekkah yang usianya sudah lebih dari 1.700 tahun. Diperkirakan, Ma’la mulai dijadikan sebagai kompleks pemakaman pada abad ke-6 M ketika orang-orang Quraisy mulai menguasai Mekkah.
Pemakaman Ma’la juga dikenal dengan Maqbarah al-Hajun (pemakaman Hajun) dan Jannat al-Ma’la (surga al-Ma’la). Orang-orang Syi’ah di Iran menyebutnya dengan pemakaman Abi Thalib. Nama-nama keluarga Nabi Muhammad yang dimakamkan di Ma’la adalah Qushai bin Kilab (kakek ke-5 Nabi), Abdu Manaf bin Qushai, Hasyim bin Abdu Manaf, Abdul Muthallib bin Hasyim, dan Abu Thalib.
Selain keluarga Nabi, Fairuzzabadi dalam bukunya Itsarat al-Hajun li Ziyarat al-Hajun yang ringkas oleh Ali bin Abi Bakar al-Shayig dalam bentuk nazham yang diberi judul al-Lu’lu’ al-Maknun fi Dzikri Asma’ Ahli al-Hajun mencatat ada 45 sahabat yang dimakamkan di Ma’la, yang terdiri dari 38 laki dan 7 perempuan. Di antaranya adalah Abdullah bin Zubair bin Awwam, Asma’ binti Abu Bakar, Abdurrahman bin Abu Bakar, Samiyyah binti Khayyath, Abdullah bin Umar, dan Zainab binti Mazh’un.
Pemakaman Ma’la menjadi sangat istimewa karena di pemakaman inilah istri pertama Rasulullah, Sayyidah Khadijah beserta kedua putranya; Qasim dan Abdullah dimakamkan. Menurut keterangan dari Muhamamd Husen Haekal dalam bukunya Fi Manzil al-Wahyi, bahwa dulu kuburan di Ma’la ada beberapa yang diberi tanda dengan didirikan kubbah besar seperti pada makam Sayyidah Khadijah sehingga akan memudahkan para jama’ah haji yang ingin berziarah.
Sayangnya, ketika rezim Wahhabi meguasai Hijaz (tahun 1806), kubbah itu dihancurkan dan diratakan sehingga sampai sekarang seluruh kuburan di Ma’la hanya ditandai dengan satu atau dua bongkah batu di atas setiap kuburan. Semuanya tanpa nama. Dalih yang digunakan Wahabi adalah syari’at. Artinya mereka menganggap bahwa kubbah dan dekorasi-dekorasi lain dalam bangunan-bangunan dianggap berhala yang dapat mendatangkan kesyirikan.
Intinya, Ma’la adalah kompleks pemakaman istimewa. Keistimewaannya disebut dalam beberapa hadis diantaranya riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda, “Sebaik-baik pemakaman adalah makam penduduk Mekkah (Ma’la).” (HR. al-Bazzar)
Dalam Mausu’ah al-Hafizh Ibnu Hajar al-Haitami dan Hasyiyah Muhyiddin Syaikhu Zadah disebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Muhammad bersabda:
يَبْعَثُ اللهُ مِنْ هذِهِ الْبُقْعَةِ وَمِنْ هذَا الْحَرَمِ كُلِّهِ سَبْعِيْنَ أَلْفًا، يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ، يَشْفَعُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ فِي سَبْعِيْنَ أَلْفًا، وُجُوْهُهُمْ كَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ.
“Allah akan bangkitkan dari tempat ini (Ma’la) dan dari seluruh tanah Haram 70.000 orang yang akan masuk surga tanpa hisab. Wajah mereka bercahaya laksana bulan purnama. Setiap orang dari mereka akan memberi syafa’at kepada 70.000 orang dengan wajah yang bersinar laksana bulan purnama juga.”
Sayyid Afifuddin al-Mahjub dalam Uddah al-Inabah fi Amakin al-Mustajabah juga menjelaskan keisitimewaan Ma’la dengan mengutip sebuah hadis yang bunyinya:
وَرُوِيَ عَنْهُ ﷺ أَنَّهُ سَأَلَ اللهَ تَعَالَى عَمَّا لِأَهْلِ البَقِيْعِ الْغَرْقَدِ؟ فَقَالَ : لَهُمْ اَلْجَنَّةُ ، فَقَالَ : مَا لِأَهْلِ الْمَعْلاَ ؟ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ تَسْأَلُنِي عَنْ جِوَارِكَ وَلاَ تَسْأَلُنِى عَنْ جِوَارِي.
Diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW. bahwa beliau pernah bertanya kepada Allah tentang penghuni pemakaman Baqi’ al-Gharqad?. Kemudian Allah menjawab, “Bagi mereka adalah surga.” Beliau bertanya lagi, Bagaimana dengan penghuni Ma’la”.” Allah menjawab, “Muhammad, engkau bertanya tentang tetanggamu, maka tidak perlu engkau bertanya tentang tetangga-Ku.”
Keadaan inilah yang menyebabkan banyak ulama, baik dari luar Indonesia maupun dari Indoensia sendiri berharap bisa wafat di Mekkah dan dimakamkan di Ma’la. Di antaranya adalah KH. Maemon Zubair atau Mbah Moen yang wafat tepat di usia 91 tahun (28 Oktober 1928- 6 Agustus 2019).
Saat masih hidup, Mbah Moen sangat suka dengan bacaan-bacaan shalawat, bahkan beliau selalu menangis saat shalawat-shalawat itu dibacakan. Ini adalah tanda akan kecintaan dan kerinduan yang begitu besar beliau kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Gus Muhamamd Idror, putra bungsu Mbah Moen saat diwawancarai Kompas TV (Kamis malam, 8 Agustus 2019) di acara “Mengenang Mbah Moen” menyampaikan bahwa Mbah Moen juga menyukai qasidah yang diantara bunyinya adalah:
سعدنا في الدنيا * فوزنا في الأخري
بخديجة الكبري * وفاطمة الزهرة
Qasidah ini berisi kecintaan yang mendalam kepada Sayyidah Khadijah al-Kubra, yang dimakamkan di Mekah (Ma’la). Kecintaan Mbah Moen kepada Syayidah Khadijah terkabul dengan diwafatkannya beliau di Mekah dan disemayamkannya beliau di Ma’la, tidak jauh dari makam Sayyidah Khadijah. Tentu ini bukan agenda manusia, tetapi ini adalah murni rencana Allah SWT yang sangat indah untuk kekasih-Nya.
اللهم حرمتنا من مرافقته في الدنيا فلا تحرمنا مرافقته في الجنة. أمين