Pada tanggal 15 Desember 1953, beberapa hari sebelum peletakan batu pertama untuk monemun pergerakan perempuan Indonesia. Para tokoh perempuan membentuk yayasan hari Ibu. Kemudian untuk pencarian dana pembangunan mereka melakukan penggalangan dana dengan membuat brosur. Mereka melakukannya secara mandiri. Hingga pada tahun 1983 monumen kesatuan pergerakan wanita Indonesia ini sudah menjadi sebuah bangunan utuh dan diresmikan.
Adanya monumen kesatuan pergerakan wanita Indonesia ini adalah berkat jasa Ny. Sri Mangunsarkoro, nama aslinya adalah Sriwulandari. Ini menjadi cikal bakal adanya peringatan “Hari Ibu”. Sri Wulandari adalah tokoh pergerakan perempuan sekaligus pendiri partai wanita rakyat.
Panji yayasan hari Ibu dilambangkan dengan bunga melati dan kuncupnya. Bunga melati yang mekar adalah lambang dari Ibu, dan kuncup melati adalah lambang anaknya. Antara Ibu dan anak atau anak dan Ibu tidak bisa dipisahkan. Kemudian lima daun pada bunga melati merupakan sebuah lambang dari lima sila dasar pancasila. Merah bata melambangkan tanah air. Semboyan mereka adalah “Merdeka Melaksanakan Dharma”, yaitu bebas untuk mengejar cita-cita itu sendiri.
Gedung monumen kesatuan pergerakan wanita Indonesia saat itu dibangun bertujuan untuk pemberdayaan kaum perempuan. Juga digunakan untuk kursus kader wanita pembangunan masyarakata desa. Perempuan dari desa diambil satu perwakilan untuk diberi kursus.
Kursus yang dilaksanakan pada waktu itu tidak jauh dari persoalan rumah tangga seperti memasak, mencuci, pertanian, peternakan dan pertanian. Harapannya setelah adanya kursus ini para perempuan bisa kembali ke desa dan menularkan pada perempuan lainnya di desa masing-masing.
Dari masa ke masa praktek ini mulai dikritisi oleh para tokoh perempuan Indonesia. Dari kritik itu akhirnya membawa beberapa perubahan bagi nasib perempuan. Seperti memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam urusan pemilu.
Bahkan dalam perkembangannya saat ini, perempuan tidak hanya diajarkan untuk mengurusi ruang domestik saja, tetapi perempuan sekarang juga bisa mengurusi hal-hal yang ada di ranah publik tanpa mengesampingkan kodratnya sebagai seorang perempuan.
SK Presiden 1959
Tepat pada 22-25 Desember 1982, terselenggaralah kongres perempuan pertama yang bertempat di ndalem atau pendopo Djojodipuran. Kongres ini diprakarsai oleh tiga tokoh perempuan yakni Ny. R.A Sukonto perwakilan dari Wanita Oetomo, Nyi Hadjar Dewantoro dari wanita taman siswa dan Nn. Sujatin (Ny. Kartowijono) seorang putri Indonesia.
Tempat yang digunakan untuk kongres perempuan pertama ini merupakan ndalem KRT. Jayadipura yang memiliki rasa nasionalisme tinggi. KRT. Jayadipura ini merupakan anak dari Bupati Bantul, Raden Tumenggung Djajadipoera dengan istri keduanya Nyai Riya Segodono. Di depan ndalem ini juga terdapat sekolah yang disebut taman siswa.
Disahkannya peringatan hari ibu melalaui SK Presiden 316 tahun 1959. Kenapa akhirnya jatuh pada tanggal 22 Desember? Karena tanggal itu tak lepas dari sejarah saat seluruh wanita Indonesia di penjuru negeri bergerak dan berkumpul di Yogyakarta untuk melaksanakan kongres perempuan pertama.
Karena itulah hari Ibu tidak hanya dimaknai sebagai hari kasih sayang pada Ibu, karena memberikan kasih sayang bisa dilakukan setiap hari. Atau menjadi momen untuk memberi kado pada Ibu, itupun juga bisa dilakukan kapan saja.
Lebih dari itu pada tanggal 22 Desember harusnya menjadi hari perenungan bagi seluruh perempuan di Indonesia dengan melihat sejarah pergerakan perempuan untuk mewujudkan keadilan bagi kaum perempuan dalam hal pendidikan dan lainnya. Juga spirit perempuan Indoesia dalam memperjuangkan hak asasi perempuan dan juga anak Indonesia.
Refleksi Kritis untuk Perempuan dan Laki-Laki
Sebagian orang seringkali bertanya-tanya, mengapa ada hari Ibu tetapi tidak ada hari Ayah. Sejarah sudah merekam dengan sangat jelas asal muasal munculnya hari Ibu dan kenapa akhirnya Presiden mengeluarkan surat keputusan untuk menandai hari Ibu setiap tanggal 22 Desember. Bukan tanpa sebab, karena di tanggal itulah para perempuan dari Sabang sampai Merauke berkumpul untuk membicarakan hal-hal terkait perempuan.
Melihat perjalanan perempuan dari masa ke masa tentu tidaklah berlebihan jika setiap tahun ada peringatan hari Ibu. Inilah sebuah bentuk penghormatan untuk para Ibu di seluruh Indonesia karena betapa berharganya mereka. Perjuangan Ibu dari mengandung, melahirkan, menyusui itu pun belum selesai, masih lanjut harus merawat dan mendidik anak-anaknya agar tumbuh kembangnya baik dan kelak menjadi manusia dewasa yang baik.
Setiap hari Ibu baikanya melakukan refleksi kritis yang nantinya bisa memunculkan sebuah inspirasi baru. Terkhusus bagi para perempuan supaya lebih bisa membawa dirinya dengan baik. Bisa belajar dari jejak tokoh-tokoh perempuan Indonesia zaman dulu dari masa sebelum kemerdekaan hingga reformasi. Kemudian bagi para laki-laki juga bisa melihat sejarah agar bisa lebih menghargai kaum perempuan, karena Ibu kita adalah perempuan.
Selamat Hari Ibu.