Sebagai muslim, kita diperintahkan untuk selalu mengingat atau dzikir kepada Allah SWT di setiap waktu dan di manapun kita berada. Namun ada satu tempat dan keadaan yang terlarang. Di tempat tersebut, kita dituntut untuk menjaga adab, terutama lisan kita untuk tidak mengucapkan kalimat-kalimat suci-Nya, yaitu kamar mandi.
Seorang muslim tidak diperkenankan berdzikir secara lisan di kamar mandi. Menurut para ulama, kamar mandi merupakan tempat kotor, bahkan bisa disebut sebagai tempat bersarangnya setan. Hal ini dilarang dalam rangka mengagungkan Allah Ta’ala. Meskipun demikian, tidak lantas kita mencari kesibukan lain seperti melamun.
Syeikh Sabiq Muhammad al-Tihaimi dalam kitabnya yang berjudul Fiqh Sunnah menerangkan bahwa ketika seseorang berada di dalam kamar mandi tidaklah dilarang untuk mengingat atau berdzikir kepada Allah. Karena mengingat-Nya harus dilakukan di mana saja dan itu adalah perbuatan yang baik. Nabi Muhammad telah memberikan kita tauladan untuk selalu berdzikir dan mengingat Allah sepanjang waktu.
Pendapat lain dalam konteks wudlu mengatakan bahwa lebih baik tidak mengucapkan asma-asma Allah di dalam kamar mandi. Syekih Abu Yazid Salamah menuturkan, dianjurkan untuk mengingat Allah sebelum memulai wudlu, yaitu sebelum memasuki kamar mandi dan setelah meninggalkannya. Menurut salah satu Dewan Ulama’ Senior al-Azhar Mesir ini, ada perbedaan pendapat beberapa ahli hukum yang meyakini bahwa asma Allah Ta’ala boleh disebutkan secara sirr atau lirih.
Salah satu argumentasinya adalah kisah Nabi Musa yang enggan berdzikir saat membuang hajat, kemudian Allah pun mengajarinya. Ini terekam dalam karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Al-Wabilus Shayyib minal Kalimit Thayyib. Ibnu Qayyim menukil Imam al-Baihaqi yang menerangkan tentang keutumaan dzikir kepada Allah.
Kisah Nabi Musa tersebut dikutip dari salah seorang sahabat di Madinah dari kalangan Yahudi yang akhirnya mualaf, Abdullah bin Salam. Ia menceritakan percakapan Nabi Musa— yang dikenal kalimullah, dengan Rabbnya terkait adab dalam berdzikir.
“Tuhanku, bentuk syukur apa yang Engkau kehendaki dari hambamu?” tanya Nabi Musa.
Allah kemudian menjawab, “Lidahmu senantiasa basah menyebut asma-Ku.”
Namun kemudian Nabi Musa membalas jawaban Tuhannya, “Tuhanku, aku sedang dalam kondisi tidak baik untuk berdzikir demi memuliakan-Mu,”.
Allah pun bertanya kepada hambanya yang kinasih Musa, “Kondisi apakah itu wahai Musa?”
“Yaitu saat aku junub, buang air besar, ataupun buang air kecil,” jawab Musa as.
“Sekalipun demikian, (kamu harus tetap mengingat-Ku),” terang Tuhan kepada Musa.
“Apa harus kubaca Ya Rabbi?”
Allah pun mengajarkan Musa kalimat dzikir yang perlu dibaca, terutama saat sedang buang hajat.
سُبْحَانَكَ وَ بِحَمْدِكَ وَجَنِّبْنِيَ الأَذَى، وَ سُبْحَانَكَ وَ بِحَمْدِكَ فَقِنِي الأَذَى
“Subhānaka wa bi hamdika, wa jannibniyal adzā. Wa subhānaka wa bi hamdika, fa qinil adzā,”
Yang artinya, “Mahasuci Allah dan segala puji bagiMu, jauhkanlah aku dari penyakit. Mahasuci Engkau segala puji bagiMu lindungilah aku dari penyakit.”
Melihat penjelasan beberapa ‘alim di atas, berdzikir di dalam kamar mandi bukanlah sebuah larangan yang berkonsekuensi hukum haram. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika sedang berada di dalam kamar mandi tetap menjaga adab sesuai dengan yang diajarkan oleh para guru dan ulama. Hendaknya tidak meninggalkan dzikir, doa, dan mengingat kepada Allah meskipun di kamar mandi dengan cara melafalkan di dalam hati. (AN)