Dalam tren budaya populer Korea yang menjamur, ada upaya fandom muslimah untuk menegosiasikannya dengan akidah, seperti pada fenomena soju halal.
Memang, jika bicara soal dunia hiburan, maka budaya populer Korea (Korean Pop) telah masuk ke papan atas daftar hiburan yang paling digemari saat ini. Lewat hiburan K-Drama (drakor), musik atau lainnya, Korea Selatan berhasil merajai panggung hiburan saat ini secara mendunia. Fenomena inilah yang disebut sebagai Korean Wave (K-Wave) atau hallyu.
Yang harus disadari di sini, hiburan tidaklah bebas nilai. Sebenarnya hiburan membawa budaya lokal ke dalam setiap sisinya. Tentu bahasa menjadi budaya paling dasar yang dibawa oleh sebuah hiburan. Selain itu, budaya lingkungan, berpakaian, gaya hidup, ataupun apa yang dikonsumsi masuk pula di dalamnya.
Dengan kondisi tersebut, sesuai dengan hukum pasar, ketika ada banyak orang berkumpul, maka di sanalah akan ada orang yang berjualan. Nah, dengan besarnya komunitas K-Pop, muncul dan tumbuhlah pasar yang mengambil momen ini.
Dengan skala besar, bisnis berbau Korea-an bermunculan. Seperti potongan rambut dan style pakaian a la Korea, kosmetik, makanan hingga les bahasa Korea pun laku keras oleh para penikmat Korea yang disebut dengan koreaboo ini.
Meski begitu, tak semua hal dalam sebuah hiburan bisa dibawa ke budaya penikmat. Hal itu karena adanya perbedaan budaya yang kadang sulit untuk dicampur-adukkan.
Lebih menarik lagi di Indonesia, demam hallyu ini datang berdekatan dengan peningkatan kesadaran terhadap agama Islam beberapa tahun terakhir. Hasilnya, gelombang budaya pop Korea yang menyebar di kalangan perempuan Islam (muslimah) bersamaan dengan adanya kesadaran di kalangan muslimah untuk mengenakan jilbab – atau yang kini lebih populer disebut dengan hijab.
Dengan menggunakan hijab, para perempuan ini tetap bisa tampil stylish a la Korea, baik dari pakaian ataupun dandanan. Bahkan, seperti yang dicatat oleh Iqomah Richtig dalam tesis “Saranghae Fillah: Fandom Hijrah dalam Lanskap Dakwah Islam di Kalangan Anak Muda Indonesia” di UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2021, gelombang Korea ini juga ada di komunitas muslimah hijrah.
Bertemunya tren hiburan dengan kesadaran religiusitas membuat mereka harus dapat menegosiasikan batasan hiburan tersebut bisa dinikmati. Namun, tak semua hal dari budaya yang dibawa oleh hiburan tersebut dapat diadopsi. Contohnya ialah konsumsi soju.
Bukan Soal Rasa, Tapi Tentang Tren
Dalam drakor, cukup banyak scene yang menyorot makanan dan minuman yang dikonsumsi. Itu sebabnya makanan khas Korea seperti kimchi atau jenis Korean Street Food seperti Tteokbokki laku keras di Indonesia.
Dari minumannya, soju menjadi jenis minuman Korea yang cukup membuat para fans K-Pop ini penasaran. Namun, fans dari kalangan muslimah tak bisa meminumnya karena soju mengandung alkohol.
Ya, soju merupakan minuman beralkohol khas Korea Selatan yang terbuat dari beras atau gandum. Kandungan alkoholnya bisa mencapai 40% dan jelas kalau minuman ini hukumnya haram untuk dikonsumsi. Meski beberapa merk soju menyajikannya dengan perasa buah-buahan, ciri khas dari soju tetaplah pada kandungan alkoholnya.
Kemunculan minuman soju di K-Drama membuat fans ingin ikut “mencicipinya”. Akan tetapi, melihat ada kandungan alkohol di dalamnya, tentu yang diincar dari soju bukanlah soal rasanya melainkan tren K-Pop yang dibawanya.
Dari situlah, ada inisiasi untuk membuat minuman soju non-alkohol agar aman dikonsumsi oleh umat Islam. Langkah ini pertama kali muncul di Bandung pada tahun 2020 lalu. Produk soju halal merupakan upaya negosiasi antara tren K-Pop dengan akidah Islam.
Sempat Ditolak MUI, Produk Soju Halal Tetap Beredar dengan Nama Baru
Secara kandungan, soju halal merupakan air karbonase dengan tambahan perasa buah. Jadi secara rasa, soju halal ini sama saja seperti soda dan jelas ini menghilangkan esensi dari soju. yakni alkohol. Yang membuatnya mirip dengan soju asli ialah packaging (kemasan) minuman tersebut, yakni dikemas dengan botol berwana hijau khas soju.
Namun pada awal kemunculannya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak produk soju halal ini. Meski tak ada kandungan alkohol di dalamnya, penggunaan nama “soju” sudah identik dengan minuman beralkohol. Oleh sebab itu, jika ingin memproduksi minuman yang mirip seperti itu namun tak beralkohol maka sebaiknya gunakan nama lain.
Akhirnya, produk soju halal pun berganti nama seperti Mojiso. Produk ini pun dilabeli sebagai Korean Sparkling Water dan dijamin 100% halal. Pergantian nama ini tentu bukanlah masalah karena secara tampilan, botol minuman ini tetap serupa dengan soju.
Toh, yang diincar memang bukanlah rasa dari soju itu melainkan ingin mencoba menghidupkan suasana seperti yang ada di scene K-Drama. Disebabkan budaya visual yang kuat, dengan kemasan botol yang mirip sudah cukup untuk memperkuat bahwa inilah minuman yang dikonsumsi oleh para idolanya. Tak peduli soal rasa, yang penting kita sudah berhasil merasakan vibes-nya.
Ini merupakan fenomena yang unik. Sebegitu kuatnya demam Korea pada diri seorang muslim sampai-sampai ada terobosan untuk membuat minuman yang awalnya haram menjadi halal untuk dikonsumsi. Fakta ini menunjukkan berhasilnya negosiasi antara tren K-Pop dengan akidah. Mereka bisa mengekspresikan diri atas apa yang mereka sukai namun tetap menjaga keimanan mereka. [NH]