Setiap orang tentu berharap keluarganya menjadi keluarga yang harmonis. Harapan tersebut menjadi mustahil dicapai tanpa adanya rasa saling menyayangi di antara anggota keluarga. Tantangan menjadi berlipat ganda ketika suami maupun istri bersepakat untuk sama-sama bekerja mencukupi kebutuhan keluarga, sekaligus sepakat untuk memiliki peran ganda.
Baik suami maupun istri, ketika mereka memutuskan untuk bekerja, maka keduanya akan menjalankan peran ganda. Selama ini, status “peran ganda” lebih sering disematkan hanya kepada pihak istri yang merangkap dua peran sekaligus, yakni sebagai ibu rumah tangga dan pekerja profesional. Padahal, suami juga memiliki peran ganda, yakni sebagai bapak rumah tangga dan pekerja profesional.
Status “peran ganda” yang hanya disematkan kepada istri biasanya dilatarbelakangi oleh pandangan yang menganggap bahwa tugas domestik merupakan tugas tunggal seorang istri. Sedangkan, seorang suami hanya dibebani tugas untuk mencukupi kebutuhan finansial keluarga. Menurut Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., dosen Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ada suatu konstruk sosial yang mempengaruhi cara pandang masyarakat terkait tugas dalam rumah tangga.
“Laki-laki nggak boleh pegang sapu, nggak boleh pegang pekerjaan rumah, itu namanya menurunkan martabat. Itu kata siapa? Itu kan adat banget,” ujar perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur ini.
Memang benar, memenuhi kebutuhan finansial keluarga juga merupakan salah satu bentuk kasih sayang. Namun, banyak suami seringkali mencukupkan diri pada hal itu. Mereka merasa bahwa dengan menafkahi keluarga, beban tugas domestik tidak perlu lagi diembannya. Tidak hanya menolak untuk membantu istri, sebagian dari mereka bahkan meminta dilayani sepenuhnya oleh sang istri, bak seorang raja dilayani pembantu. Lilik menceritakan keluhan yang didengarnya dari seorang ibu tukang pijat tentang sikap suami di rumah.
“Cuma ambil makan, sudah disiapkan di dapur, tinggal melangkah, tapi mintanya diambilkan dan ditata di meja, padahal rumahnya kecil. Nyuci piring sendiri saja nggak mau,” ungkapnya saat menceritakan ulang keluhan yang didengarnya.
Suami seharusnya dapat memahami bahwa tugas domestik rumah tangga bukan tugas sepele. Bahkan saat seorang istri tidak memilih untuk menambah aktivitas di luar, tugas yang diembannya pun tetap banyak. Sehingga, daripada merendahkan istri dengan mengatakan,“ah, gitu aja kok capek!” lebih baik seorang suami mengerjakan tugas di rumah sejauh yang ia bisa, karena hal itu merupakan bentuk pengertian dan kasih sayang kepada keluarga, khususnya istri.
“Di rumah itu juga capek, ngurus A sampai Z. Kerjakan yang bisa dikerjakan. Jadi, sebenarnya kan saling pengertian saja,” tegas Lilik.
Berbanding terbalik dengan suami, seorang istri yang bekerja justru selalu memikirkan keadaan keluarga rumah. Dekan II Fakultas Ushuluddin ini mencontohkan dengan pengalaman yang pernah dilewatinya sebagai seorang istri yang bekerja. Kadang beliau merasa resah ketika tak kunjung pulang karena harus menemui banyak tamu atau tugas lainnya, resah karena memikirkan keadaan keluarga di rumah.
“Pengalaman saya sampai sekarang, laki-laki (suami) itu nggak bisa kalau urusan masak. Kadang rapat saja masih ditelfon. Saya bilang, saya masih meeting, nanti dulu,” tuturnya sembari tertawa kecil mengingat momen lucu tersebut.
Perhatian kecil dan sedikit uluran tangan dalam menyelesaikan tugas domestik rumah tangga merupakan hal sederhana, namun sangat berarti bagi seorang istri. Ia akan merasakan limpahan kasih sayang dari tindakan-tindakan kecil yang dilakukan oleh seorang suami untuknya dengan ikhlas.
Seorang suami semestinya bisa belajar menyayangi keluarga, termasuk istri yang bekerja. Suami tidak lagi hanya mencukupi kebutuhan finansial, melainkan juga banyak hal lain. Oleh karena itu, setiap suami sudah seharusnya mulai menumbuhkan kesadaran untuk turut andil dalam mengemban tugas-tugas domestik rumah tangga. (AN)
Baca juga tulisan lain tentang perempuan bekerja.
Artikel merupakan hasil kerja sama dengan Rumah KitaB atas dukungan investing in women dalam mendukung perempuan bekerja