Kehadiran internet dan media sosial merupakan kenyataan abad ke-21 yang tidak dapat ditolak. Berbagai dampak pun muncul, baik positif maupun negatif. Pemanfaatan media sosial telah mengalami perkembangan pesat seiring meningkatnya intensitas dan jumlah pengguna media sosial. Berbagai motif dan tujuan penggunaan media sosial terlihat mulai dari motif-motif ‘remeh’ yang bersifat personal, hiburan, hingga pemanfaatan tujuan bisnis dan komersial, seperti pemasaran, periklanan, pengenalan produk, pelayanan pelanggan, bahkan untuk tujuan dan kepentingan politik. Media sosial tampil sebagai medium komunikasi terbuka yang mampu menampilkan pesan-pesan secara cepat, interaktif, dialogis dan real-time.
Melalui beragam platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan berbagai platform yang terus bermunculan, siapa pun dimungkinkan memosisikan diri dalam peran sebagai pengirim atau penerima pesan. Mereka bisa saling berinteraksi secara real-time pada medium yang sama (Cela, 2015). Dorongan menggunakan media sosial juga ditunjang teknologi yang semakin memudahkan pengguna membuat konten sendiri (user-generated content), serta memfasilitasi terbentuknya beragam komunitas virtual (Lee, Vogel, dan Limayem, 2003).
Dari sisi pengguna, kehadiran internet dan media sosial telah dianggap suatu kebutuhan yang hampir tidak terlepaskan dengan gaya hidup manusia modern, dimana internet dan media sosial diperlukan untuk melayani berbagai keperluan dan aktivitas. Laporan survei Datareportal tahun 2022 menjelaskan alasan orang Indonesia menggunakan internet antara lain adalah: menemukan informasi (sebanyak 80,1%), menemukan ide-ide baru dan inspirasi (72,9%), berhubungan dengan teman dan keluarga (68,2%), mengisi waktu luang (63,4%), mengikuti berita dan kejadian terkini (61,4%.), menonton video, tv dan film (58,8%), dan seterusnya (Datareportal, 2022). Perlu diketahui, Datareportal adalah anak perusahaan dari Keipos Pte. Ltd., sebuah perusahaan konsultan dan intelijen bisnis berbasis di Singapura. Datareportal berdiri 1 Juli 2018 khusus untuk menyediakan intelijen bisnis, database, dan integrase data. Perusahaan ini menyediakan laporan statistik yang dapat diunduh secara cuma-cuma terkait pengguna internet dan media sosial, baik di tingkat lokal maupun data per negara.
Disebutkan pula dalam laporan survei itu jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2022 telah mencapai 73,7 persen populasi, yakni sekitar 204,7 juta pengguna. Demikian pula pengguna media sosial telah meningkat sangat pesat dari 62,0 juta pengguna pada tahun 2014 menjadi 191,4 juta pada tahun 2022. Adapun waktu rata-rata orang Indonesia setiap hari menggunakan internet adalah 8 jam, 36 menit, dan khusus untuk penggunaan media sosial melalui perangkat apa pun adalah 3 jam, 17 menit (Datareportal, 2022). Data terbaru ini menggambarkan semakin luas dan intensifnya penggunaan internet serta media sosial di masyarakat.
Selain dimanfaatkan bagi kepentingan-kepentingan komersil dan sosial-politik, kecanggihan internet dan media sosial juga sering dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan menyimpang, seperti untuk aktivitas kejahatan dunia maya (cybercrime), perdagangan narkotika, perdagangan manusia, dan gerakan terorisme. Keberadaan internet dan media sosial yang bersifat terbuka, interaktif, dan real-time sering dimanfaatkan untuk menopang aktivitas-aktivitas kejahatan dan/atau kegiatan-kegiatan menyimpang.
Internet dan media sosial sebagai dunia maya memungkinkan pengguna menyembunyikan identitas dan/atau menyamarkan aktivitasnya, sehingga melahirkan berbagai tindakan merugikan yang sulit dilacak atau dikontrol oleh otoritas negara. Termasuk dalam hal ini, berkembangnya produksi wacana radikalisme-fundamentalisme yang memanfaatkan keterbukaan internet dan media sosial untuk mengukuhkan posisinya dalam ruang publik.
Karena itu, menarik dikaji bagaimana implikasi penggunaan internet dan media sosial sebagai sarana penyebaran radikalisme sehingga bisa dikaji upaya-upaya penangkalan paham radikalisme-fundamentalisme, baik pada tataran pemikiran dan wacana maupun pada tataran organisasi dan kegiatannya. Tujuannya adalah mengungkap bagaimana proses radikalisasi berlangsung melalui internet dan media sosial, yang dalam hal ini secara khusus ditinjau dari pengguna Twitter.
Buku ini tidak bermaksud mengkaji semua pengguna platform media sosial, melainkan dibatasi hanya pada pengguna Twitter dalam perspektif pemikiran Habermas.