Pada sepuluh akhir Ramadhan, banyak umat muslim yang melaksanakan i’tikaf di masjid guna berburu malam lailatul qadar. Sebagaimana laki-laki, perempuan juga diperbolehkan untuk melaksanakan i’tikaf di masjid (dengan beberapa syarat).
Salah satu syarat diperbolehkannya i’tikaf bagi perempuan adalah suci dari haid dan nifas. Lalu bagaimana dengan perempuan istihadhah? Bolehkah ia beri’tikaf di masjid?
Ada tiga macam darah yang keluar dari farj perempuan yaitu haid, nifas, dan istihadhah. Meskipun perempuan yang istihadhah juga mengeluarkan darah, tetapi ia tetap diperbolehkan melaksanakan ibadah-ibadah yang dilarang ketika haid dan nifas.
Begitu pula dengan i’tikaf. Perempuan yang istihadhah tidak dilarang untuk melaksanakan i’tikaf di masjid, sebagaimana ia tidak dilarang untuk melaksanakan shalat dan puasa.
As-Sayyid Sabiq dalam kitabnya, Fiqh as-Sunnah menyatakan
شروطه في المعتكف أن يكون مسلما، مميّزا طاهرا من الجنابة والحيض والنفاس، فلايصحّ من كافر ولاصبي غير مميز ولاجنب ولا حائض ولا نفساء.
Syarat orang yang i’tikaf yaitu muslim, mumayyiz, suci dari junub, haid dan nifas. Maka tidak sah bagi orang kafir, anak kecil yang belum mumayyiz, juga orang yang junub, haid dan nifas.
Berdasarkan syarat-syarat di atas, yang menghalangi perempuan dari i’tikaf adalah junub, haid, dan nifas, tidak istihadhah. Kebolehan ini berdasarkan hadis riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa dahulu istri-istri Rasulullah SAW juga pernah beri’tikaf di masjid, di antara mereka ada yang sedang dalam keadaan istihadhah.
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ بَعْضَ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ اعْتَكَفَتْ وَهِيَ مُسْتَحَاضَةٌ
Dari ‘Aisyah berkata, Sebagian Ummul Mukminin melakukan iktikaf sementara di antara mereka ada yang mengeluarkan darah istihadlah. (HR Bukhari)
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: اعْتَكَفَتْ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ مِنْ أَزْوَاجِهِ، فَكَانَتْ تَرَى الدَّمَ وَالصُّفْرَةَ وَالطَّسْتُ تَحْتَهَا وَهِيَ تُصَلِّي
Dari Aisyah RA, ia berkata : Ada seorang dari isteri-isteri Beliau yang ikut beri’tikaf bersama Saw dalam keadaan istihadhah. ‘Aisyah radliallahu ‘anha melihat ada darah berwarna merah dan kekuningan sedangkan di bawahnya diletakkan baskom sementara dia mengerjakan shalat (HR Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, istri Nabi tersebut sedang mengeluarkan darah istihadhah yang berwarna merah dan kekuningan. Ia tetap diperbolehkan beri’tikaf namun dengan meletakkan baskom di bawahnya agar darah yang keluar tidak mengenai masjid.
Perlu diketahui pula bahwa darah istihadhah juga termasuk najis. Sehingga perempuan istihadhah yang hendak shalat harus menahan darahnya dengan kapas agar tidak keluar. Begitu pula dengan i’tikaf, hendaknya ia memperhatikan darah yang keluar agar tidak sampai mengotori masjid.
Perempuan yang istihadhah meskipun mengeluarkan darah, tapi ia tetap diperbolehkan berdiam diri di masjid dan beri’tikaf, karena ia juga tidak dilarang melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Sedangkan perempuan yang haid dan nifas memang tidak diperkenankan berdiam diri di masjid, bahkan dilarang juga sekedar mondar-mandir di masjid jika dikhawatirkan darahnya mengotori masjid.
Karena ilat dari larangan i’tikaf di masjid bagi perempuan haid bukan hanya khawatir darahnya mengenai masjid, tapi juga bersifat ta’abbudi (hal yang bersifat ibadah semata), karena orang yang junub pun tidak diperbolehkan i’tikaf di masjid padahal ia tidak mengeluarkan darah.
Wallahu a’lam bisshowab