Ramadhan di Maroko: Bagi Warga Maroko, Pelajar Dianggap Orang Dekatnya Tuhan

Ramadhan di Maroko: Bagi Warga Maroko, Pelajar Dianggap Orang Dekatnya Tuhan

Banyak dermawan saat Ramadhan di Maroko. Bagi mereka, pelajar seperti kami dianggap dekat dengan Tuhan. Mereka memberi sedekah sambil minta didoakan.

Ramadhan di Maroko: Bagi Warga Maroko, Pelajar Dianggap Orang Dekatnya Tuhan

Seluruh dunia mengalami Ramadhan yang berbeda tahun ini. Pandemi corona yang belum selesai, memaksa kita untuk bersabar membetahkan diri diam di rumah saja. Tidak terkecuali Ramadhan di Maroko.

Bagi saya, tahun ini jadi tahun pertama saya berpuasa jauh dari rumah. Tahun ini juga menjadi Ramadhan pertama saya di Negeri Seribu Benteng, Maroko. Pengalaman pertama selalu mengesankan, terlebih kali ini berpuasa di tengah Pandemi.

Sementara itu, tahun ini, bulan Ramadhan di Maroko datang di tengah musim semi. Dengan suhu siang hari berkisar pada 20-30 derajat celsius. Musim semi membuat hitungan waktu puasa di sini berlangsung selama sekitar 15 jam. Azan Subuh berkumandang pukul setengah empat pagi dan bedug Maghrib pukul tujuh malam, meski di sini saya belum pernah menemukan bedug ya. Hehe. Jelas, dari kalkulasi waktu tersebut sedikit lebih lama dibanding durasi puasa di Indonesia yang hanya sekitar 12 jam.

Meski dengan suasana kalut dan hati yang merintih, berkah bulan mulia ini sama sekali tidak menyusut. Bagi saya dan teman-teman, adanya “Muhsinin” tentu jadi salah satu hal yang wajib disyukuri.

Siapa itu Muhsinin?

Muhsinin adalah para dermawan yang gemar bersedekah, memberi, membantu kebutuhan dan keperluan hidup kami sebagai orang jauh. Menurut bahasa kampung saya, mereka ini nyah-nyoh. Meskipun kami tidak mengenal mereka secara personal, tapi mereka tetap nyah-nyoh dalam bersedekah.

Mulanya, saya mengira Muhsinin itu hanya kasihan melihat kami yang tinggal jauh dari negara kelahiran. Tapi ternyata kebaikan Muhsinin ini gholab berlaku bagi kami yang tinggal di sini, yang berstatus sebagai pelajar (thullab). Menurut para Muhsinin itu, para pelajar, orang-orang yang mencari ilmu agama merupakan orang yang dekat dengan Tuhan. Walaupun banyak juga pelajar yang tidak dekat-dekat amat dengan Tuhan. Sebab itu, terkadang mereka juga minta didoakan.

Latar belakang dan kelas sosial para Muhsinin itu berbeda-beda, maka bentuk pemberian mereka juga beragam. Kemarin (Kamis, 14 Mei 2020) sore misalnya, tempat tinggal kami kedatangan sepasang suami istri. Mereka memberi kami sekardus buah kurma, beberapa semangka dan buah-buahan lainnya. Tak hanya itu, kami juga dikasih amplop berisi 100 Dirham per orang. Jumlah yang tidak sedikit bagi kami para pelajar. Nominal tersebut dibagikan untuk 14 orang di tempat kami tentunya bukan angka yang sedikit. Lumayan!

Di lain kesempatan, Muhsinin lain memberi kami kiriman Kuskus (Couscous): makanan khas negara-negara Maghriby. Kuskus terbuat dari gandum Semonila, disajikan bersama sayur, daging atau ayam. Di Maroko, Kuskus biasa dimakan di hari Jumat siang. Pernah kami mendapat Hariroh: sup khas maroko yang terbuat dari kacang, rempah-rempah, dan daging kambing, biasa dimakan dengan tambahan perasan lemon dan telur rebus.

Dari Muhsinin yang lain, kami juga pernah mendapat kiriman sekotak roti. Sembari mereka meminta dari kami sekotak doa “Semoga beliau dan keluarga diberi kesehatan dan keselamatan dari virus corona,” katanya.

Pemberian Muhsinin tidak melulu berbentuk makanan. Tidak jarang juga, kami kedatangan Muhsinin yang memberi pakaian dan kebutuhan sehari-hari seperti sabun, deterjen, dan lain sebagainya.

Namun perlu diketahui, Muhsinin di Maroko tidaklah selalu mereka yang mempunyai harta lebih atau bergaya hidup mewah.

Pengalaman itu terjadi ketika kami berbelanja di pasar di Kota Uyun. Kami menumpai seorang bapak penjual zaitun. Hidupnya sederhana. Sehari-hari menunggu pelanggan di lapaknya sambil mengisi waktun dengan mendaras Al-Quran. Beliau ringan tangan menggratiskan barang dagangannya untuk para pelajar dari Indonesia yang datang ke lapaknya.

Begitu juga di salah satu warung di dekat rumah. Fatih, salah seorang penjualnya, beberapa kali meminta kami datang ke warungnya untuk diberi bahan-bahan makanan seperti telur, tepung, dan beberapa kardus Indomie.

Tentunya, sikap baik para Muhsinin ini patut kita teladani. Bersedekah baik di waktu lapang dan makmur maupun di waktu sempit. Sebab bersedekah bukan hanya tentang seberapa banyak harta yang kita keluarkan, tapi juga tentang seberapa ikhlas kita untuk saling membantu dan menggunakan harta di jalan yang baik.

Selain itu, kami meyakini jika Muhsinin itu pengamal hadis Nabi Muhammad Saw: “as-shadaqotu tadfa’ul bala” bahwa bersedekah itu menyelamatkan kita dari bala’/wabah, dan mengamalkan Q.S. Al-Baqoroh ayat 183 yang menganjurkan kita untuk menginfakkan harta baik di waktu lapang maupun sempit.

Semoga Allah memudahkan kita, cepat mengakhiri masa pandemi ini dan semoga masa pandemi ini tidak mengurangi semangat kita dalam beribadah. Selamat berpuasa dari kami di Maroko! [rf]