Judul di atas bukan langkah seorang marketer untuk menarik simpati dan minat pembaca sebanyak-banyaknya. Alasan penulis adalah karena ada semacam keterkaitan batin antara KH. Mahfudz Termas dengan Ibnu Hajar al-Haitami. Keterkaitan tersebut hampir menyerupai keterikatan antara Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli walaupun mereka berdua hidup di tempat dan di waktu yang berbeda.
Jika mengkaji beberapa karya KH. Mahfudz Termas yang mempunyai hubungan erat dengan Ibnu Hajar al-Haitami, maka yang karya yang tepat untuk dijadikan fokus utama adalah Mauhibah dzi al-fadhl Hasyiah Ala Syarhi Mukhtashar Bafadhal yang tidak lain Syarah yang diulas oleh Ibnu Hajar, lalu diulas lagi secara luas dan lebih detail oleh KH Mahfudz Termas, dalam konteks kenusantaraan. Masyarakat Indonesia yang dalam pandangan fiqih mengikuti madzhab Syafii, menjadikan semua rujukan masalah keagamaan bersandar pada Kutub al-Syafiiyah.
Tidak semua kitab fiqih Syafii tersebut berhasil menjadi jawaban permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia. Artinya adalah paradigma fiqih yang ada pada saat itu masih dalam konteks Timur Tengah sentris, dan tidak mengglobal sampai pada Asia Tenggara, terlebih Indonesia. Berangkat dari fenomena tersebut KH. Mahfudz Termas mencoba memperluas lagi ulasan Ibnu hajar al-Haitami dalam konteks kenusantaraan dan keindonesiaan.
Dalam pandangan penulis, kitab Mauhibah dzi al-fadhl Hasyiah Ala Syarhi Mukhtashar Bafadhal yang ditulis oleh KH. Mahfudz Termas merupakan salah satu ulasan tentang fiqih Imam Syafii yang paling detail, luas dan komprehensif. Dengan kata lain, nuansa fiqih di dalamnya tidak an sich terhadap teks-teks, namun disesuaikan dengan dinamika sosial yang ada pada masyarakat Indonesia. Hal ini juga diamini oleh sang pentahqiq, yaitu Dr. Muhammad Abdurrahman al-Ahdal dalam muqaddimahnya di kitab tersebut.
Kitab setebal 6 jilid ini bukan hanya mengulas berbagai macam problematia umat berdasar ruang lingkup fiqih, namun juga mengulas beberapa term yang dianggap penting dan itu dibutuhkan dalam mengurai istilah kontemporer dalam konteks kebahasaan. Dengan merujuk kepada beberapa kamus besar seperti Muktar al-Shihhah karya Syekh Muhammad bin Abu Bakar Abdul Qadir al-Razi, Tahdzib al-Lughah karya Syekh Abu Mansur Muhammad bin Ahmad al-Azhari, dan al-Qamus al-Muhith karya Syekh Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzzabadi, menjadkan kitab Hasyiah Tirmisi ini kaya akan defenisi Istilah, sehingga pembahasannya pun tidak keluar dari konteks yang telah digariskan pada awal bab dari masing-masing bab.
Satu hal menarik pada kitab ini adalah kemampuan KH. Mahfudz Termas dalam mengambil istinbat secara kontekstual dari berbagai pendapat para ulama sebelumnya setelah melakukan uji pendapat dan perbandingan di antara pendapat para mujtahid fatwa semisal IbnuHajar al-Haitami yang dlama hal ini lebih kontekstual daripada Imam Syihabuddin al-Ramli yang dalam banyak pandangannya selalu tekstual dan terkesan kaku.
Tidak hanya itu, kemampuan KH. Mahfudz Termas dalam mengurai hadits dalam konteks fiqih dan kemudian mengambil istinbat dari pendapat ulama yang rajih, menjadikan kitab ini sehaluan dalam konteks dinamika sosial dan jauh dari kesan kaku dan konservatif pada nash.
Dengan demikian, tidak salah kiranya jika dalam konteks dinamika fiqih, Syekh Mahfudz Termas dianggap sebagai Neo Ibnu Hajar al-Haitami dalam konteks Islam Nusantara. Anggapan berdasar pada setiap pengamalan syariah berdiri dan konsisten atas dua metode yaitu tekstual dan kontekstual. Kontekstualisasi atas teks yang ada pada al-Qur’an, al-Hadits atau bahkan al-Ijma’ adalah keniscayaan, hal itu sesuai dengan kaidah ushul fiqih yang menyatakan: al-Hukmu Yaduuru ma’al Illah Wujuudan wa ‘Adaman”, artinya adalah suatu hukum berlaku dan diterapkan berdasar pada illah/Causa yang ada. Inilah kemudian yang melatar-belakangi KH. Mahfudz Termas untuk melakukan aktualisasi atas nilai-nilai Islam yang Shalihun Fi Kulli Makan Wa Zaman.
Berbicara fiqih, berkaitan erat dengan dinamika sosial suatu masyarakat pada bangsa dan Negara manapun. Nilai-nilai luhur Islam yang ajarannya menembus ruang dan waktu menjadikannya selalu relevan dalam setiap problematika yang ada, baik pada masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Syekh Mahfudz Termas salah seorang ulama Nusanntara yang secara khusus membahas problematika sosial kenusaantaraan menawarkan fiqih yang dinamis yang tidak melabrak budaya. karyanya “Mauhibah dzi al-fadhl Hasyiah Ala Syarhi Mukhtashar Bafadhal” adalah bukti kongkret betapa beliau di samping seorang ulama yang kaya akan khazanah keilmuan juga mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi sehingga dengan demikian beliau mendapat julukan Ibnu Hajar al-Haitami fi Zamanihi. Wallahu a’lam.[]
Moh. Khoiron adalah Pegiat Islamic Studies dan Sosiologi Agama. Twitter: @MohKhoiron
Baca tulisan sebelumnya: