Kalau kamu pernah nonton film Keluarga Cemara versi layar lebar dan menyaksikan scene di mana Euis (Zara Adhisty) pertama kali menstruasi sehingga diolok-olok oleh teman lelakinya, percayalah, saya juga pernah berada di situasi serupa.
Bedanya, jika Euis berada di depan kelas, saya saat itu sedang menuntun sepeda yang bocor ban depannya. Ini terjadi sekiranya 11 tahun lalu, sewaktu saya berada di bangku kelas 6 Sekolah Dasar (SD).
Saat itu, menstruasi saya sedang hari-hari awal dan lumayan deras. Karena memang belum lihai menghadapi pengalaman menstruasi, saya tidak menyadari bahwa darah menstruasi merembes hingga rok seragam.
Pantas saja, selama saya jalan kaki menuntun sepeda menuju rumah, banyak laki-laki lewat sembari senyum mengejek dan bahkan ada yang berseloroh “Wah meraaaaah”. Tentu saja, saya waktu itu tak paham apa yang sedang mereka bicarakan.
Sesampainya di rumah, barulah saya sadar bahwa sudah ada banyak noda merah menembus rok seragam berwarna abu muda itu. (Descalimer: semasa saya SD, setelan bawah yang jadi seragam sekolah memang berwarna abu muda, beda dengan seragam SD pada umumnya)
Sontak, tangis saya pun pecah. Saya baru sadar bahwa bahwa sepanjang jalan tadi, objek ejekan beberapa lelaki adalah darah menstruasi yang tembus hingga rok seragam.
Menstruasi Dianggap Memalukan
Sadar tidak sadar, menstruasi masih menjadi bahan ejekan yang ditujukan pada perempuan. Pun juga sampai hari ini. Selain menjadi bahan ejekan, banyak yang salah kaprah memaknai menstruasi. Ejekan dan salah kaprah ini masih dialami perempuan bahkan setelah hampir 101 tahun peringatan International Women’s Day (IWD) berjalan.
Rupanya, menyongsong peringatan IWD tanggal 8 Maret, kita masih perlu effort yang lebih besar untuk menjawab tantangan dalam mengubah dunia menjadi lebih ramah dan adil bagi perempuan. Tema #ChoosetoChallenge yang diangkat IWD 8 Maret mendatang, misalnya, menyadarkan kita bahwa tantangan itu masih ada seputar belum jernihnya pemahaman tentang menstruasi.
Menurut data Plan Internasional Indonesia, sekitar 39 persen remaja perempuan diejek oleh temannya saat menstruasi. Perundungan itu bisa terjadi karena alasan yang bermacam-macam. Bisa jadi karena perundung melihat adanya pembalut atau celana dalam ganti yang dibawa oleh murid perempuan. Maka, tidak heran kita melihat pemandangan seorang perempuan yang menyembunyikan pembalut di saku atau bahkan sampai di dalam baju jika akan membawanya ke toilet. Bisa pula perundungan terjadi karena tragedi darah menstruasi tembus.
Siapa sangka, perundungan ini sering membuat perempuan lebih memilih tidak masuk sekolah terutama saat darah menstruasi sedang deras-derasnya keluar. Barangkali, alasan yang cukup masuk akal adalah mereka merasa tidak nyaman, atau khawatir tembus, atau bahkan diejek kawan. Sungguh miris.
Menstruasi = Siap Menikah?
Pernikahan dini menjadi hal yang jamak terjadi di Indonesia. Sebabnya bermacam, salah satunya pernikahan dianggap sebagai cara menyelamatkan beban orang tua dari kemiskinan keluarga. Anak yang berhasil dinikahkan dianggap mengurangi beban orang tua untuk membiayai hidup mereka. Padahal, pernikahan dini bisa membuka siklus kemiskinan yang berulang ke keluarga sang anak.
Universitas Airlangga tahun 2018 melakukan riset di daerah Bangkalan dan Sampang Madura. Hasil riset itu menceritakan bahwa sebagian besar orang tua memilih menikahkan anak perempuannya setelah pertama kali menstruasi. Jumlah pernikahan dini di dalam penelitian itu pun terbilang besar, anak perempuan yang dinikahkan pada usia 14 tahun ke bawah sebesar 74% di Sampang dan 68% di Bangkalan.
Padahal kita tahu bersama, kesiapan untuk menjalin hubungan rumah tangga tidak bisa hanya dilihat dari menstruasi pertama. Menstruasi pertama tidak berarti fisik perempuan sudah siap hamil. Kehamilan muda sekitar 15-19 tahun justru membuka peluang lebih besar resiko baby blues, keguguran, hingga kematian karena komlikasi persalinan.
Memaknai Ulang Menstruasi
Masyarakat Indonesia perlu mendudukkan menstruasi bukan sebagai hal tabu. Anggaplah menstruasi sama seperti seorang perempuan atau laki-laki yang ingin kencing atau buang air besar, sama-sama tanda biologis.
Pun juga jangan menempatkan menstruasi sebagai pintu untuk memaksa anak ke dalam lingkaran pernikahan yang belum waktunya. Menstruasi hanya tanda perempuan mulai tumbuh dewasa, bukan tanda perempuan siap untuk hamil.
Pengalaman penulis yang tidak terasa jika darah menstruasi tembus, diejek lelaki, serta salah kaprah anggapan menstruasi pertama sama dengan siap hamil merupakan tanda bahwa edukasi tentang menstruasi belum dipahami dengan baik.
Menstruasi masuk dalam salah satu materi pendidikan seksual. Pendidikan seksual yang diberikan sesuai umur anak mengajarkan kita untuk mengenali tubuh lebih dalam lagi, baik perempuan memahami tubuh dirinya sendiri, memahami tubuh lelaki, maupun sebaliknya. Tujuan saling memahami tubuh adalah agar rasa menghargai diri. Pendidikan tentang menstruasi idealnya diberikan ketika anak berumur 8 tahun untuk mengantisipasi beberapa anak perempuan yang mengalami menarche (menstruasi pertama) lebih awal dari umur 10 tahun.
Pemahaman yang baik tentang menstruasi tidak hanya perlu dimiliki perempuan, tetapi juga laki-laki. Lelaki perlu tahu bahwa menstruasi adalah hal wajar yang dialami perempuan. Lelaki perlu tahu bahwa jika kawan perempuannya mengalami menstruasi maka dia tidak boleh mengejek dan justru perlu bersimpati padanya, terutama jika kawannya mengalami dismenore (nyeri menstruasi). Lelaki perlu memahami jika ibu atau saudara perempuannya juga mengalami menstruasi sehingga jika dia mengejek kawan perempuannya yang sedang menstruasi berarti dia mengejek pula ibu dan saudara perempuannya.
Pemahaman yang baik tentang menstruasi juga perlu dimiliki perempuan. Pengalaman tembusnya darah menstruasi ke rok seragam penulis merupakan hal yang menunjukkan bahwa penulis belum memahami dirinya sendiri sehingga belum bisa mengira-ngira setiap berapa lama dia perlu ganti pembalut jika darah mens sedang deras keluar. Normalnya, pembalut diganti setiap 4 sampai 6 jam sekali atau bisa lebih sering jika makin deras darah mens keluar.
Ketika edukasi tentang menstruasi berjalan baik, tentu tidak ada cerita miris penulis yang dialami lagi oleh perempuan lain. Ketika edukasi tentang menstruasi berjalan baik, pernikahan dini pun bisa dicegah dan anggapan mengenai menstruasi bisa lebih jernih. Itulah #ChoosetoChallenge yang perlu dilakukan menyambut IWD tahun ini, mendesak edukasi soal menstruasi.