Rasulullah mengisahkan, ada orang yang seumur hidupnya melakukan kebaikan, hampir masuk surga, tapi karena ditakdirkan masuk neraka, dia melakukan banyak kemaksiatan di akhir hayatnya, sehingga menyebabkan dia masuk neraka. Sebaliknya, ada orang yang seumur hidupnya melakukan kemaksiatan, hampir masuk neraka, tapi karena ditakdirkan masuk surga, dia bertaubat dan melakukan kebaikan sebelum wafat, sehingga dia masuk surga karena takdir baik itu.
Penjelasan Rasulullah ini menunjukkan bahwa nasib baik dan buruk manusia, baik selama hidup di dunia ataupun di akhirat nanti, sudah ditentukan Tuhan dalam catatan takdir. Kalau memang sudah ditentukan, apa gunanya kita beramal? Percuma saja beramal baik, kalau pada akhirnya ditakdirkan masuk neraka?
Pertanyaan seperti ini banyak dikemukakan ketika membahas persoalan takdir. Sangat wajar bila muncul pertanyaan seperti ini. Bahkan dalam sejarah Islam, pertanyaan ini sudah diajukan sejak ratusan tahun lalu. Jawaban dari pertanyaan itu, tidak selalu memuaskan dan menuntaskan masalah.
Bahkan, ada ulama yang mengatakan, sebaiknya pembahasan takdir dihentikan dan tidak usah dibahas terlalu mendalam. Karena, Rasulullah sendiri pernah marah kepada sahabat yang berdebat tentang takdir. Rasulullah mengatakan, “Apakah kalian diperintahkan untuk membahas masalah ini dan apakah aku diutus kepada kalian untuk masalah ini?”
Tapi bagaimanapun juga, pikiran manusia tidak bisa dihentikan. Meskipun dilarang, pertanyaan seperti ini terkadang selalu melintas dalam pikiran manusia. Karenanya, banyak ulama dalam sejarah Islam, berusaha memberi jawaban yang terbaik untuk memuaskan pikiran manusia dan memantapkan keyakinan mereka terhadap takdir Tuhan.
Di antara jawaban yang diberikan para ulama terkait masalah takdir, khususnya yang berkaitan dengan pertanyaan: apa gunanya beramal kalau takdir sudah ditentukan, adalah kita beramal karena tidak ada satu pun manusia yang tahu tentang takdir itu sendiri. Bahkan Nabi Muhammad tidak tahu tentang takdir hidupnya. Karenanya, Rasulullah menyuruh manusia untuk berusaha dan tidak berpangku tangan. Berusaha semaksimal mungkin dan konsisten dalam beramal. Rasulullah sendiri bukan orang yang berpangku tangan. Buktinya, beliau terus menerus berusaha untuk menyebarluaskan ajaran Islam, meskipun tantangannya sangat berat.
Rasulullah pernah menegus seorang sahabat yang tidak mengikat tali untanya, dengan alasan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Rasulullah mengatakan, “Ikat dulu untanya, baru kamu tawakal, atau berserah diri pada Tuhan”. Jadi walaupun yakin pada takdir baik, keyakinan itu cukup, tanpa dibarengi usaha yang nyata. Keyakinan tidak akan membuahkan hasil tanpa ada usaha keras yang dilakukan untuk mewujudkan keyakinan itu.
Misalnya, seorang karyawan digaji satu juta sebulan dengan kewajiban masuk kantor tiga kali seminggu. Gaji akan diberikan apabila karyawan mengikuti aturan yang sudah disepakati. Kalau tidak pernah masuk kantor, tidak pernah melakukan pekerjaan yang diperintahkan, pasti orang yang mempekerjakan tidak akan mau memberi gaji, meskipun di awal sudah ditentukan besaran gajinya. Untuk urusan pekerjaan yang jelas ketentuannya, kita harus berusaha dan bekerja, apalagi urusan takdir yang tidak ada satupun manusia yang tahu.
Singkatnya, Tuhan memang sudah menentukan takdir, tapi Tuhan juga menyuruh manusia untuk beramal dan bekerja. Allah SWT berfirman dalam surat al-Taubah ayat 105, “Beramal dan bekerjalah kalian…”. Kalau kita sudah bekerja sekuat tenaga, berusaha semaksimal mungkin, baru hasilnya kita pasrahkan kepada Allah. Adakalanya hasil dari pekerjaan yang kita lakukan tidak sesuai dengan keinginan kita. Sudah berusaha, tapi hasilnya tidak maksimal.
Kalau dihadapkan pada situasi ini, manusia dianjurkan untuk tetap berprasangka baik kepada Allah SWT dan tidak putus asa. Kita harus intropeksi diri dari apa yang sudah kita lakukan. Jangan-jangan ada sesuatu yang membuat usaha kita tidak membuahkan hasil. Lakukan terus-menerus. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak pernah mengalami kegagalan. Semuanya pernah merasakan. Orang sukses sekalipun pasti sebelumnya pernah gagal. Jadi kalau gagal, hasil usaha tidak maksimal, kita mesti tetap terus berusaha, tetap semangat bekerja, dan berdoa kepada Allah agar diberi hasil yang terbaik.
Pertanyaan selanjutnya, apakah doa bisa mengubah takdir? Ulama membagi takdir dua macam: ada takdir final, tidak bisa diubah, ada takdir yang masih bisa diubah. Di antara cara mengubahnya adalah dengan berdoa. Seperti persidangan, ada sidang yang bisa diajukan banding, ada juga sidang yang tidak bisa diajukan banding. Tapi masalahnya, kita tidak tahu mana yang takdir bisa diubah, mana takdir yang tidak bisa diubah. Makanya, kita tidak perlu berpikir terlalu jauh tentang takdir. Apalagi takdir urusan ghaib, yang tidak diketahui siapapun.
Kita hanya dituntut untuk meyakini takdir. Kita tidak dituntut untuk mengetahui bagaimana takdir kita. Allah dan Rasul menyuruh kita beramal, tidak dituntut untuk apakah nanti akan masuk surga atau neraka. Yakinlah bahwa Allah Maha Kuasa. Allah Maha Menentukan segalanya. Beramal dan bekerjalah sebaik mungkin, selanjutnya serahkan hasilnya kepada Allah SWT. Semoga Allah memberi kebaikan dari setiap apa yang kita lakukan, dan diberi kebahagian di akhirat kelak.
Tuhan memang sudah menentukan takdir, tapi Tuhan juga menyuruh manusia untuk beramal dan bekerja