Melawan Takdir Allah

Melawan Takdir Allah

Bagaimana takdir bekerja dan manusia sekuat tenaga menjalaninya

Melawan Takdir Allah

Sehebat-hebatnya manusia, ia tetap makhluk. Sesuatu yang diciptakan. Karena makhluk, berarti ada yang menciptakan yaitu Khaliq, Allah yang Maha Menciptakan. Tidak masuk akal, apabila manusia bisa melawan takdir Allah. Bahkan apabila ada orang yang merasa paling berkuasa karena uangnya banyak, sungguh, uang yang banyak itu tidak akan bisa digunakan untuk melawan takdir Allah.

Alih-alih melawan takdir Allah, yang ada akibatnya akan kalah sendiri, sakit sendiri dan sudah pasti ujungnya akan sia-sia.

Seorang sahabat nan jauh di sana, telah kehilangan salah seorang anak, diduga karena ditabrak lari oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Setelah dilaporkan ke pihak kepolisian, ndilalah pihak kepolisian seperti tidak merespon cepat, bahkan cenderung mengabaikan.

Ia tidak terima, anaknya telah merenggang nyawa. Sampai saat ini, terus dirundung kesedihan dan duka.

Hari-harinya dihabiskan untuk nelangsa, akal sehatnya semakin sakit dan malah meluapkan kemarahan kepada Allah.

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Talaq: 3).

Merasa kehilangan, kesedihan, ketakutan, menyesal dan serupanya adalah wajar. Tidak akan ada manusia yang tidak merasakan kenelangsaan. Namun, terlalu berlarut dalam kenestapaan hanyalah sia-sia.

Sikap tersebut bukan sikap yang baik seseorang yang beragama. Hari-hari semakin semrawut, dunia terasa semakin sesak, semua orang seperti tidak ada gunanya, penyakit-penyakit mulai bermunculan, dst, di sinilah hidup seorang manusia hampir mencapai puncaknya. Apakah akan dihadapi dengan tawakal atau berserah diri kepada Allah atau terus berlarut dalam kenestapaan?

Allah telah membuat ketentuan-ketentuan yang baku bagi setiap manusia. Semuanya akan terjadi masing-masing pada waktunya, hanya Allah yang tahu kapan itu semua terjadi. Siap atau tidak, segala yang ada di dunia ini akan hilang.

Harta, jabatan, perhiasan, orang-orang yang kita cintai dan lain sebagainya, semuanya akan hilang dan akhirnya hancur. Dunia ini sementara. Barang kali fitrah kehidupan ini yang harus kita pahami dulu meskipun secara pelan-pelan.

Semuanya boleh hilang, asalkan jangan kehilangan Allah. Seberat apapun masalah kita, jangan sampai kita kehilangan iman. Sedang dalam suka maupun duka, tetap kita beribadah diupayakan sekuat tenaga.

Sebab tanpa kekuatan iman, hati kita akan terasa hampa. Apalagi kapasitas otak kita terbatas, tenaga, dan segalanya yang melekat dalam diri manusia, semuanya terbatas.

Sementara Allah merupakan dzat yang tidak terbatas. Tidak mungkin takdir Allah yang telah ada di lauhul Mahfudz semuanya akan masuk akal manusia.

Daripada melawan takdir, suuzhan kepada Allah dan menghabiskan waktu dengan penyesalan, istirahatlah dulu. Redakan dulu emosi dan amarahnya. Sebab tanpa meredakan emosi dan amarah, pikiran dan hati akan semakin kalut.

Lihatlah orang yang marah, perkataannya seperti orang yang meracau, mirip orang gila, sebab ia tidak bisa mengendalikan diri. Ia justru dikendalikan nafsu dan emosinya. Bila perlu menangis, silakan menangis sambil mengadu kepada Allah.

Solusi yang akan Allah berikan, tidak selalu dengan cara mengembalikan sesuatu yang hilang, melainkan Allah akan tenangkan hatinya, lalu akan Allah isi hatinya dengan sesuatu yang akan lebih membahagiakan.

Peristiwa kehilangan tersebut mungkin tidak bisa lupa dari ingatan, tetapi yang jelas, setelah hatinya tenang, ia akan menjadi manusia yang kembali bangkit. Menjadi manusia yang lebih bersyukur, betapa selama ini terlalu banyak kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada kita.

Nanti akan tiba keadaan di mana hidupnya lebih damai, jiwanya lebih tentram. Akan menjadi manusia yang lebih hati-hati, dalam segala hal akan selalu mengandalkan Allah, dan semakin merasa bahwa selama ini kita telah banyak melakukan dosa dan kesalahan yang dilakukan secara sadar atau tidak. Ia akan menjadi orang yang lebih bersyukur, betapa Allah begitu sayang, dan karena kejadian kehilangan itulah Allah menegur agar ia tidak semakin tersungkur.

Wallahu a’lam