Beberapa hari lalu, viral di media sosial video Arie Untung mendiskusikan soal Riba. Dalam video itu, Arie ditanya soal fikih, tapi jawabannya kurang tepat. Dalam kajian hukum Islam, kita harus mampu membedakan antara syariat dan fikih. Masalah riba misalnya, itu ajaran syariat, harus dijauhi. Tapi persoalan bunga bank, investasi, deposit, dan produk keuangan lainnya, itu bagian dari fikih. Singkatnya, syariat adalah sumber ajaran Islam, seperti al-Qur’an dan hadis. Sementara fikih adalah pemahaman manusia terhadap dua sumber itu.
Terkait masalah bank, Ustadz Ahong menjelaskan tidak semua ulama menghukumi transaksi bank itu haram, meskipun ada bunganya. Sebagian ulama membolehkan transaksi di bank. Sebab, riba itu syariat, ulama sepakat keharamannya. Tapi kalau transaksi bank, atau bunga bank, ini masuk dalam ranah fikih, dan ulama berbeda pendapat tentang hukumnya.
“Setahu saya, bunga bank itu ada dua macam. Ada bunga simpanan, dan ada bunga pinjaman. Bunga simpanan itu biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah. Bunga pinjaman itu pendapatan yang diterima dari nasabah. Selisih dari bunga pinjaman dikurangi bunga simpanan itu untung bank,” Jelas Ustadz Ahong.
Misalnya, kata Ustadz Ahong, kita depositoin uang di bank, terus kita dapet bunga atau keuntungan. Ini namanya bunga simpanan. Apa ini boleh? Nah, di sini kita perlu lihat fungsi bank itu sendiri. Di antara peran dan fungsi perbankan adalah sebagai “lembaga penghimpun dana masyarakat”.
Dengan kata lain, bank memiliki fungsi berupa nyariin dana bagi masyarakat lain (debitur) yang butuh dana usaha. Suku bunga deposito yang didapetin nasabah itu lebih tinggi dari nabung biasa. Terkait deposito ini, ada contohnya dalam kitab fikih. Imam Ibnu Qudamah mencontohkan, “Tolong carikan saya modal. Nanti saya kasih kamu upah sebesar 10 persen sebagai bentuk sayembara atas aktivitas yang mubah, maka itu hukumnya boleh. Tolong bantu saya bangunin gedung ini, nanti saya kasih 10 persen”.
Bank beserta produknya adalah bagian dari transaksi ekonomi baru yang sulit ditemukan praktiknya pada masa Rasulullah dan sahabat. Karenanya, kita tidak boleh menghukumi, tanpa mengkaji lebih detail masalah ini. Para ulama sudah mencoba membahasnya, mereka berbeda pendapat terkait masalah ini. Perbedaan ini tidak perlu dipusingkan. Ambil hikmahnya masing-masing dan disesuaikan dengan kondisi kita.