Alkisah, al-Mu’anisi Abu Abdullah al-Qalanisi atau yang lebih dikenal dengan al-Qalanisi selamat dari amukan gajah karena menepati nadzar yang dia ucapkan. Kisah ini bermula ketika beliau sedang berada dalam perjalanan laut. Namun di tengah perjalanan tersebut, tiba-tiba datang sebuah kapal dengan kecepatan yang sangat kencang mengarah kepada kapal yang ditumpanginya. Padahal di atas kapal terdapat banyak orang.
Sebagaimana dikisahkan oleh Abu Nu’aim al-Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, bahwasanya orang-orang yang ada di dalam kapal tersebut kemudian berdo’a. Mereka semua merendahkan diri, dan bernadzar dengan dengan beberapa nadzar.
Mereka lalu berkata kepada al-Mu’anisi Abu Abdullah al-Qalanisi, “Wahai hamba Allah, setiap kita telah berjanji dan bernadzar kepada Allah, jika Allah menyelamatkan kita dari peristiwa ini. Maka bernadzarlah engkau, dan berjanjilah kepada Allah.”
Mendengar ucapan tersebut, al-Qalanisi lalu bernadzar, “Aku tidak memiliki dunia, lalu apa yang aku nadzarkan?.” Mendengar jawaban al-Qalinisi seperti itu, mereka semakin mendesak hingga al-Qalanisi bernadzar, “Aku bernadzar kepada Allah, jika Allah membebaskan aku dari apa yang sedang aku alami. Maka, aku tidak akan makan daging gajah.”
Orang-orang yang mendengar nadzar yang diucapkan oleh al-Qalanisi kaget, dan heran. Mana ada orang yang makan daging gajah. Merekapun bilang, “Nadzar apa-apaan ini, memangnya ada seseorang yang memakan daging gajah?”
Al-Qalanisi pun kembali menimpali ucapan orang-orang tersebut, “Demikianlah yang terdapat dalam batinku. Dan Allah menuntun lisanku untuk mengucapkannya.”
Tak lama kemudian, perahu pun terbelah. Namun, Al-Qalanisi beserta penumpang yang lainnya selamat karena potongan kapal yang terbelah menjadi dua membawanya terdampar hingga selamat di tepi laut. Mereka semuanya terdampar berhari-hari, tanpa mencicipi makanan apapun.
Dan ketika mereka semua sedang duduk-duduk, datanglah seekor anak gajah. Sebuah momen yang tepat, di tengah kelaparan yang melanda karena beberapa hari tidak makan. Mereka akhirnya memburu dan menyembelih anak gajah tersebut, kemudian memakannya. Merekapun juga menawari al-Qalanisi untuk memakan daging anak gajah tersebut.
Mendapat tawaran tersebut, al-Qalanisi lalu berkata, “Aku telah bernadzar dan berjanji kepada Allah Swt untuk tidak memakan daging gajah.”
Mendengar jawaban al-Qalanisi, orang-orang kembali berkata kepadanya dengan sebuah argumen bahwa keadaan yang terjadi sangat darurat, sehingga boleh membatalkan nadzarnya karena terpaksa. Namun, al-Qalanisi tetap teguh dengan janjinya dan mengabaikan tawaran mereka.
Tak berhasil mengajak al-Qalanisi untuk makan daging gajah bersama-sama, merekapun akhirnya memakan daging tersebut hingga kenyang dan tertidur. Dan ketika mereka tertidur akibat kekenyangan, datang induk gajah yang mencari anaknya dengan cara mengikuti jejak-jejak yang ditinggalkan oleh anaknya.
Sang induk kemudian mengendus-endus, hingga sampai ke tempat orang-orang yang sedang tidur sehabis kekenyangan makan daging gajah. Setiap kali sang induk gajah tersebut menemukan bau daging, ia mengamuk, menginjakkan kakinya kepada orang-orang yang sedang tertidur sampai mereka semua yang makan daging gajah mati.
Setelah itu, induk gajahpun menghampiri al-Qalanisi dan mengendusnya, namun dalam diri al-Qalanisi tidak ada bau daging. Gajahpun memutar-mutarkan ekornya, matanya dan berisyarat dengan belalainya. Isyarat tersebut bermakna bahwa sang gajah meminta al-Qalanisi untuk menaikinya. Namun, al-Qalanisi tidak melakukan yang diisyaratkan oleh gajah, sehingga sang gajah mengangkat ekor dan kakinya.
Al-Qalanisi akhirnya sadar, bahwa sang gajah menginginkan dirinya supaya menaikinya. Al-Qalanisi akhirnya mau menaiki gajah tersebut, dan duduk di atas tempat yang sangat empuk. Sang gajah lalu membawanya pergi, dan berjalan dengan sangat cepat. Sehingga di malam harinya, al-Qalanisi sampai di sebuah tempat yang banyak tumbuh-tumbuhan dan emasnya.
Sang gajah kemudian menekuk kakinya. Sebuah isyarat untuk al-Qalanisi, supaya segera turun. Setelah itu, gajah pun pergi dengan cepat. Lebih cepat dari ketika ia sedang mambawa al-Qalanisi.
Ketika datang waktu pagi, al-Qalanisi melihat banyaknya tumbuh-tumbuhan dan harta serta ada banyak orang. Orang-orang lalu membawa al-Qalanisi kepada raja mereka, dan salah seorang di antara mereka kemudian bertanya dan al-Qalanisi pun bercerita tentang kisahnya, serta apa yang menimpa sebuah kaum.
Orang yang membawa al-Qalanisi kemudian bertanya kepadanya, “Tahukah anda berapa jauh perjalanan yang anda tempuh dalam waktu semalam itu.” “Aku tidak tahu.” jawab al-Qalanisi. Kemudian al-Qalanisi diberitahu, bahwa perjalanan semalam yang ditempuhnya dengan gajah tersebut sejauh perjalanan yang harus ditempuh dalam waktu delapan hari. Namun, sang gajah membawanya hanya dalam waktu semalam. Mendengar penjelasan tersebut, al-Qalanisi pun kaget. Al-Qalanisi kemudian tinggal bersama mereka, hingga dapat bekerja dan diantar pulang ke tempatnya.
Mengucapkan janji, apalagi lagi nadzar atas nama Allah Swt tentu harus dipenuhi bukan untuk diingkari. Begitu juga janji dalam segala urusan termasuk urusan cinta, karena janji tidaklah untuk diingkari tapi untuk ditepati. Janji saja harus ditepati, apalagi nadzar yang membawa-bawa nama Allah Swt.
Andaikan saja al-Qalanisi tidak menepati nadzar dengan memakan daging gajah tersebut, sebagaimana orang-orang yang berkata tidak mungkin manusia akan memakan daging gajah. Beliau tentu tidak akan selamat. Namun, karena beliau memegang teguh dan menepati nadzar, akhirnya beliau selamat. Oleh karena itu, kita yang masih memiliki nadzar tentang suatu hal maka segeralah untuk melaksanakannya. Sebelum ajal menjemput kita semua.