Semenjak kasus pertama virus corona diketahui pada 31 Desember 2019 di Wuhan China, data dari https://www.worldometers.info/coronavirus saat ini melaporkan total penyebaran virus mematikan ini per 08 Februari 2020 pukul 02.15 WIB sudah menyebar ke 100 negara di dunia. Data tersebut juga menunjukkan jumlah orang yang terinfeksi virus corona secara global telah mencapai 105.899 jiwa. Korban yang meninggal akibat virus corona di seluruh dunia saat ini tercatat sejumlah 3.567 jiwa. Sementara pasien virus corona yang sembuh sebanyak 58.625orang.
Dari data tersebut angka infeksi virus corona yang terbanyak di China, yakni 80.652 kasus. Korea Selatan yang menjadi episentrum baru wabah ini menduduki posisi kedua dengan 7.041 kasus. Disusul oleh Italia (5.883), Iran (5.823), Perancis (949), Jerman (800), Kapal Diamond Princess (696), Spanyol (503), Jepang (461), Amerika Serikat (377), dan negara-negara lainnya.
Membaca data-data di atas, wabah Covid-19 di luar Tiongkok tentu tidak bisa diabaikan. Termasuk negara Indonesia baru-baru ini resmi masuk ke dalam peta sebaran virus corona global. Karena pemerintah Indonesia melalui Juru Bicara Penanganan Corona, Achmad Yurianto baru-baru ini mengumumkan total pasien positif Covid-19 di Indonesia sebanyak 4 orang pada Jumat (6/3/2020). Lantas Indonesia sebagai negara dengan pemeluk agama Islam bagaimana menyikapinya?
Setelah diskusi dengan beberapa teman di kampus terkait virus corona dan membaca berbagai berita disertai data yang akurat, adanya virus baru yang katanya masuk dalam salah satu penyebab penyakit mematikan di dunia ini rupanya bisa ditinjau dari dua sisi.
Pertama, Rekayasa.
Pada poin ini saya buka dengan firman Allah SWT dalam syrat Ar-Rum ayat 41.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [Ar-Rum: 41]
Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa penyebab utama semua kerusakan yang terjadi di muka bumi dengan berbagai bentuknya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti kerusakan yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.
Baca juga: Virus Corona dan sentiman anti-cina
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid ibnul Muqri, dari Sufyan, dari Hamid ibnu Qais Al-A’raj, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut. (Ar-Rum: 41) Bahwa yang dimaksud dengan rusaknya daratan ialah terbunuhnya banyak manusia, dan yang dimaksud dengan rusaknya lautan ialah banyaknya perahu (kapal laut) yang dirampok.
Berkaitan akan hal itu, para ilmuwan dan pakar sedari awal menduga jika virus corona ini dihasilkan dari hasil riset patogen paling mematikan untuk senjata biologi yang mengalami kebocoran di laboratorium penelitian virus paling maju di Tiongkok, dikenal dengan Institut Virologi Wuhan.
Seorang mantan pejabat intelijen militer Badan Intelijen Pusat (CIA) dan mantan spesialis anti-terorisme Amerika Serikat (AS) mengatakan virus Corona baru, Covid-19, tidak muncul secara alami melalui mutasi melainkan diproduksi di laboratorium. Ia curiga Amerika dan Israel terlibat dalam proyek produksi virus ini sebagai agen perang biologis. Mantan pejabat CIA yang memiliki kecurigaan itu adalah Philip Giraldi. Ia menuliskan argumennya dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Strategic Culture Foundation pada hari Kamis (5/3/2020).
Sedangkan argumen Giraldi belum terbukti sahih. Pemerintah China sendiri pernah menolak teori yang menyebut virus Corona baru sengaja diproduksi sebagai senjata biologis. Sehingga sampai saat ini informasi itu, masih menimbulkan pertanyaan dan masih bisa diperdebatkan. Apakah virus itu merupakan jalur mutan dari koronavirus yang muncul secara alami, atau senjata biologis (bioterorisme) yang direkayasa secara genetis?
Lebih jauh lagi, seperti yang pernah dilansir di indopolitika.com (27/1/2020) virus ini mewabah, pengamat menduga ada kaitannya dengan perang dagang Tiongkok-Amerika yang masih berlangsung. Dugaan itu pertamakali disampaikan analis terorisme dan intelijen Stanislaus Riyanta. Sayangnya sampai saat ini hanya sebatas asumsi perlu penelitian mendalam lagi biar tidak sebatas analisa kasar tanpa didasari bukti yang kuat.
Berbeda halnya dengan mantan ketua intelijin dari Indonesia. Mantan Kepala Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto angkat bicara soal dugaan virus corona adalah senjata biologis China yang bocor. Hal itu ia sempat ungkapkan ketika berbicara di ILC TV One pada Selasa (4/2/2020) malam.
Memang tidak aneh jika ada yang berfikiran seperti itu, bahkan awalnya ia juga menebak virus corona merupakan sesuatu yang direkayasa. Namun demikian, dalam perkembangannya, ia menemukan kenyataan jika para ahli telah dapat melihatkan beberapa hal tentang virus itu. Jika virus corona tersebut merupakan memang alami adanya dan bukan rekayasa atau buatan. Menurutnya juga ada resiko besar jika virus tersebut sengaja dibuat dan digunakan sebagai senjata biologis untuk mengalahkan suatu musuh.
“Kalau virus ini dibuat untuk senjata itu akan sulit, biologi ini barang hidup bisa-bisa kembali ke pembuat,” ungkap Soleman. Selain itu, ia menambahkan saat ini Tiongkok juga sedang dalam situasi tidak sedang perang.
Apapun itu hasil terka-menerka, semua boleh beropini. Asalkan tidak menyampaikan berita hoax dan memberikan bukti atau kesaksian palsu. Kalau saya pribadi sebagai umat muslim melihat sebuah permasalah tentu melihat faktanya saja. Sukar membantah efek corona ini muncul, ekonomi Tiongkok dan beberapa negara yang lain lumpuh dan perekonomian mereka menurun drastis.
Salah satu bentuk kerusakan yang tampak lainnya adalah banyaknya jumlah jiwa kematian (musnahnya nyawa manusia) serta sistem dan tatanan kehidupan tidak berjalan normal. Seperti halnya banyak tempat-tempat publik tutup, sebagian perusahan berhenti operasi, dan lapak-lapak sepi pengunjung. Beberapa negara bahkan sudah melakukan upaya standar preventif dari WHO, yaitu beberapa penerbangan internasional menutup akses dari dan ke wilayah-wilayah negara terdampak virus corona.
Berita paling terbaru menyikapi isu ini adalah sejak 27 Februari 2020 lalu Kerajaan Arab Saudi tidak mengeluarkan visa umroh untuk sementara waktu dikarenakan merebaknya isu corona di berbagai negara. Mengutip dari nasional.kontan.co.id, sejauh ini Kedutaan Besar Indonesia di Ryadh Arab Saudi memberitahukan untuk sementara memang dilarang masuk, bagi jamaah umroh dari seluruh dunia. Masa berlaku kebijakan ini akan selalu dievaluasi oleh Komite Tindak Lanjut Virus Corona yang dibentuk oleh Pemerintah Arab Saudi (8/3/2020).
Tentu saja sikap atau keputusan ini malah melemahkan stabilitas ekonomi Arab Saudi yang mana seharusnya tahun ini, pemerintah Indonesia saja –sebagai negara pemeluk agama Islam terbesar di dunia– menurut data menurut data dari Kemenag akan memberangkatkan 231.000 jemaah. Akan tetapi belum ada kepastian sejak Pemerintah Kerjaan Arab Saudi menangguhkan izin umrah.
Kedua, Takdir.
Barangkai poin yang kedua ini lebih bijak jika kita mau menyikapi suatu wabah penyakit, daripada sling tuduh tanpa bukti. Sebagai seorang muslim saat tertimpa musibah atau menerima hadiah di luar kehendaknya adalah kita yakini sebagai sebuah ketetapan (qadla’) dari Allah yang harus diterima, baik ketetapan yang baik maupun yang buruk. Oleh karenanya yang termasuk dari rukun iman salah satunya adalah meyakini “takdir baik/buruk” di luar kemampuan manusia.
Bagi umat islam memahami ketentuan takdir ini penting sekali. Namun sebagai contoh kedhaliman dan kriminalitas apakah merupakan takdir? Tentu bukan, karena kita punya kapasitas untuk mencegah dan melawannya. Lalu bagaimana dengan wabah akibat virus corona?
Korban yang tewas memang tidak punya pilihan dan tidak akan dimintai pertanggungjawaban terkait situasi yang menghantarkan ke kematiannya. Akan tetapi, manusia yang sehat masih memiliki pilihan seperti halnya memilih untuk apatis dan pasrah, memilih untuk mencari tahu penyebab wabah, atau jika memiliki kemampuan memilih untuk menghentikan wabah tersebut.
Tentu sebagai seorang muslim, pasrah bukan pilihan yang benar untuk hal-hal yang manusia secara kolektif memiliki pengetahuan. Artinya harus berusaha dulu untuk menghindarinya atau mengobati orang-orang yang terkena virus tersebut. Baru kemudian bersabar dalam menghadapinya, termasuk di dalamnya adalah diwajibkan untuk berdoa kepada Allah SWT meminta perlindungan dan pertolongan dari-Nya.
Karena sesungguhnya segala kehendak dan ketetapan Allah SWT yang sudah tertulis di lauhul mahfuzh bisa diubah bahkan dihapus oleh-Nya. Sebagaimana Dia berfirman dalam QS. Ar-Ra’d ayat 39, “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)”.
Sehingga tugas seorang mukmin adalah berdoa untuk memohon agar Allah dapat mengubah ketetapan-Nya dan melalui upaya-upaya dhohir seperti melaksanakan shalat hajat, atau bisa dengan bersedekah dan bersilaturahim. Berikut ini adalah doa yang telah diajarkan Rasulullah SAW dalam melaksanakan shalat hajat agar terhindah dari wabah penyakit apapun.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُوْنِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila, kusta, dan dari segala penyakit yang buruk/mengerikan lainnya.” [HR. Abu Dawud 1554).]
Selain itu, mengambil langkah preventif sebagai upaya mengantisipasi agar virus tersebut tidak mewabah di Indonesia seperti yang dianjurkan oleh WHO dan pemerintah, menjaga pola hidup sehat, cuci tangan, makan makanan yang sehat dan di Islam juga dikenalkan makanan yang halalal thoyyiban sesuai tuntunan syariah. Bagi yang sakit harus lekas menghubungi doker dalam rangka berikhtiar untuk berobat
Sebagai muslim yang memiliki keteguhan iman bahwa penyakit bagian dari qadha’ (ketetapan) Allah SWT. Hingga harus sabar menghadapinya dan selalu berprasangka baik (khusnudzon) kepada Allah SWT. Tidaklah sesuatu peristiwa, baik maupun buruk, terjadi kecuali atas rencana dan izin Allah SWT. Sebab Dialah yang menciptakan sekaligus mengatur alam semesta ini. Karena Allah SWT sudah berfirman yang artinya:
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Dialah) Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja.” [QS. At-Taghabun: 11-13]
Maka dari itu, setelah do’a dan ikhtiar (usaha) sudah dilakukan, wajib bagi seorang muslim beriman terhadap setiap peristiwa yang terjadi di luar kuasanya. Hal itu sudah merupakan ketetapan-Nya (qadha) yang tidak mampu ditolak. Terlepas apakah itu baik maupun buruk. Untuk itu, dalam hal ini dibutuhkan sikap tawakal kepada Allah SWT dalam diri kita serta total berserah diri kepada-Nya.
Sebagai penutup, mari kita senantiasa bersabar di tengah-tengah rasa was-was virus corona serta tidak lupa berdoa agar selalu diberikan kesehatan. Dengan bersabar, khususnya yang diberi ujian penyakit, akan menuai ganjaran pahala hingga derajatnya diangkat oleh Allah sebagai golongan orang-orang syahid. Wallahua’lam bisshowaab.