Syeikh Maulana Maghribi merupakan salah satu penyebar Islam generasi pertama. Beliau jauh ada belum Para Walisongo – Sunan yang kita kenal saat ini. Berasal daerah Maghrib, atau Maroko di Benua Afrika bagian Utara. Menurut Sejarawan, Agus Sunyoto, dikabarkan beliau wafat pada tahun 1419.
Merupakan bagian dari Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), yang terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Maulana Malik Isra’il (wafat 1435), Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir.
Di Nusantara banyak sekali yang dianggap makam-makam dari beliau, diantaranya di Cirebon, di Parangtritis Yogyakarta, di Wonobodro Batang, di Pantaran Boyolali, di Bayat Klaten, di Pekalongan dan di Tuban.
Jika admin menganalisa hal ini disebabkan karena, pertama sebenarnya itu adalah satu orang yang sama. Dikarenakan masyarakat begitu memuliakan dan mengenang Syekh Maulana Maghribi, maka petilasan-petilasan yang dilalui beliau diberi tanda, bisa berupa tugu atau bangunan atau kijing. Karena kurangnya tulisan, maka lambat-laun terjadi simpang-siur tentang identitas dari tanda tadi, sehingga ada sebagian yang menganggapnya sebagai makam beliau.
Walaupun demikian, secara spiritual, bagi warga Sunni, di mana pun, bisa dijadikan sarana untuk mencari berkah (tabarukan).
Kedua, Syekh Maulana Maghribi lebih dari satu. Admin menduga, bukan hanya seorang saja dari Maghrib atau Maroko yang mendakwahkan Islam ke Tanah Jawa, Nusantara umumnya. Itupun bisa dibagi menjadi dua: murid-murid beliau dan orang dari generasi sesudahnya.
Nah, karena terjadi cross budaya dalam pelafalan Bahasa Arab atau pun kebiasaan masyarakat Jawa sehingga semua dinamakan Syekh Maulana Maghribi. Seperti kebiasaan anak kecil yang sering menyebut rumah neneknya dengan “Mbah Kulon” (Simbah Barat), “Mbah Etan” (Simbah Timur), padahal kita tidak tahu yang dimaksud Simbah Barat dan Simbah Timur itu siapa dan di mana.