Istri-istri Rasulullah Saw merupakan orang yang sangat berjasa dalam penyebaran ilmu-ilmu Islam. Dari lisan mereka, hadis-hadis Nabi Saw dapat menyebar kepada umat muslim di berbagai penjuru dunia. Hal ini, selain karena mereka belajar langsung dari Nabi Saw yang sekaligus berperan sebagai suami, para ummahātul mukminīn juga aktif berdakwah dan mengajar.
Salah satu istri Nabi Saw yang paling rutin mengajar adalah Aisyah binti Abu Bakr. Perempuan berjuluk shiddīqah ini memang dikenal cerdas dan kritis. Pada usianya yang terbilang belia, Aisyah mampu menyerap berbagai ilmu yang diajarkan Rasulullah SAW maupun orang-orang di sekitarnya. Ilmu yang dikuasainya pun beragam, mulai dari al-Qur’an, Hadis, Fikih, Faraidh, Tauhid, Syair hingga Kedokteran.
Baca juga: Beberapa Panggilan Sayang Rasulullah SAW kepada Aisyah
Urwah bin Zubair Ra pernah berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih mengetahui fikih, kedokteran dan syair dari pada Aisyah.” Hisyam bin Urwah juga mengakui, “Aisyah adalah orang yang paling faqīh, paling alim dan paling cemerlang idenya di antara orang-orang lain.”
Madrasah Aisyah
Madinah adalah ladang ilmu, tempat para sahabat berkumpul dan menetap. Setelah Rasulullah Saw wafat, di sana muncul banyak madrasah keilmuan, beberapa di antaranya diasuh oleh Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit dan masih banyak lagi. Namun siapa sangka, madrasah yang terbesar kala itu justru terletak di sudut masjid Nabawi, dekat makam Rasulullah Saw, lokasinya menempel dengan kediaman istri Nabi, itulah madrasah Aisyah, sang Shiddīqah binti Shiddīq. (Lihat Sīrah as-Sayyidah ‘Aisyah Ummul Mukminin Radhiyallahu ‘anha karya Sayyid Sulaiman an-Nadawi h.316-317)
Di Madrasah Aisyah, kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan berkumpul untuk menimba ilmu dan meminta fatwa, mulai dari sahabat senior dan junior, hingga para tabiin, baik laki-laki maupun perempuan. Tak hanya mengajarkan ilmu kepada murid-murid yang datang dari berbagai penjuru saja, Aisyah juga mengasuh serta mendidik anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Para perempuan atau kerabat laki-laki Aisyah diperkenankan belajar langsung di kediaman putri Abu Bakr ini. Sedangkan pelajar laki-laki selain dari kerabatnya belajar dengan beliau dari balik hijab, mereka duduk di masjid Nabawi.
Di kemudian hari, Madrasah Aisyah berhasil memberikan pengaruh kuat bagi perkembangan pemikiran Islam sepanjang masa. Dari madrasah ini, lahirlah para intelektual muslim, yang ahli fikih, ahli tafsir dan ahli hadis.
Mendidik dengan kasih sayang, mendidik layaknya seorang ibu kandung
Keilmuan Aisyah memang begitu diperhitungkan, sampai-sampai sahabat senior pun tak segan bertanya padanya. Murid Aisyah, Masruq pernah berkata, “Aku melihat sahabat-sahabat senior bertanya kepada Aisyah mengenai farāidh.”
Salah satu kebiasaan Aisyah adalah pergi haji setiap tahun, di sana kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul dalam satu waktu. Saat berada di tanah suci itulah, Aisyah sengaja membangun tenda di antara bukit Harrā dan Tsabir, ia menggelar majelis untuk kaum muslimin yang haus akan ilmu.
Baca juga: Buku Sejarah Aisyah Karya al-Buthi: Banyak Sisi Lain Aisyah yang Jarang Terungkap
Maka, Jemaah haji itu pun berbondong-bondong mendatangi majelis Aisyah, mereka menanyakan banyak hal kepada istri Rasulullah SAW ini. Aisyah dengan semangat dan tanpa lelah menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Ia juga tak malu menjawab pertanyaan yang terkesan sensitif sekali pun.
Pernah suatu waktu Abu Musa al-Asyari RA berkata, “Sesungguhnya aku ingin bertanya kepadamu tentang sesuatu, namun aku malu menanyakannya.”
“Tanyalah dan jangan malu, sesungguhnya aku ini adalah ibumu,” jawab sang ummul mukminīn ini.
Demikianlah, Aisyah selalu mengajarkan murid-muridnya seperti seorang ibu mengajarkan anaknya. Bahkan Aisyah juga mengasuh dan membiayai hidup beberapa muridnya seperti Urwah, Qasim, Abi Salamah, Masruq, Amrah, dan Shafiyah. (AN)
Artikel ini kerjasama Islamidotco dengan Rumah KitaB
Baca juga tulisan lain tentang Muslimah Bekerja di sini.