Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia menyeru kepada pemimpin negara-negara ASEAN agar menerima para pengungsi Rohingya dan tidak saling menolak menghadapi kelompok rentan yang nyawanya kian terancam di tengah laut. Pemenuhan hak asasi manusia, termasuk hak pengungsi juga perlu dipenuhi oleh seluruh negara ASEAN. Seruan ini disampaikan melalui rilis pers yang redaksi terima pada hari Sabtu (27/6) dari Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia.
Adapun organisasi masyarakat sipil Indonesia yang tergabung dalam koalisi tersebut adalah: KontraS, Dompet Dhuafa, Amnesty Internasional Indonesia, Jesuit Refugee Service, Yayasan Geutanyoe, Sandya Institute, The Asian Forum for Human Rights and Development, dan Perkumpulan SUAKA.
Ditemukannya kapal motor pengungsi Rohingya di Aceh Utara bertepatan pula dengan diselenggarakannya KTT ASEAN ke-36 yang berpusat di Hanoi, Vietnam pada Jumat (26/6) kemarin. Sehubungan dengan momentum tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia menekankan dalam rilis persnya supaya KTT ASEAN ke-36 tidak hanya sebagai ajang pertemuan dan dialog kerja sama yang mengedepankan ekonomi, namun juga situasi krisis kemanusiaan, demokrasi dan keadilan yang terjadi di wilayah regional Asia Tenggara.
Perhelatan KTT ASEAN ke-36 ini seharusnya menjadi momentum bagi para pemimpin ASEAN untuk mendesak Myanmar agar segera menyelesaikan konflik dan menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Myanmar dan regional Asia Tenggara pada umumnya.
Secara praktis, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap para pengungsi tercakup dalam banyak instrumen hukum internasional. Secara spesifik, Konvensi 1951 tentang Pengungsi bisa dijadikan acuan dalam pemenuhan hak pengungsi.
Adapun Indonesia telah memiliki Perpres No. 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Perpres ini merumuskan secara spesifik terkait penanganan dan pertolongan termasuk penyediaan tempat penampungan. Indonesia juga memiliki dan menjadi pihak dalam beragam instrumentasi Hak Asasi Manusia yang harus dihormati dan dipenuhi.
Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia memberi rekomendasi kepada pemerintah Republik Indonesia untuk membuat regulasi turunan yang bersifat teknis dari Perpres tersebut. Regulasi turunan tersebut mencakup mekanisme karantina, tes, dan penerapan penjagaan jarak fisik guna menjamin keselamatan warga dan pengungsi, dikarenakan pandemi COVID-19.
Sebagaimana diberitakan, pengungsi Rohingya yang ditemukan oleh nelayan Aceh pada Rabu (24/6) sempat tidak diperbolehkan berlabuh di bibir pantai dengan pertimbangan tindakan preventif pandemi COVID-19.
Situasi tersebut membuat masyarakat Aceh Utara berinisiatif untuk mendesak otoritas setempat supaya pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di pantai Aceh Utara segera diperbolehkan mendarat. Selain itu, masyarakat Aceh Utara juga bergotong royong dengan cara patungan dan menyediakan tempat penampungan sementara bagi para pengungsi Rohingya.
Inisiatif masyarakat dalam membantu pengungsi Rohingya tersebut bukan yang pertama kalinya terjadi di wilayah Aceh. Sehingga inisiatif tersebut menuai pujian dan apresiasi dari Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Amnesty Internasional.