Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali menjadi sorotan publik setelah mantan atlet anggar nasional, Cut Intan Nabila, mengungkap penderitaannya di media sosial. Dalam unggahan tersebut, Intan membagikan bukti-bukti kekerasan fisik yang dilakukan oleh suaminya, yang membuat publik terhenyak. Akibat dari unggahan ini, suami Intan Nabila akhirnya ditangkap polisi dan digelandang ke Polres Bogor untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kasus ini menjadi pengingat bahwa korban KDRT tidak boleh berdiam diri dan harus melapor untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan.
Kisah Intan Nabila bukan satu-satunya. KDRT telah terjadi sejak zaman dulu, dan Islam memberikan pedoman yang jelas untuk menangani kasus ini, termasuk bagaimana Nabi Muhammad SAW menanggapi laporan kekerasan dari para sahabiyah.
Ketika Para Sahabiyah Lapor kasus KDRT Suaminya kepada Nabi
Pada masa Nabi Muhammad SAW, perempuan yang mengalami KDRT tidak hanya mengalami siksaan fisik, tetapi juga terancam di akhirat karena diam dan tidak melaporkan tindakan zalim tersebut. Salah satu kisah yang menunjukkan bagaimana Nabi menyikapi KDRT adalah tentang seorang perempuan yang dipukuli oleh suaminya, Walid bin Uqbah. Ketika perempuan itu melapor kepada Nabi, beliau menyarankan, “Katakan kepada suamimu, Rasul melindungiku.” Namun, ketika sang istri menyampaikan pesan tersebut, suaminya malah semakin kalap dan terus memukulnya. Perempuan tersebut kembali kepada Nabi, dan beliau mengatakan hal yang sama, tetapi kekerasan terus berulang.
Setelah datang ketiga kalinya, Nabi Muhammad SAW mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah, aku serahkan Walid kepada-Mu. Dia telah berdosa dua kali kepadaku.” (H.R Ahmad).
Hal ini menunjukkan bagaimana Nabi memandang serius tindakan KDRT, hingga beliau memastikan bahwa Walid telah berdosa dua kali karena memukuli istrinya.
Dalam kisah lain, seorang sahabiyah bernama Habibah binti Sahl melapor kepada Nabi karena dipukuli oleh suaminya, Tsabit bin Qais bin Syammas. Nabi kemudian menyerahkan Habibah kepada keluarganya, dan pasangan itu pun bercerai. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, perceraian diperbolehkan jika KDRT terjadi, dan seorang perempuan memiliki hak untuk melindungi dirinya dari kekerasan yang terus berulang.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, diceritakan bagaimana Nabi SAW menangani kasus Habibah:
أنَّ حَبيبةَ بنتَ سَهلٍ كانت عند ثابتِ بنِ قَيسِ بنِ شَمَّاسٍ فضَرَبَها، فكَسَرَ بعضَها، فأتَتْ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بعد الصُّبحِ فاشتكَتْه إليه، فدعا النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ثابتًا فقال: خُذْ بعضَ مالِها وفارِقْها فقال: ويَصلُحُ ذلك يا رسولَ اللهِ؟ قال نعَمْ قال: فإني أَصدَقْتُها حديقتَينِ وهما بيَدِها، فقال النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: خُذْهما وفارِقْها، ففَعَلَ.
“Habibah binti Sahl adalah istri dari Tsabit bin Qais bin Syammas. Suatu hari, ia datang kepada Rasulullah setelah waktu subuh untuk mengadukan Tsabit yang telah memukulnya hingga mematahkan sebagian tubuhnya. Nabi memanggil Tsabit dan berkata: ‘Ambil sebagian hartanya dan ceraikan dia.’ Tsabit berkata, ‘Apakah itu sah, wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Ya.’ Tsabit berkata lagi, ‘Aku telah memberinya dua kebun dan itu semua masih di tangannya.’ Maka Nabi berkata, ‘Ambillah kebun itu dan ceraikan dia.’ Lalu Tsabit melakukannya.” (H.R Abu Dawud)
Pesan Penting untuk Korban KDRT
Dari dua kisah tersebut, ada beberapa pelajaran penting yang dapat diambil, khususnya bagi korban KDRT di masa kini:
Pertama, Nabi Marah terhadap Pelaku KDRT. Dalam beberapa hadis, pelaku KDRT disebut telah melakukan dosa. Kekerasan yang dilakukan kepada pasangan adalah tindakan yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Perintah Allah sangat jelas dalam Al-Quran:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.
“Pergaulilah mereka (perempuan/istri) secara baik.” (Q.S an-Nisa: 19)
Kedua, Laporkan KDRT yang kamu alami. Jika kamu atau orang di sekitarmu mengalami KDRT, laporkanlah. Jangan simpan penderitaan itu sendiri. Islam mengajarkan kita untuk mencari perlindungan dan keadilan. Nabi memberikan contoh bahwa korban harus didengar dan dilindungi dari kekerasan yang berulang.
Ketiga, Korban Berhak Menggugat Cerai. Dalam kasus Habibah, Nabi memberikan hak kepada korban untuk bercerai dari suami yang melakukan KDRT. Ini menjadi pelajaran bahwa perceraian adalah opsi yang sah jika KDRT terus terjadi. Korban berhak melindungi dirinya dari kekerasan yang tidak berkesudahan.
Zaman Sekarang Gak Ada Nabi: Lapor Polisi!
Di zaman sekarang, korban KDRT tidak hanya bisa mencari perlindungan secara agama, tetapi juga melalui hukum negara. Lapor ke pihak berwenang, seperti polisi, adalah langkah penting untuk menghentikan siklus kekerasan. Di Indonesia, perlindungan bagi korban KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Setiap korban memiliki hak untuk melaporkan tindak kekerasan, dan pelaku dapat dikenai hukuman pidana.
Dengan melaporkan KDRT, korban bukan hanya melindungi diri mereka sendiri, tetapi juga berkontribusi dalam memutus rantai kekerasan dalam rumah tangga yang seringkali terjadi berulang-ulang. Jangan takut untuk berbicara dan mencari pertolongan, baik dari agama maupun hukum. Rasulullah SAW telah memberikan contoh betapa pentingnya melindungi diri dari kekerasan, dan di zaman modern ini, kita memiliki sistem hukum yang mendukung upaya tersebut.
Ala kulli hal, kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan yang tak bisa ditolerir, baik secara agama maupun hukum. Dari kisah para sahabiyah yang melapor kepada Nabi Muhammad SAW, kita belajar bahwa korban KDRT harus segera melaporkan kekerasan yang mereka alami dan tidak menyimpannya sendiri. Nabi sendiri marah kepada pelaku KDRT dan memberikan hak kepada korban untuk bercerai. Di masa kini, korban juga dapat melaporkan tindakan kekerasan kepada pihak berwenang untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami KDRT, jangan ragu untuk melapor. Perlindungan dan keadilan tersedia bagi mereka yang berani berbicara. (AN)