Bagaimana ekstremisme berbasis Islam ini masuk ke Indonesia? Salah satu faktor terpenting yang kerap dilupakan adalah reformasi dan euphoria setelahnya. Hal itu diutarakan oleh Prof. Dr. Nizar Ali, M. Ag, dalam diskusi ‘Pengarustamaan Moderasi Beragama’ di Depok, Jawa Barat (19/11). Menurutnya, reformasi yang membawa dampak bagus bagi Indonesia dengan mulai terbukanya keran demokrasi ‘ditumpangi’ oleh kelompok tertentu, khususnya membawa agenda Islamisme yang salah kaprah, yaitu membawa paham yang ekstrem.
“Reformasi di sisi yang lain, juga membawa beberapa hal yang tidak kehendaki. Salah satunya adalah ekstremisme, dan itu masuk ke pelbagai level,” tutur Sekretaris jenderal Kementerian Agama ini.
Guru besar studi Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta itu juga menjelaskan banyak hal terkait nilai Islam wasathiyah yang menurutnya sudah jadi jati diri bangsa. Tapi, tambahnya, prinsip itu belakangan dibajak oleh kelompok-kelompok tertentu ini.
“Efeknya, terjadi fanatisme berlebihan dan itu tentu saja bukan wasathiyah Islam,” tambahnya.
baca juga: menjauhi kesombongan dalam agama
Beliau juga menambahkan, pengarusutamaan wasathiyah Islam ini jadi tugas penting untuk dilakukan bersama. Tugas ini, menurutnya, di masyarakat sudah dilakukan. Negara juga harus hadir dan membantu narasi karena moderasi ini adalah platform yang bisa membawa negara ini tetap berdiri.
“Caranya dengan membuat narasi-narasi yang bernafaskan moderat (Wasathiyah) sebagai pembanding narasi yang keras. Dan, jumlahnya harus masif. Sekali lagi, harus masif,” imbuhnya.
Prof. Nasir Ali yang juga membuat buku Hadis vs Sains: Memahami Hadis-Hadis Musykil ini juga mengingatkan kembali terkait Islam sebagai rahmat yang terus dijaga bersama.