Mayoritas ulama berpandangan bahwa semua bagian dari anjing, baik tubuhnya (bila basah) atau air liurnya, itu najis. Tapi mazhab Hanafi berpandangan, tubuh anjing itu tak najis, hanya air liurnya saja yang najis. Mazhab Maliki malah berpandangan bahwa semua bagian dari anjing itu suci
Kita memandang anjing itu di antaranya dilatarbelakangi mazhab fikih yang dianut ulama negara masyarakat muslim kita berada. Misalnya, di Maroko, Sudan, Tunisia, orang muslim memelihara anjing itu biasa saja, karena rerata mereka bermazhab Maliki.
Di Indonesia, karena kebanyakan menganut mazhab Syafii, sebagian masyarakat muslim menganggap tabu terhadap muslim lain yang memelihara anjing, kecuali misalnya anjing penjaga rumah, anjing pelacak, anjing gembala, dan anjing penjaga lahan. Itu hanya makruh, tidak sampai haram
Tapi terlepas dari itu, ada ilustrasi mengenai karakter baik anjing dari Syekh Nawawi Banten dalam Kasyifatus Saja yang bisa kita teladani bersama. Pertama, anjing itu selalu lapar, dan ini biasa dilakukan orang-orang saleh.
Kedua, tidur pada malam hari hanya sebentar, dan ini perilaku orang-orang yang senang tahajud.
Ketiga, jika diusir seribu kali pun, anjing itu tidak akan pergi dari rumah majikannya (karena mengekspresikan kesetiaannya), dan ini termasuk karakter orang-orang yang loyal.
Keempat, jika mati, anjing itu tak meninggalkan barang berharga untuk anak-anaknya, dan ini termasuk karakter terpuji orang-orang yang zuhud.
Kelima, anjing itu selalu menerima berada di tempat rendah, dan ini termasuk karakter orang-orang yang rida (pada takdir Allah).
Keenam, anjing itu selalu menatap orang yang memandanginya, sampai orang itu memberi sekepal makanan, inilah akhlak orang-orang miskin.
Ketujuh, jika diusir dan dilempari pasir, anjing itu tidak marah dan dengki pada pelakunya, inilah karakter orang-orang yang rindu pada Allah
Kedelapan, ketika tempat berteduhnya diserobot anjing yang lain, maka anjing itu mengalah dan berpindah ke tempat yang lain, inilah perilaku orang-orang terpuji.
Kesembilan, ketika diberi sekepal makanan, anjing itu memakannya dan cukup untuk semalaman. inilah karakter orang-orang yang kanaah.
Kesepuluh, ketika pergi ke suatu tempat, anjing itu tak berbekal, dan inilah karakter orang-orang tawakal. Selain itu, dalam hadis shahih, ada juga kisah tunasusila yang masuk surga gegara menolong seekor anjing yang sedang kehausan.
Sufi ternama Imam Abu Yazid al-Busthami juga pernah ditegur anjing karena dianggap sombong. Alkisah, Abu Yazid al-Busthami pernah menghindarkan jubahnya dari sentuhan anjing karena takut terkena najisnya. Anjing itu menyaut dgn bahasa isyarat atas sikap Abu Yazid.
“Tubuhku kering dan tak akan menyebabkan najis padamu. Bila pun Anda khawatir terkena najis, Anda tinggal basuh 7 kali dgn air dan tanah, maka najis di tubuhmu itu akan hilang Namun jika engkau mengangkat gamismu krn menganggap dirimu yg berbaju badan manusia lebih mulia, dan menganggap diriku yg berbadan anjing ini najis dan hina, maka najis yg menempel di hatimu itu tidak akan bersih walau kau basuh dengan 7 samudera.” Imam Abu Yazid pun tersadar atas sedikit kesombongan yg terbesit di dalam hatinya.
Lalu gimana dengan hadis, “Malaikat tidak tidak akan masuk rumah yang ada anjingnya ….” (HR Bukhari). Malaikat itu punya tugas macam-macam. Menurut sebagian ulama, malaikat yang dimaksud di sini adalah malaikat pembawa wahyu, yaitu Jibril.
Sementara sekarang, wahyu sudah terputus, karena Nabi Muhammad sudah wafat. Artinya, untuk saat ini malaikat tetap bisa masuk rumah siapa pun yang di dalamnya ada anjing, apa pun jenis anjingnya, anjing peliharaan, anjing pelacak, anjing penjaga lahan, dan seterusnya.
Pesan utama dari utas ini, sekalipun kita mengikuti pendapat mazhab Syafii yang berkata anjing itu najis, tapi kita tak berhak menyakitinya apabila memang anjing itu tak melukai manusia atau hewan lainnya. Kita hanya boleh membela diri dari anjing yang menyerang kita.
*Jangan lupa Follow akun Ustadz Ahong di sini